Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tradisi Serta Budaya Unik Dari Berbagai Belahan Dunia Yang Terancam Punah

Seni Dan Budaya merupakan identitas dari sebuah bangsa yang diturunkan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya. Budaya ini biasanya berhubungan erat dengan keyakinan, perilaku, serta adat istiadat yang mengakar pada jati diri sebuah bangsa. Beberapa tradisi khusus bahkan memiliki arti yang simolis serta menyimpan makna khusus. Tradisi-tradisi ini selalu berusaha bertahan dengan perubahan jaman yang teradi, namun sayangnya perubahan jaman yang kian cepat saat ini, seolah kian sulit di kejar oleh Budaya dan Tradisi nenek moyang ini yang tampak mulai kehabisan nafasnya ini. Beberapa tradisi pun akhirnya punah dan terlupakan seiring dengan berjalanya waktu dan perubahan jaman, dan berikut ini adalah, Tradisi Serta Budaya Unik Dari Berbagai Belahan Dunia Yang Terancam Punah, versi anehdidunia.com


Lupiying, Cina



Lupiying atau Chinese Shadow Pays, merupakan sebuah kesenian yang mirip dengan Wayang kulit yang ada di Indonesia. Di Cina sendiri Lupiying merupakan sebuah kesenian yang telah menjadi sarana hiburan bagi orang-orang selama berabad-abad. Sama halnya dengan Wayang Kulit  di Indonesia kesenian Lupiying biasanya akan di pentaskan untuk acara-acara khusus seperti festival, masa panen, hingga upacara pernikahan dan perayaan-perayaan lainya. Untuk mementaskan Lupiying biasanya dalam satu grup dibutuhkan 6 sampai 7 orang, masing-masing orang ini memiliki tugasnya masing-masing mulai dari menyanyi, memainkan alat musik dan tentu saja yang paling penting adalah seorang untuk memainkan wayang Lupiying ini sendiri.

Sayangnya gelak tawa dan keceriaan saat menonton Lupiying kini mulai jarang terdengar lagi dan mungkin juga akan menjadi pertanda dari berakhirnya riwayat panjang dari Lupiying. Hal ini disebabkan karena rendahnya minat generasi muda Cina untuk mempelajari kesenian Lupiying yang kaya akan sejarah dan tradisi. Saat ini sendiri di Cina akan sangat sulit untuk menemukan master Lupiying atau kalau dalam istilah kita Dalang. Salah satu yang mungkin masih cukup aktif sebagai Dalang Lupiying adalah seorang pria tua bernama Hu Changyou yang besaral dari Desa Huzhang, yang terletak di distrik Pinggu, Beijing. Pria tua ini merupakan satu dari dua orang yang masih menekuni kesenian Lupiying di area tersebut. Sayangnya meskipun Hu merupakan seorang perajin wayang lupiying  sekaligus pelakon yang terkenal dalam kesenian Lupiying. Dia tak mampu menurunkan segala ilmu berharganya itu pada anak-anaknya, karena mereka sama sekali tak tertarik dengan kesenian yang tengah terancam punah ini.

Untungnya saat ini Pemerintah Cina telah mulai mengumpulkan dan mengamankan berbagai macam hal kesenian yang mereka anggap sebagai warisan budaya rakyat Cina serta mendirikan tempat perlindungan bagi segala kesenian ini, salah satunya Lupiying, dalam upaya untuk melestarikan wasiran budaya yang mereka miliki. Menurut para ahli Cina, salah satu faktor yang mendorong kepunahan Lupiying adalah Gaya hidup masyarakat Cina yang kian modern, industrialisasi, urbanisasi, serta pengaruh budaya asing yang lebih di gemari anak muda di Cina saat ini.


