Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Percobaan Paling Menyeramkan Bidang Kedokteran Dalam 30 Tahun Terakhir

Melakukan percobaan adalah hal yang lazim dilakukan dunia sains, tak terkecuali di bidang kedokteran. Tujuannya tidak lain supaya gagasan ilmiah yang diajukan memang benar-benar sesuai dengan realita di lapangan. Untuk kasus bidang kedokteran, karena percobaannya berhubungan langsung dengan kesehatan manusia, maka percobaannya pun harus melibatkan manusia juga. 

Tak jarang ilmuwan harus melakukan percobaan yang terkesan ekstrim dan menyeramkan demi membuktikan suatu pendapat ilmiah. Berikut ini adlaah contoh-contoh percobaan menakutkan yang dilakukan oleh ilmuwan di bidang medis dan kedokteran dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir: 

1. Memakai Tangan Mayat untuk Bertinju

Memakai Tangan Mayat untuk Bertinju

Ide untuk melakukan percobaan ini berawal dari fakta bahwa tangan manusia memiliki telapak dan jari-jari yang lebih pendek, namun dengan ibu jari yang lebih panjang dibandingkan tangan kera. Sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa perbedaan ini terjadi supaya manusia lebih mudah menggunakan tangannya dalam menggunakan peralatan, serta untuk membantu manusia saat harus berkelahi sambil bertinju.

Untuk menguji gagasan ilmiah yang dikenal dengan istilah hipotesis pugilisme tersebut, ilmuwan lantas melakukan eksperimen dengan memakai tangan-tangan mayat yang sudah dipotong. Tangan itu sendiri didapat dari delapan orang mayat. Sahabat anehdidunia.com hasil penelitian ini nantinya dirilis pada tahun 2015 di Journal of Experiment Biology.

Masing-masing tangan kemudian diikatkan pada semacam papan kayu dan digantungkan supaya bisa bergerak secara bebas layaknya bandul. Tangan-tangan tadi kemudian digerakkan untuk menghantam permukaan datar dalam kondisi telapak tangan yang mengepal, serta dalam kondisi terbuka layaknya orang yang sedang menampar.

Sesudah melakukan uji coba sebanyak ratusan kali, ilmuwan menemukan kalau tangan dalam kondisi terkepal memiliki kekuatan hantaman yang dua kali lebih besar dibandingkan tangan dalam kondisi menampar. Tangan terkepal diketahui bisa memberikan hantaman 55 persen lebih kuat dibandingkan tangan dalam kondisi terbuka. Tangan dalam kondisi terkepal juga diketahui memiliki resiko cedera tulang tangan yang lebih rendah.

Namun tidak semua ilmuwan sepakat kalau tangan manusia memiliki bentuk seperti ini sebagai bentuk adaptasi agar lebih mudah bertinju dan berkelahi tangan kosong. Menurut mereka, jika memang benar demikian adanya, maka tentunya wajah manusia bakal berkembang hingga menjadi lebih tebal mengingat manusia yang sedang berkelahi kerap mengincar bagian wajah lawannya.

2. Meminum Darah Sendiri

Meminum Darah Sendiri

Bukan, ini bukanlah percobaan terkait vampir atau semacamnya. Percobaan ini dilakukan karena ilmuwan ingin mencari tahu apakah ada cara yang lebih baik dalam mendeteksi penyakit radang usus (IBD). Hasil percobaan ini pertama kali dirilis ke publik pada bulan Agustus 2018 lalu di United European Gastroenterology Journal.

Dalam percobaan ini, sebanyak 16 orang yang menjadi subjek tes diminta meminum antara 3 hingga 10 ons darahnya sendiri. Satu bulan kemudian, para subjek tes dikumpulkan kembali dan berganti kelompok. Sesudah meminum darahnya sendiri, ilmuwan kemudian mengukur kadar calprotectin dalam tubuh masing-masing subjek tes.

Calprotectin adalah semacam protein yang bisa menjadi indikator seseorang terkena IBD. Namun orang yang mengalami pendarahan di saluran pencernaannya juga bisa memiliki kadar calprotectin yang tinggi. 

Oleh karena itulah, ilmuwan meminta subjek tes meminum darahnya untuk mencari tahu apakah penderita IBD dan orang yang memiliki darah di ususnya memiliki kadar calprotectin yang berbeda. Hasilnya, ilmuwan menemukan bahwa jika seseorang memiliki kadar calprotectin yang amat tinggi, maka orang yang bersangkutan sangat mungkin memang memiliki IBD.

3. Menaruh Serangga Penghisap Darah di Dalam Telinga

Menaruh Serangga Penghisap Darah di Dalam Telinga

Kutu kuping adalah serangga parasit yang menyerang kucing dan anjing. Sesuai namanya, hewan ini memang mengincar telinga sebagai sasarannya. Ketika menyerang korbannya, kutu ini bakal menimbulkan infeksi yang begitu gatal pada bagian telinga korbannya. Namun bagaimana jika yang menjadi korban dari serangga ini kebetulan adalah manusia?

