Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah dan Fakta Tentang Gangguan Psikotik Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan psikotik menetap yang mencakup gangguan pada perilaku, pikiran, emosi, dan persepsi.. Orang-orang dengan skizofrenia menunjukan kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Para pengidap skizofrenia mungkin mengalami kesulitan mempertahankan pembicaraaan, membentuk pertemanan, mempertahankan pekerjaan, atau memperhatikan kebersihan pribadi mereka. Skizofrenia ini merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini menyebabkan sering terjadinya kesalahpahaman terhadap mereka yang kemudian menjadikan para pengidap skizofrenia tersebut dikucilkan, dan mendapat penghukuman dari masyarakat. Padahal seharusnya para orang yang mengidap skizofrenia harusnya mendapatkan simpati dan perhatian berlebih dari orang lain. Episode akut dari skizofrenia ditandai dengan delusi, halusinasi, pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku yang aneh atau cenderung menyimpang.


Sejarah Skizofrenia



Walaupum berbagai bentuk kegilaan telah menimpa dan diketahui oleh manusia sejak lama, tetapi identifikasi terhadap bentuk perilaku yang sekarang kita sebut sebagai skizofrenia belum ada sampai seorang psikiater modern bernama Emil Kraepelin mencetuskan konsep skizofrenia sebagai sebuah sindrom medis pada tahun 1893. Kraepelin menyebut skizofrenia ini dengan istilah dementia praecox. Istilah ini diambil dari bahasa Latin dementis, yang berarti di luar (de-) jiwa seseorang (mens), dan akar yang membentuk kata precocious, berarti sebelum tingkat kematangan dari seseorang. Kraepelin menyebutkan bahwa dementia praecox melibatkan hilangnya kesatuan di dalam (diri) antara pemikiran, perasaan dan tindakan.
Kraepelin menggolongkan Skizofrenia kedalam 3 tipe:



  1. Paranoid
    Subtipe skizofrenia yang ditandai oleh halusinasi dan delusi yang sistematik, biasanya mencakup tema-tema persekusi.

  2. Katatonik
    Subtipe skizofrenia yang diandai oleh gangguan yang nyata dalam aktivitas motorik, seoerti kondisi yang sepenuhnya tidak sadar di mana seseorang tiddak mengaehajui akan, atau tidak responsif teradap lingkungan.

  3. Hebefrenik (tidak terorganisasi)
    Subtipe dari skizofrenia yang ditandai oleh perilaku yang tidak terorganisasi, delusi yang aneh, dan halusinasi yang hidup.

Istilah skizofrenia sendiri baru muncul pada tahun 1911 oleh seorang psikiater asal Swiss  yang bernama Eugen Bleuler. Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani schitos, yang berarti terpotong dan phren, yang berarti otak. Meskipun akar bahasa Yunani skizofrenia berarti otak yang terpotong atau terbelah, pengertian skizofrenia tidak sama dengan gangguan identitas disasosiatif atau bipolar disorder. Kedua gangguan psikologi tersebut berbeda. Orang yang mengalami bipolar disorder menunjukan 2 atau lebih kepribadian lain. Namun, kepribadian-kepribadian tersebut biasanya menunjukan fungsi kognisi, afeksi, dan perilaku yang lebih terintegrasi dengan baik dibandingkan dengan skizofrenia. Dalam skizofrenia, pemecahan ini memisahkan fungsi kognisi, afeksi dan tingkah laku, sehingga mungkin kurang terdapat kesesuaian antara pemikiran dan emosi, atau antara persepsi sesorang tentang realitas dam apa yang benar-benar terjadi.
Bleuler meyakini bahwa skizofrenia dapat dikenali dengan ciri-ciri:

Asosiasi
Orang yang mengalami skizofrenia, hubungan antara pikiran-pikirannya akan terganggu. Hal ini menyebabkan pembicaraan mereka tampak seperti sedang melantur.