Seni Tattoo Tradisional Kalingga, Filipina



Wanita tua berusia 93 tahun yang ada pada foto di atas, bernama Apo Whang Od. Seseorang yang dianggap sebagai satu-satunya seniman Tattoo tradisional Filipina yang masih tersisa saat ini. Saat masih muda, Apo Whang telah merajah banyak sekali pejuang Kalingga yang dikenal pemberani dengan Tattoo yang dia buat hanya menggunakan dua bilah bambu kecil sebagai alat perajah tattoo serta semacam buah tropis yang biasa di sebut calamansi oleh mayarakat lokal sebagai tintanya. Bagi Suku Kalingga, Batuk sebutan lain dari seni tattoo tradisional ini, memiliki arti yang jauh mendalam dari pada sekedar hiasan pada tubuh mereka. Tattoo yang ada pada tubuh mereka ini juga merupakan lambang dari rasa bangga, kehormatan dan martabat bagi para prajurit Kalingga, sekaligus sebagai tanda pembeda mereka dengan anggota suku biasa. Tattoo Kalingga ini sendiri hanya akan di berikan pada pria yang layak mendapatkanya dan mereka yang dinilai layak untuk mendapatkan Tatto ini adalah mereka yang mampu memenggal kepala musuh dan membawanya kembali ke desa.

Sedangkan untuk motif dari Tattoo tradisional ini, Suku Kalingga kebanyakan terinspirasi oleh hewan-hewan yang ada di sekitar wilayah mereka tinggal. Sebagai contoh pada Zaman dahulu suku Kalingga akan menggambarkan kelabang pada lengan sebagai jimat perlindungan, dan Tattoo ular Phiton pada bahu sebagai perlambang kekuatan, selain itu terdapat pula Tattoo bergambar elang yang biasa di rajah pada dada atau punggung seorang ksatria, namun untuk Tattoo yang satu ini tak sembarangan orang yang bisa mendapatkanya, karena hanya prajurit yang dianggap sebagai yang paling berani dan kuat yang berhak untuk mengenakan Tattoo ini di tubuh mereka. Sayangnya seni tattoo tradisional Kalingga yang memiliki sejarah mengagumkan ini, sekarang hanya menjadi bagian dari kegiatan wisata belaka. Siapapun yang memiliki uang bisa mendapatkan rajahan Batuk di tubuh mereka, dengan membayar pada nenek Apo Whang Od, tak perlu lagi mememgal kepala orang dan membawanya kembali ke desa sebagai persembahan.


Seni Pembuatan Gelas Tiup, Rumania



Untuk urausan Artistik dan Kecanggihan dalam metode pembuatan gelas tiup, rasanya tak ada yang yang meragukan seni pembuatan gelas tiup tradisional milik Negara Rumania, yang bahkan sudah terkenal sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Produk-produk gelas kristal yang di hasilkan dari para tangan-tangan ahli seniman asal Rumania ini bahkan hampir bisa di temukan pada setiap toko-toko barang mewah yang ada di Eropa dan Amerika. Namun sayangnya meskipun memiliki reputasi sebagai barang mewah serta sejarah yang kaya, seni pembuatan gelas kristal tiup ini sekarang secara perlahan sedang menghadapi kepunahan, karena terus berkurangnya jumlah perajin serta kurangnya minat para generasi muda Rumania untuk mempelajari seni gelas tiup ini.
Cara pembuatan dari gelas kristal ini sendiri bisa dibilang cukup unik sekaigus rumit, seorang pengrajin Glassblower art akan menggunakan semacam tiang besi panjang yang terdapat rongga di dalamnya untuk mengambil bahan gelas cair yang masih panas dan kemudian mulai membentuknya dengan cara meniup ujung dari tongkat besi besi tersebut untuk memasukan udara yang akan membetuk bahan gelas cari ini menjadi bentuk yang di inginkan, dengan cara memutar-mutar tongkat besi itu dan mulai berkreasi dengan bantuan gunting untuk memudahkan para perajin ini saat membentuk gelas ini. Dengan metode ini hampir semuah gelas kristal yang di hasilkan akan selalu memiliki bentuk berbeda sesuai dengan kepribadian pengrajin yang membuatnya. Keunikan proses pembuatan serta keontetikan dari seni gelas tiup inilah yang berusaha di tunjukan oleh Lembaga Seni dan Tradisi Bucharest pada generasi muda Rumania untuk menarik kembali minat mereka pada warisan budaya dari nenek moyang mereka ini. Namun Sayangnya hal ini belum terlalu berhasil meningkatkan jumlah pengrajin muda, karena rumit serta lamanya pengerjaan gelas kristal dengan metode tiup ini, selain itu karena dianggap sebagai barang mewah, permintaan terhadap hasil karya dari para pengrajin Gelas tiup juga tak terlalu tinggi serta hanya menjangkau kalangan yang mampu saja. Harapan terakhir dari Seni Gelas Tiup ini adalah di bukanya pasar global yang mungkin bisa meningkatkan permintaan pasar yang akan memotivasi generasi muda untuk kembali melestarikan tradisi ini.


