DARPA Ciptakan Senjata Militer AS Dikendalikan Oleh Kekuatan Pikiran
Membaca pikiran merupakan topik yang sangat sering diangkat dalam karya-karya fiksi ilmiah. Pasalnya dengan membaca pikiran seseorang, maka hal-hal yang selama ini disembunyikan oleh orang tersebut bisa langsung diketahui. Di film-film X-Men misalnya, karakter Charles Xavier diperlihatkan bisa membaca pikiran dan bahkan memanipulasi jalan pikiran orang tersebut.
Di dunia nyata, manusia memang masih belum bisa membaca pikiran dengan akurat. Hal itulah yang kini coba diubah oleh DARPA. Lembaga penelitian yang masih berafiliasi dengan Departemen Pertahanan AS tersebut pada pertengahan Mei mengumumkan kalau pihaknya kini tengah membayar sejumlah ilmuwan untuk menemukan metode pembaca pikiran.
Tujuan dari penelitian ini bukan semata-mata agar DARPA bisa mengetahui isi kepala seseorang. Mereka berencana mengembangkan senjata yang bisa dikendalikan hanya dengan pikiran orang tersebut. Sebagai contoh, jika teknologi pembaca pikiran ini pada akhirnya berhasil ditemukan, maka seseorang bisa mengendalikan drone militer hanya dengan membayangkannya saja. Atau dalam kasus lain, seseorang bisa mengirimkan informasi rahasia ke dalam pikiran orang lain tanpa harus menggunakan jalur komunikasi biasa yang rawan akan penyadapan.
Menurut pernyataan resmi DARPA, ada 6 kelompok ilmuwan yang bakal menerima pendanaan dari DARPA untuk menemukan teknologi pembaca pikiran. Mereka diminta menciptakan alat yang bisa membantu seseorang mengirimkan isi pikirannya ke dalam mesin dan sebaliknya.
“Bayangkanlah seseorang yang sedang mengendalikan drone atau seseorang yang sedang memeriksa data dalam jumlah yang amat banyak,” kata ilmuwan Jacob Robinson yang ikut terlibat dalam proyek ambisius ini. Robinson kemudian menjelaskan lebih jauh kalau teknologi pembaca pikiran bisa membantu memangkas waktu yang diperlukan oleh seseorang saat hendak mengirimkan perintah kepada mesin yang dikendalikannya.
“Saat saya ingin berkomunikasi dengan mesin saya, saya harus mengirimkan sinyal perintah dari otak saya ke mulut atau jari saya supaya bisa membuat perintah (kepada mesin), dan ini menambah waktu yang harus saya gunakan untuk berkomunikasi dengan sistem piranti lunak maupun piranti keras. Jadi saya pikir kami bisa mempersingkat waktu tersebut,” paparnya.
Robinson juga menjelaskan bahwa kendati proyek ini didanai oleh lembaga yang berafiliasi dengan militer, hasil temuan mereka kelak bukan hanya bakal digunakan oleh kalangan militer. Tetapi juga untuk kalangan sipil.
Walaupun teknologi dan pengetahuan manusia mengenai cara kerja otak sudah jauh berkembang, hingga sekarang manusia masih belum bisa menemukan teknologi yang bisa membaca pikiran dengan akurat. Selama ini jika manusia hendak memonitor kondisi otak seseorang, maka kepala orang tersebut akan dipasangi dengan perangkat elektroda.
Teknologi ini dikenal dengan istilah electroencephalography (EEG) dan lazim digunakan oleh kalangan dokter untuk menganalisa kondisi otak pada pasien epilepsi yang baru saja menjalani operasi otak. Namun menggunakan metode serupa pada orang yang masih sehat memiliki resiko tinggi karena metode ini dikhawatirkan justru malah akan menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi otak orang tersebut.
Karena metode EEG dianggap terlalu beresiko, DARPA pun menggelar proyek penelitian ini supaya pihaknya mendapatkan cara untuk membaca isi pikiran manusia tanpa harus melakukan pembedahan otak. DARPA berharap kalau dalam rentang waktu empat tahun, pihaknya berhasil mendapatkan metode yang dimaksud.
“Saat anda mencoba menangkap aktivitas otak dari luar tengkorak, sulit untuk mengetahui dari mana sinyal otaknya datang dan di mana sinyalnya dihasilkan,” kata Robinson seperti yang dilansir oleh Live Science. “Jadi tantangan besarnya adalah, bisakah kita menembus rintangan ini?”