Dokter hewan Robert Lopez nekat melakukan percobaan pada dirinya sendiri untuk mencari tahu akan hal tersebut. Mula-mula, ia memasukkan kutu kuping yang ia dapat dari seekor kucing ke dalam telinga kirinya sendiri. Sahabat anehdidunia.com tak lama berselang, ia langsung mendengar ada suara bergerak dan mencakar di bagian dalam telinganya.

Robert kemudian merasakan gatal luar biasa di telinganya. Dan saat kutu tersebut bergerak semakin dekat ke gendang telinganya, suara merayap yang ditimbulkan oleh kutu ini juga terdengar semakin keras. Butuh waktu selama sebulan bagi Robert hingga infeksi yang menimpa telinganya benar-benar menghilang.

Namun yang lebih gila lagi adalah, pengalaman yang kurang menyenangkan ini ternyata tidak lantas membuat Robert merasa kapok. Ia kembali melakukan eksperimen serupa sebanyak dua kali untuk mengetahui apakah ia bakal kembali merasakan efek serupa.

Robert menemukan kalau saat dirinya kembali digigit oleh kutu ini, ia kembali merasakan infeksi serupa. Namun ia juga menemukan dalam kasus-kasus infeksi berikutnya, efek sampingnya terasa tidak seburuk sebelumnya dan infeksinya juga semakin cepat menghilang. 

Robert lantas menduga bahwa saat ia diserang oleh hewan ini, tubuhnya secara berangsur-angsur menumbuhkan kekebalan alamiah terhadap efek samping yang ditimbulkan oleh kutu kuping. Hasil penelitian Robert ini kemudian dirilis ke publik pada tahun 1993 lewat jurnal asosiasi kedokteran hewan AS.

4. Membiarkan Diri Disengat Lebah

Membiarkan Diri Disengat Lebah

Semua orang bakal setuju kalau disengat oleh lebah merupakan hal yang amat menyakitkan. Namun apakah dampak sengatan yang ditimbulkan oleh lebah di setiap bagian tubuh terasa sama sakitnya? Hal itulah yang coba dicari tahu oleh pakar serangga Michael Smith.

Untuk mengetahui bagian tubuh manakah yang terasa paling perih saat disengat lebah, Smith membiarkan lebah madu menyengat dirinya mulai dari kepala tingga ujung kaki selama 38 hari. Ada 25 bagian tubuh berbeda milik Smith yang ia biarkan supaya disengat oleh lebah. Sesudah disengat di bagian tubuh tertentu, Smith kemudian mencatat skala rasa sakitnya.

Berdasarkan percobaannya, Smith menemukan ada 3 lokasi yang terasa paling menyakitkan saat disengat oleh lebah. Ketiga lokasi tersebut adalah lubang hidung, bibir atas, dan alat kemaluan(!). Sementara bagian tubuh yang terasa paling kurang menyakitkan saat disengat lebah adalah bagian tengkorak, ujung jari tengah kaki, dan lengan atas.

Smith juga menekankan bahwa percobaan ini hanya dilakukan kepada satu orang yang berjenis kelamin laki-laki. Jadi orang lain mungkin bakal memiliki standar tingkat rasa perih yang berbeda. Namun Smith menambahkan kalau hasil percobaannya ini bisa digunakan untuk mengira-ngira bagian tubuh mana dari manusia yang bakal terasa paling perih saat disengat oleh lebah.

5. Memasukkan Selang Pengamat Lewat Lubang Anus

Memasukkan Selang Pengamat Lewat Lubang Anus

Kolonoskop adalah alat pengamat menyerupai selang berlensa yang untuk melihat bagian dalam saluran pencernaan. Untuk menggunakan alat ini, dokter akan memasukkan kolonoskop melalui lubang anus pasien. Namun bagaimana jika pengamatan memakai kolonoskop dilakukan seorang diri?

Hal itulah yang dilakukan oleh dokter Akira Horiuchi pada tahun 2006 silam. Gilanya lagi, ia melakukan itu bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali dalam posisi duduk. Padahal normalnya pemeriksaan memakai kolonoskop dilakukan saat pasien dalam posisi berbaring menyamping. Pengalaman dan hasil pengamatannya tersebut kemudian ia catat sebelum kemudian dimuat di jurnal Gastrointestinal Endoscopy.

Tujuan awal Horiuchi melakukan ini sendiri adalah untuk menunjukkan kalau pemeriksaan memakai kolonoskop bukanlah hal yang menakutkan. Selama dua bulan, Horiuchi melakukan pengamatan memakai kolonoskop sebanyak empat kali. 

Horiuchi tidak membantah kalau pemeriksaan memakai kolonoskop adalah hal yang tidak nyaman. Namun ia menekankan kalau selama beberapa kali menggunakan kolonoskop pada dirinya sendiri, level ketidaknyamanan yang ia alami tidaklah sama. Horiuchi lantas menduga bahwa hal tersebut menjelaskan kenapa masing-masing orang merasakan sensasi yang berbeda-beda saat harus diperiksa memakai alat ini.

Sumber :
https://www.livescience.com/64041-strange-medical-studies.html