Agra Gharana, India



Agra Gharana bisa dibilang sebagai salah satu bentuk paling murni dari identitas musik klasik negri Hindustan. Sayangnya tradisi musik yang kaya ini, mulai mati secara perlahan-lahan akibat menurun dengan drastisnya angka dari dua pilar utama penyokong kehidupan Agra Gharana yaitu para peminat serta praktisi yang menekuni seni musik tradisional khas India ini. Meskipun sekarang Agra Gharana mulai kian tenggelam diantara gempuran musik Bollywood yang tengah merajai India, beberapa orang yang mencintai kesenian ini masih belum menyerah untuk melestarikan Agra Gharana. Salah satunya adalah Ustad Aqeel ahmad Sahab, salah satu maestro terakhir yang masih tersisa dari seni musik yang sudah berusia lebih dari 400 tahun ini. Dengan semangat pria ini masih terus mempromosikan sekaligus mengajar Agra Gharana pada beberapa penyanyi muda. Pria ini tetap tak menyerah untuk melestarikan Agra Gharana meskipun usianya sudah tua dan dalam keadaan ekonomi yang serba kekurangan.

Sayangnya apa yang dilakukan oleh Ustad Aqeel ahmad Sahab ini kurang mendapatkan dukungan dari pemerintah maupun lembaga pendidikan setempat. Sebagai contoh lembaga pendidikan yang harusnya terus berusaha untuk menghidupkan musik klasik India ini, Universitar Agra baru-baru ini justru menutup jurusan Musik Klasik Hindustan. Untungnya beberapa sekolah lain masih menawarkan kelas pelajaran musik klasik Hindustan, meskipun biasanya hanya ada beberapa gadis yang mengambil kelas ini. Jyoti Khandelwal pengajar dari sekolah Lalit Kala Sanstahn, percaya kalo melestarikan Agra Gharana sama artinya dengan menyelamatkan kekayaan budaya musik klasik India. Sayangnya generasi muda India kini lebih menyukai musik pop modern dibanding musik mereka sendiri, dan hanya tinggal menunggu waktu sampai alunan suara musik Agra Gharana benar-benar menghilang dari telinga masyarakat India.


Nelayan Egrang, Sri Lanka



Memancing di atas Egrang mungkin terlihat sebagai cara menangkap ikan yang sudah ada dari masa yang sangat lama dan kuno . Namun itu tak sepenuhnya benar, karena kebiasaan dari nelayan Sri Lanka ini baru muncul paska Perang Dunia ke 2. Ketika ini Sri Lanka laut di pesisir Sri Lanka di penuhi oleh bangkai kapal serta pesawat yang jatuh. Hal ini di manfaatkan oleh para nelayan setempat untuk mencari Ikan. Tapi seiring dengan berjalanya waktu para nelayan ini mulai mengembangcan cara baru dengan menancapkan batang kayu pada koral. Pada batang kayu ini di pasang semacam tempat untuk berpijak, yang jika kita lihat sekilas maka tiang ini akan terlihat seperti sebuah egrang. Para nelayan ini kemudian akan duduk diatas pengangga ini sambil menggunkan pancing sederhana yang ujungnya di ikatkan dengan sebuah senar serta mata pancing untuk menangkap gerombolan ikan yang bersembunyi pada terumbu karang yang ada di bawah mereka.