Afek
Afek atau respon emosional pada orang yang mengalami skizofrenia akan menjadi tumpul. Inilah alasan mengapa respon emosional mereka menjadi cenderung datar dan tidak sesuai padadengan suatu kondisi. Misalnya, pada orang yang mengalami skizofrenia ketika mendengarkan orang lain mengatakan lelucon, mereka menanggapinya dengan respon yang datar dan tidak tersenyum. Atau ketika mendengar sesuatu yang menyedihkan, orang yang mengalami skizofrenia malah menunjukan emosi bahagia dengan tertawa terbahak-bahak.

Ambivalensi
Orang yang mengalami skizofrenia memiliki perasaan bercabang terhadap konflik orang lain, misalnya mencintai dan membenci seseorang pada saat yang sama.

Autisme
Istilah ini menjelaskan penarikan diri ke dunia fantasi pribadi yang tidak terikat oleh prinsip-prinsip logika.

Psikiater lain yang bernama Kurt Shneider berhasil mengembangkan diagnosis yang lebih tepat pada skizofrenia dibandingkan yang dicirikan oleh Bleuler. Scheider membedakan ciri-ciri skizofrenia dengan membagi ciri-ciri tersebut menjadi dua, yang disebut sebagai simtom peringkat pertama dan simtom peringkat kedua. Simtom peringkat pertama dianggap sebagai inti diagnosis, yang memiliki ciri-ciri seperti halusinasi dan delusi. Sedangkan simtom peringkat kedua ini selain berhubungan dengan skizofrenia, juga berhubungan dengan gejala gangguan jiwa lain. Ciri simptom peringkat kedua ini adalah gangguan kekacauan pikiran dan mood.


Setelah mengetahui sejarah skizofrenia, ada baiknya anda melihat fakta-fakta lain mengenai skizofrenia seperti dibawah ini:



  1. Orang yang menunjukan semua tanda-tanda skizofrenia selama bebeapa hari belum tentu didiagnosis mengalami skizofrenia. Hal ini karena skizofrenia mensyaratkan tanda-tanda gangguan tersebut muncul paling tidak 6 bulan pada orang tersebut. Orang yang menunjukan tanda-tanda skizofrenia dibawah 6 bulan dapat digolongkan mengalami skizofreniform, yaitu perilaku abnormal yang identik dengan skizofrenia yang telah menetap setidaknya 1 bulan namun kurang dari 6 bulan.

  2. Beberapa orang dengan skizofrenia mengalami delusi bahwa mereka dicintai oleh seseorang yang terkenal, mungkin artis atau publik figur. Gangguan delusi seperti ini disebut sebagai erotomanik.

  3. Sindrom yang diidentifikasi sebagai skizofrenia berbeda ciri dan tahapannya pada berbagai budaya yang ada.

  4. Halusinasi auditoris, bukan visual merupakan jenis halusinasi yang paling umum pada orang-orang yang mengalami skizofrenia. Contoh halusinasi auditoris adalah orang yang mengalami skizofrenia tersebut sering berbicara sendiri.

  5. Orang yang mengalami skizofrenia subtipe katatonik sering mempertahankan posisi yang tidak biasa dan tampaknya tidak nyaman dan akan gagal bergerak atau berkomunikasi selama masa ini, yang mungkin berlangsung selama berjam-jam.

  6. Pasien skizofrenia dalam keluarga dengan anggota keluarga yang kejam, penuh kritik, dan tidak mendukung memiliki resiko kambuh yang lebih besar dibandingkan mereka yang berasal dari leluarga yang lebih mendukung.

  7. Obat-obat antipsikoptik membantu mengendalikan simtom-simtom skizofenia namun tidak mampu menyembuhkannya.

  8. Anak-anak yang memiliki kedua orang tua mengidap skizofrenia memiliki kesempatan sedikit lebih kecil dari 50% (sekitar 45%) untuk berkembangya gangguan pada diri mereka sendiri.

Sumber
Nevid, J. S., Rathus, S. A., Greene, Beverly. 2005. Psikologi Abnormal. Erlangga. Jakarta.