Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fenomena Geng Motor

Kekerasan yang dilakukan geng motor sudah sangat meresahkan. Aksi brutal sekitar 200 pengendara motor di Jakarta Jumat lalu 13 April telah menewaskan satu orang dan melukai sedikitnya sembilan orang.

Ditambah lagi kemarin di Makassar, aksi kekerasan geng motor juga menimbulkan satu korban jiwa. Fenomena kekerasan yang dilakukan geng motor ini tentu sangat disayangkan karena terus berulang dan terkesan tidak ada penyelesaian secara tuntas. Kejadian-kejadian seperti ini memang bukan hal yang baru.

Sebelumnya, sederet kasus kekerasan motor terjadi di Bandung, Cianjur, Sukabumi, dan kota-kota lain. Selain korban tewas maupun luka, kerugian material sudah sangat banyak. Misalnya di Jakarta saja, menurut data Indonesia Police Watch (IPW), dalam setahun terakhir 60 orang tewas akibat aksi geng motor.

Ini tentu angka yang mencengangkan. Aksi brutal para geng motor ini tidak terjadi dengan sendirinya. Salah satunya adalah kurang seriusnya aparat kepolisian dalam mengungkap kasus kekerasan yang terjadi. Penyelesaian kasus-kasus kekerasan yang melibatkan massa seperti ini acap kali dilakukan tidak terbuka sehingga masyarakat tidak mengetahui hasil akhirnya.

Ketidaktegasan ini memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat. Akibatnya, mereka berani berbuat semaunya karena aparat seperti membiarkan aksi anarkistis yang dilakukan secara berkelompok. Aksi brutal para gerombolan motor ini sebenarnya juga terkait kurangnya kewibawaan aparat kepolisian di mata masyarakat. Misalnya hal ini dipicu sejumlah perilaku yang kurang pantas para personelnya.

Mulai dugaan pungutan liar, kasus rekening gendut yang tak pernah diungkap hingga kasus-kasus salah tangkap. Faktor lain adalah adanya fenomena dugaan keterlibatan oknum aparat dalam sebuah geng motor. Dengan beking oknum aparat, keberadaan geng motor itu makin sulit diberantas. Kenyataan ini tentu sangat disesalkan. Aparat keamanan yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom malah menjadi bagian dari kelompok yang menebar teror kepada masyarakat.

Hal di atas harusnya menjadi perhatian serius aparat untuk terus berbenah.Tak ada cara lain,Polri harus menuntaskan secara terbuka kasus geng motor ini secepatnya. Jangan sampai masyarakat akhirnya ikut campur dalam proses hukum terkait kasus geng motor. Jangan salahkan jika masyarakat memilih main hakim sendiri dalam merespons maraknya geng motor dengan aksi balas dendam.

Ketidaktegasan aparat ini juga akan berimplikasi serius terhadap kondisi psikologis masyarakat yang akan terus dihantui rasa takut. Pembiaran aksi anarkistis geng motor ini juga akan merugikan komunitas-komunitas motor yang sebenarnya bertujuan baik. Kita sepakat keberadaan kelompok motor sebenarnya tidak masalah sepanjang mereka tertib dan tidak mengganggu ketertiban umum.

Keberadaan mereka sebenarnya positif untuk mempererat silaturahmi dan keakraban para anggotanya. Tak jarang, para komunitas tersebut juga memiliki kegiatan sosial di masyarakat. Geng motor anarkistis yang tak hanya terjadi di Jakarta ini membutuhkan penyelesaian yang komprehensif. Sinergi antaraparat hukum wajib dilakukan, terutama kerja sama antara Polri dan TNI dalam mengungkap kasus ini sehingga misalnya adanya keterlibatan oknum aparat bisa langsung ditangani tuntas.

Siapa pun yang terlibat harus diproses secara hukum. Hanya dengan ketegasan hukum, teror geng motor yang sudah meresahkan ini bisa diberantas secara tuntas. Kita sangat merindukan polisi yang profesional dan benar-benar menjalankan janjinya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Mari kita tunggu kiprah polisi dalam menghentikan aksi gang motor brutal ini sehingga masyarakat bisa beraktivitas secara aman dan nyaman.