Tapi akibat bencana besar Tsunami yang melanda negri ini pada tahun 2004. Jumlah Nelayan Egrang sudah menurun drastis karena berubahnya garis pantai dan berkurangnya jumlah terumbu karang di sana, hal ini membuat para nelayan sulit untuk menemukan tempat bagi Egrang mereka. Sebagian dari nelayan egrang di Sri Lanka kini mulai beralih profesi menjadi petani ataupun berjualan di pasar.  Secerca harapan mulai muncul bagi kedudayaan unik ini untuk bertahan, saat para turis asing yang datang ke Sri Lanka sangat tertarik pada gaya menangkap ikan di atas egrang dan mulai mengambil foto dari para nelayan egrang ini. Namun bak pisau bermata dua, saat ini justru banyak orang yang duduk di atas egrang ini bukanlah nelayan sungguhan, melainkan orang-orang yang sengaja datang kesini untuk berpose bagi foto para turis asing sambil berharap mendapatkan imbalan atas jasa mereka.


Ludruk, Indonesia



Jika membahas soal tradsis dan kebudayaan rasanya tak akan lengkap tanpa menyebutkan salah satu kesenian dari Indonesia. Kita semua rasanya sudah sering mendengar bahwa bangsa ini memiliki kekayaan budaya yang begitu beragam, namun sayangnya tak jauh berbeda dengan kebudayaan trdisional dari negara lain yang ada dalam daftar di atas, generasi muda Indonesia juga kurang menaruh minat pada budaya bangsanya sendiri. Sebagai contoh adalah budaya Ludruk yang kini kian tergerus oleh jaman dan tengah berada di ambang kepunahan. Menurut sejarahnya, Kesenian Ludruk mulai berkembang di derah Jombang, Jatim pada abad ke-9. Dan segera menjadi populer karena sifatnya yang populis adan egaliter, hal ini pula yang membuat Ludruk sempat menjadi sarana kampanye politik untuk memikat hati rakyat yang cukup populer pada dekade 1960an.

Namun sayangnya meski dianggap sebagai kesenian yang paling mencerminkan karakter dari warga jawa Timur. Seni pementasan unik yang kental dengan guyonan khas Jawa timuran serta logat kental mereka ini kian sulit dijumpai. Hal ini diakibatkan arena minimnya minat generasi muda untuk melihat pementasan Ludruk. Kurangnya minat orang untuk menonton Ludruk ini secara otomatis juga akan mematikan seni dan para seniman di dalamnya yang menggantungkan hidup dari uang karcis. Di kutip dari artikel Jawa Pos seorang seniman Ludruk bernama Suryadi bahkan hanya menerima bayaran sebesar Rp10.000 rupiah untuk sebuah pentas selama 3 jam, pementasan itupun tak setiap hari ada. Dengan fakta ini tentu saja hanpir tak ada generasi muda yang berminat untuk menekuni kesenian Ludruk. Pada tahun 2000 jumlah grup Ludruk di Jawa Timur tercatat hanya mencapai puluhan saja, merosot jauh dengan pada tahun 1970an yang bisa mencapai hingga 1.000 grup lebih. Kesenian khas Jawa Timuran ini kini hanya menunggu waktu sampai benar-benar menghilang dan hanya dapat dinikmati lewat cerita dalam buku sejarah.

Referensi :
http://listverse.com/2016/06/03/10-unique-cultural-traditions-that-may-soon-disappear/
https://www.youtube.com/watch?v=kG4phRo3exo
https://www.youtube.com/watch?v=CT7Lf2msKmg
http://news.liputan6.com/read/19979/kesenian-ludruk-terancam-punah
http://www.wovgo.com/2015/11/19/hal-hal-yang-perlu-kamu-tahu-tentang-ludruk-jawa-timur/