Lotus Feet Praktek Seram Ikat Telapak Kaki Wanita China Di Era Kerajaan
Setiap peradaban memiliki standarnya masing-masing mengenai kecantikan. Di Indonesia misalnya, seorang wanita lazimnya dianggap cantik jika ia memiliki tubuh yang ramping dan kulit berwarna terang. Kalau di Cina pada masa kerajaan, seorang wanita justru dianggap cantik jika telapak kakinya berukuran kecil.
Supaya wanita Cina memiliki telapak kaki yang kecil, mereka pun rela membiarkan kakinya diikat rapat-rapat supaya pertumbuhan telapak kakinya terhambat. Praktik mengikat telapak kaki diperkirakan sudah berlangsung di Cina selama 1.000 tahun. Bukti-bukti mengenai praktik ini banyak ditemukan dalam dokumen sejarah, peninggalan sepatu yang ditemukan kuburan, hingga kesaksian dari wanita-wanita yang daerahnya masih menjalankan praktik tersebut.
Menurut penelitian, praktik mengikat kaki oleh kaum wanita pertama kali muncul pada masa Dinasti Song Selatan di abad ke-12. Pada awalnya, praktik ini semata-mata dilakukan hanya untuk membuat telapak kaki terlihat lebih ramping dan sempit. Namun terhitung sejak masa Dinasti Ming pada abad ke-14, praktik mengikat kaki supaya pertumbuhan tulang kakinya terhambat mulai menjamur.
Menurut cerita, praktik mengikat telapak kaki pada awalnya muncul karena dari sekian banyaknya harem yang dimiliki oleh kaisar Dinasti Song, harem favoritnya adalah wanita yang berdansa dengan kaki terikat. Sahabat anehdidunia.com melihat hal tersebut, harem-harem kaisar yang lain lantas turut melakukan hal serupa. Saat mereka yang menghadiri acara di istana melihat penampilan para harem tadi, kaum wanita yang berasal dari luar lingkungan istana pun jadi ikut terdorong untuk ikut melakukannya.
Praktik mengikat telapak kaki pada awalnya hanya dipraktikkan oleh kalangan wanita dari golongan atas supaya penampilan mereka terlihat kian anggun dan mencolok. Namun belakangan, praktik ini juga mulai dilakukan oleh kalangan wanita dari golongan bawahnya karena mereka berharap status sosial mereka bakal ikut terdongkrak.
Dimulai Sejak Balita
Praktik mengikat telapak kaki sudah mulai dilakukan saat wanita tersebut masih berusia amat muda .Tepatnya sejak usia antara 4 hingga 9 tahun. Perempuan yang kakinya hendak diikat mula-mula akan merendam kakinya dalam bak berisi air hangat yang dicampur obat herbal dan darah hewan.
Setelah selesai merendam kakinya, barulah telapak kaki mulai diikat kuat-kuat dengan memakai semacam perban sambil ditekuk sedemikian rupa hingga terlihat menyerupai kuncup bunga. Anak perempuan yang bersangkutan kemudian harus tetap berada dalam kondisi demikian selama beberapa hari hingga berbulan-bulan. Sahabat anehdidunia.com dengan cara ini, ukuran telapak kaki perempuan yang bersangkutan menjadi lebih kecil dibandingkan telapak kaki orang normal saat ia sudah berusia dewasa.
Berdasarkan lokasi asal-muasalnya, praktik mengikat kaki bisa dibedakan menjadi 2 macam: praktik yang berasal dari Cina utara dan yang berasal dari selatan. Dalam praktik yang berasal dari selatan, jari-jari kaki tetap dibiarkan berada dalam kondisi lurus. Namun dalam praktik yang berasal dari utara, jari-jari kaki sang perempuan bakal ikut ditekuk supaya ukurannya ikut mengecil.
Seperti yang sudah bisa diduga, praktik ini turut membawa dampak kesehatan negatif bagi perempuan yang menjalaninya. Mulai dari infeksi di bagian kaki, hilangnya sejumlah jari kaki, kesulitan berjalan, rasa sakit saat berjalan, hingga meningkatnya resiko terjatuh dan patah tulang karena telapak kaki tidak kuat menanggung beban tubuhnya sendiri.
“Penelitian lebih jauh masi harus dilakukan untuk melihat bagaimana praktik ini di masa lampau berkembang di Cina,” kata Elizabeth Berger dari Universitas Michigan. “Saya melihat banyak penjelasan dalam literatur-literatur Barat yang menggambarkan kalau hanya ada satu macam praktik ini. Padahal praktik ini sudah berlangsung selama 1.000 tahun dan berubah dari satu tempat ke tempat lainnya.”
Proses Pembuatan Kaki Lotus
Sahabat anehdidunia.com proses membentuk kaki mungil ini dilakukan semenjak anak gadis ini masih berusia antara empat sampai tujuh tahun. Pembebatan kaki ini biasanya dilakukan di musim dingin, agar rasa sakit dapat dikurangi karena pengaruh suhu dingin yang membuat kebas. Pertama-tama, kaki akan dioles dengan ramuan tumbuh-tumbuhan dan darah hewan supaya lemas dan kuku jari kaki dipotong sedalam mungkin. Setelah itu seluruh jari-jari kaki (toes) akan ditekuk ke arah telapak kaki (sole of the feet) dengan kekuatan penuh sampai tulang-tulang jarinya patah. Ini dilakukan tanpa obat bius, sehingga bisa dipastikan gadis cilik akan mengalami kesakitan yang luar biasa. Jari kaki yang sudah menempel di telapak kaki selanjutnya diikat erat dengan kain. Tindakan berikutnya kaki ini akan ditekuk ke bawah sejajar dengan tungkai kaki sampai tulang punggung kaki (arch) patah dan dibebat kembali dengan kain panjang.
