Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perkenalkan Haumea Planet Kecil Bercincin Yang Misterius

Tata Surya bukan hanya terdiri dari matahari dan 8 planet utamanya. Selain benda-benda langit tadi, masih ada penghuni lain Tata Surya seperti asteroid dan satelit yang mengelilingi planetnya masing-masing. Ada juga benda langit yang tidak termasuk dalam Tata Surya, namun sesekali menampakkan diri karena kebetulan jalur lintasannya berpapasan dengan Tata Surya.

Contoh dari benda langit tersebut adalah Haumea, sejenis planet kerdil yang tahun 2018 lalu melintas di Tata Surya. Momen langka tersebut tidak disia-siakan oleh para astronom yang memanfaatkannya untuk mengamati Haumea dengan lebih dekat.

Planet Haumea

Berdasarkan lokasi penampakannya. Haumea tergolong sebagai penghuni Sabuk Kuiper. Dalam bidang astronomi, Sabuk Kuiper adalah sebutan untuk benda-benda langit yang menempati wilayah di luar Neptunus, planet terjauh dalam Tata Surya. Pluto yang di masa lalu dikategorikan sebagai planet juga tergolong sebagai penghuni Sabuk Kuiper.

Haumea dan Pluto sendiri kebetulan memang memiliki banyak kemiripan. Selain sama-sama tergolong sebagai planet kerdil yang berlokasi di Sabuk Kuiper, keduanya juga sama-sama memiliki jalur lintasan atau orbit yang memotong jalur lintasan planet lain. Jika orbit Pluto memotong orbit Neptunus, maka orbit Haumea justru memotong orbit Pluto.

Kemiripan antara Haumea dengan Pluto masih belum berhenti sampai di sana. Karena lokasinya jauh dari matahari, baik Haumea maupun Pluto sama-sama memiliki permukaan yang diselimuti oleh es. Haumea juga memiliki 2 buah satelitnya sendiri. Oleh astronom, kedua satelit tersebut diberi nama Hi’iaka dan Namaka.

Bentuknya Seperti Batu Kali

Haumea Planet

Apa yang membuat Haumea begitu menarik dan berbeda dari planet kebanyakan adalah bentuknya yang tidak lazim. Normalnya planet – khususnya yang berlokasi di tata Surya – memiliki bentuk bulat layaknya bola. Namun Haumea justru memiliki bentuk bulat dan agak gepeng layaknya batu kali.

Menurut ilmuwan, bentuk Haumea yang unik tersebut disebabkan oleh rotasinya yang begitu cepat. Saking cepatnya planet kerdil ini berotasi, 1 hari di Haumea hanya berdurasi 4 jam versi bumi. Akibat rotasinya yang begitu cepat itulah, material penyusun planet ini pun jadi agak terpental ke bagian samping. Hasilnya, terciptalah planet yang bagian atas dan bawahnya terlihat agak gepeng. Cepatnya rotasi Haumea sekaligus menjadikan objek ini sebagai benda langit dengan rotasi tercepat yang pernah menampakkan diri di Tata Surya.

Perkiraan kalau Haumea bakal mendekati Tata Surya mulai diketahui oleh para astronom saat benda langit ini melintas di depan bintang URAT1 533-182543 pada bulan Januari 2017. Sahabat anehdidunia.com dengan melihat ukuran cahaya bintang yang terhalangi oleh Haumea, tim astronom pimpinan Pablo Santos Sanz kemudian mencoba membuat perkiraan ukuran Hauma dengan bantuan 12 teleskop dari 10 laboratorium pengamatan bintang berbeda.

Dengan mengetahui ukuran Haumea, astronom pun kemudian bisa membuat perkiraan mengenai karakteristik Haumea. Mulai dari waktu rotasinya, bahan penyusunnya, kepadatan planetnya, dan lain sebagainya. Dengan melihat ukurannya, astronom lantas menggolongkan Haumea sebagai planet kerdil layaknya Pluto. Pasalnya Haumea memiliki ukuran yang cukup besar untuk menciptakan medan gravitasinya sendiri.

Ide menggolongkan Hauma sebagai planet kerdil pada awalnya sempat dipertanyakan. Pasalnya tidak seperti Pluto yang bentuknya bulat, Haumea memiliki bentuk yang agak pipih. Namun hal tersebut toh tetap tidak menghalangi Haumea untuk digolongkan sebagai planet kerdil. “Saya tidak tahu apakah kasus ini bakal mengubah definisi (planet kerdil),” kata Sanz. “Saya rasa bisa saja, namun hal tersebut tetap memerlukan waktu.”