Robinson sendiri sudah memiliki gambaran mengenai metode yang rencananya bakal digunakan dan diharapkan bisa menjadi jawaban atas proyek ini. Metode tersebut adalah dengan memakai virus yang sudah disisipkan memakai DNA khusus. Virus tadi selanjutnya akan disalurkan pada lokasi saraf tertentu supaya jaringan saraf atau neuronnya menghasilkan dua macam protein khusus.
Protein jenis pertama adalah protein yang yang menyerap cahaya ketika neuron sedang bekerja. Sesudah menerima virus, orang yang bersnagkutan akan diminta memakai semacam detektor yang bentuknya menyerupai headset. Detektor ini dilengkapi dengan pemancar sinar infra merah yang bisa menembus lapisan kerastulang tengkorak.
Fungsi dari detektor ini adalah untuk memindai otak pemakaianya secara keseluruhan supaya bisa mendapatkan gambaran otaknya. Di sinilah protein tadi menunjukkan perannya. Ketika neuron yang menerima gen dari virus sedang aktif, maka lokasi neuron tersebut akan nampak lebih gelap saat diperiksa memakai detektor. Dengan membaca pola-pola yang muncul, ilmuwan bisa mendapatkan informasi mengenai apa saja yang pernah dilihat dan didengar oleh orang yang bersangkutan.
Protein jenis kedua memiliki cara kerja berdasarkan konsep nanopartikel magnetik. Fungsi dari protein ini adalah untuk membantu otak menerjemahkan pesan yang datang dari luar. Untuk keperluan ini, mula-mula headset akan diberikan sinyal tertentu.
Jaringan neuron yang menerima sinyal tersebut kemudian akan menciptakan informasi berupa gambar atau suara yang tertanam dalam pikiran pemiliknya. Dengan begitu, suatu informasi bisa dikirimkan langsung ke dalam otak manusia tanpa harus melalui perantara alat komunikasi konvensional semisal telepon atau komputer. Jika segalanya berjalan sesuai rencana, nantinya dua orang manusia bisa saling mengirimkan informasi gambar yang ada di dalam benaknya masing-masing.
“Mengetahui cara mengolah atau menerjemahkan informasi yang berasal dari panca indra adalah hal yang sudah cukup kami pahami,” kata Robinson. “Pada masa di mana sains sedang pesat-pesatnya, saya rasa kami sudah memiliki teknologi yang cukup menunjang untuk hal tersebut.”
Tim ilmuwan yang dipimpin oleh Robinson sendiri bukanlah satu-satunya kelompok yang memiliki wacana teknologi pembaca dan pemindah isi pikiran manusia. Selain mereka, tim ilmuwan dari lembaga riset nirlaba Battelle juga tengah mendalami topik serupa. Tujuan penelitian mereka bahkan nampak lebih ambisius karena mereka ingin menciptakan alat yang bisa membuat manusia mengendalikan banyak drone sekaligus hanya dengan bermodalkan kekuatan pikirannya.
“Stik permainan dan kursor permainan pada dasarnya hanyalah perangkat satu arah,” kata Gaurav Sharma selaku ilmuwan yang memimpin tim peneliti Battelle. “Namun sekarang kami berpikir soal bagaimana caranya supaya seseorang bisa mengendalikan banyak drone sekaligus secara 2 arah. Jadi ketika dronenya bergerak ke kiri, anda akan mendapatkan informasi kalau dronenya sedang bergerak ke kiri.”
Untuk keperluan ini, tim ilmuwan Battelle mengembangkan perangkat khusus yang bentuknya menyerupai headset atau aksesoris kepala. Saat diaktifkan, perangkatnya akan menciptakan semacam lapisan magnet pada jaringan neuron pemakainya dan kemudian “menembakkan” gelombang khusus supaya neuron pada titik-titik tertentu bereaksi.
Sharma sendiri mengakui kalau menerjemahkan informasi dari otak manusia untuk mengendalikan drone bukanlah hal yang mudah. Namun Sharma menolak untuk bersikap putus asa dan lebih memilih untuk menganggapnya sebagai tantangan yang menunggu untuk dipecahkan. Pasalnya menurut Sharma, otak merupakan organ tubuh yang paling misterius sekaligus luar biasa.
“Otak adalah ujung terakhir dalam sains pengobatan. Kita baru mengerti sedikit soal otak. Namun justru itulah yang membuat menarik karena berarti masih banyak hal yang bisa kita teliti,” jelasnya. Semoga optimisme Sharma tersebut bisa berlanjut dengan keberhasilan penelitian mereka.
Sumber :
https://www.livescience.com/65546-darpa-mind-controlled-weapons.html