Hasil kaki seroja yang ideal dengan panjang 7-9 sentimeter didapatkan setelah dilakukan pembebatan selama dua tahun. Si gadis memang masih dapat berjalan meskipun dengan perlahan-lahan. Dia akan lebih banyak bertumpu pada tumit (heel) dan gaya berjalannya akan sedikit menekuk lututnya dan berlenggak-lenggok (sway). Gaya berjalan ini dinamakan Lotus Gait dan dianggap menggemaskan secara seksual oleh para pria. Meskipun kaki mungil ini sering dianggap seksi oleh pria, penampilan fisik sesungguhnya dari kaki ini justru jauh dari menarik. Kaki yang sudah cacat ini sering mengalami infeksi dan mengeluarkan bau yang busuk.
Fosil Kaki yang Mengecil
Mencari fosil dari masa itu lantas menjadi salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai bagaimana praktik mengikat telapak kaki berlangsung di Cina. Dengan dibantu oleh rekan-rekan sejawatnya, Berger ini tengah melakukan penelitian di lokasi penggalian Yangguanzhai, Provinsi Shanxi, Cina tengah.
Berger dan rekan-rekannya pada awalnya berniat melakukan penelitian di tempat tersebut untuk mencari peninggalan dari zaman prasejarah Neolitikum. Namun saat sudah mulai penggalian, mereka justru malah menemukan reruntuhan makam dari masa Dinasti Ming, dinasti Cina yang berdiri pada abad ke-14 hingga ke-17.
Di lokasi yang sama, tim ilmuwan menemukan sisa-sisa tulang belulang pada masa itu. Sebagian di antara tulang tersebut adalah tulang metatarsal, tulang kecil yang menghubungkan jari kaki dengan tumit.
Saat ilmuwan membandingkan tulang-tulang metatarsal yang ditemukan di lokasi, mereka menemukan kalau ada tulang metatarsal yang tingkat pertumbuhannya sama, namun ukurannya lebih kecil dibandingkan tulang metatarsal lainnya. Pendapat kalau tulang metatarsal kecil tersebut berasal dari wanita yang melakukan praktik mengikat telapak kaki pun lantas diapungkan.
Berger dan para rekannya bukanlah satu-satunya tim ilmuwan yang melakukan riset serta penggalian terkait praktik mengikat telapak kaki. Christina Lee – pakar antropologi dari Universitas Negeri California – juga melakukan penelitian serupa di lokasi penggalian Xuecun, Provinsi Henan, Cina tengah.
Lee menjelaskan kalau upaya untuk memahami praktik mengikat kaki di Cina salah satunya terkendala oleh kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tradisional. Menurut kepercayaan mereka, kuburan yang usianya kurang dari 1.000 tahun tidak boleh diusik supaya arwah para leluhur tidak marah. Sebagai akibatnya, upaya untuk memahami praktik ini melalui peniunggalan fosil pun jadi lebih sulit untuk dilakukan.
“Mereka khawatir kalau nantinya mereka tidak sengaja mengganggu leluhur mereka dan kemudian bakal tertimpa nasib buruk di masa kini,” jelas Lee seperti yang dilansir oleh Live Science. Ia kemudian menambahkan bahwa jika ada penggalian yang dilakukan pada makam bersejarah yang usianya belum sampai 1.000 tahun, maka penggalian tersebut biasanya pada awalnya terjadi karena makamnya sedang berada dalam kondisi terancam hancur.
Untuk kasus Xuecun sendiri, penggalian bisa dilakukan karena lokasi tersebut berada dalam jalur proyek pengalihan aliran Sungai Yangtze ke ibukota Beijing. Sahabat anehdidunia.com dalam penggalian itulah, Lee dan rekan-rekannya menemukan sejumlah fosil yang menunjukkan adanya praktik mengikat telapak kaki.
Dilarang, tapi Tetap Dilakukan
Penemuan fosil-fosil di Xuecun juga memberikan informasi kalau praktik mengikat telapak kaki mengalami perubahan seiring perkembangan zaman. Praktik ini sudah banyak dilakukan pada masa Dinasti Ming dan jumlahnya kian bertambah pada masa Dinasti Qing.
Menurut Lee, Dinasti Qing sebenarnya sempat berusaha memberantas praktik mengikat telapak kaki ini. Pasalnya dinasti tersebut berasal dari etnis minoritas Manchu berkuasa, sementara praktik mengikat telapak kaki dianggap sebagai budaya khas etnis Han, etnis dengan populasi terbanyak di Cina.
Namun realita di lapangan justru malah menunjukkan kalau praktik mengikat telapak kaki semakin bertambah di masa Dinasti Qing. Penyebab utamanya adalah karena praktik ini tergolong sebagai praktik yang bisa dilakukan secara tertutup di rumah masing-masing penduduk. Ditambah lagi adanya iming-iming kalau wanita dengan kaki kecil bakal lebih muda mendapatkan pasangan nikah yang ideal.
Ketika Dinasti Qing mengalami keruntuhan pada tahun 1911, upaya untuk membasmi praktik yang dianggap menyiksa perempuan ini masih tetap berlanjut. Pada tahun 1912, Sun Yat Sen selaku pemimpin baru Cina secara resmi melarang orang tua mengikatkan kaki anak putrinya. Namun dalam kenyataannya, praktik mengikat telapak kaki tidak serta merta langsung menghilang, sehingga sisa-sisa praktik ini masih dapat ditemukan di masa kini.
referensi
https://www.livescience.com/64849-foot-bound-skeletons-china.html
https://www.chinahighlights.com/travelguide/china-history/chinese-foot-binding.htm