Sanz dan rekan-rekannya juga menemukan hal lain yang tak kalah menarik saat mengamati Haumea. Ternyata planet kerdil ini memiliki cincin di sekelilingnya. Padahal biasanya yang memiliki cincin hanyalah planet-planet berukuran besar seperti Saturnus, Yupiter, dan Uranus. 

Haumea di lain pihak ukurannya bahkan masih lebih kecil dibandingkan dengan Bulan. Jika Bulan diameternya mencapai lebih dari 3.000 km, maka Haumea hanya memiliki diameter kurang lebih separuhnya alias 1.436 km. 

Sanz menjelaskan kalau pihaknya mengetahui kalau Haumea memiliki cincin setelah melihat adanya keanehan pada bintang yang ditutupi oleh Haumea. Sahabat anehdidunia.com saat Haumea sudah tidak menutupi bintang tersebut, ternyata masih ada benda kecil yang menghalangi bintang tadi. Menurut perhitungan, Haumea memiliki cincin selebar 70 km yang berjarak 1.000 km dari permukaan Haumea.

Misteri Cincin Haumea

Cincin Planet Haumea

Lantas, bagaimana ceritanya Haumea bisa memiliki cincin? Menurut astronom David Rabinowitz yang tidak terlibat dalam penelitian ini, Haumea mungkin memiliki cincin karena pernah mengalami tabrakan di masa lalu. Seusai mengalami tabrakan, serpihan benda yang menabrak Haumea kemudian tertarik oleh gravitasi Haumea dan berputar di sekitarnya sebagai cincin.

Peristiwa serupa mungkin juga menjadi asal-muasal terbentuknya 2 satelit Haumea. Pasalnya 2 satelit Haumea diperkirakan terbuat dari es layaknya planet induknya. Menurut salah satu teori, Haumea di masa silam diperkirakan berukuran lebih besar. Namun karena mengalami tabrakan hebat, serpihan-serpihan besarnya kemudian menjadi 2 satelit Haumea. Sementara seprihan kecil dan debunya menjadi bahan penyusun cincin Haumea.

Teori yang kurang lebih serupa serupa juga menjadi salah satu teori mengenai asal-usul Bulan yang mengitari Bumi. Pasalnya batuan yang menyusun permukaan Bulan diketahui memiliki kemiripan dengan permukaan Bumi. Sahabat anehdidunia.com menurut teori pembentukan Bulan yang paling banyak dipercaya, pada awalnya Bumi masih belum memiliki satelit.

Namun kemudian sebuah benda langit yang berukuran lumayan besar menabrak Bumi. Akibatnya permukaan Bumi pecah dan sebagian isi planetnya terlontar keluar. Serpihan Bumi dan benda langit yang menabraknya tadi kemudian tertarik oleh gravitasi dan mengelilingi Bumi. Secara berangsur-angsur, serpihan-serpihan tadi menyatu hingga akhirnya menjadi Bulan seperti yang kita kenal sekarang.

Walaupun terlihat meyakinkan, baik Sanz maupun Rabinowitz sama-sama memperingatkan kalau teori tadi hanyalah sebuah pendapat ilmiah yang masih memerlukan pembuktian lebih jauh. “Itu baru satu teori,” kata Sanz. “(Teorinya) masih belum pasti.”

Haumea sendiri bukanlah satu-satunya benda angkasa kecil yang memiliki cincinnya sendiri. Pada tahun 2013 silam, astronom menemukan kalau asteroid Chariklo yang berasal dari Sabuk Kuiper memiliki cincin selebar 302 km. Dua tahun kemudian, giliran asteroid Chiron yang diperkirakan juga memiliki cincinnya sendiri.

Dengan melihat kasus Haumea dan 2 asteroid tadi, Sanz pun merasa yakin kalau di masa depan, manusia bakal menemukan lebih banyak lagi benda angkasa kecil yang memiliki cincin. “Saya yakin kalau dalam kurun waktu 5 tahun mendatang, kita bakal melihat lebih banyak (benda langit dengan) cincin,” kata Sanz.

Sanz juga tidak bisa menutupi rasa antusiasnya perihal kemungkinan menemukan lebih banyak benda angkasa bercincin di masa depan. “Saya rasa hal paling menggembirakan adalah kita sedang ada di permulaan iptek terkait cincin di sekitar benda langit minor. Jadi awalnya kita masih belum tahu banyak. Namun kemudian kita jadi tahu dan tahu lebih banyak lagi seiring dengan munculnya temuan-temuan baru,” paparnya seperti yang dikutip oleh Space.com.

Credit Referensi :
https://www.space.com/38432-dwarf-planet-haumea-has-rings.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Giant-impact_hypothesis