Sesudah Dilatih Manusia, Tikus-Tikus Ini Bisa Melakukan Hal-Hal yang Luar Biasa
Tikus adalah hewan yang tidak asing bagi manusia. Hewan pengerat ini kerap dianggap sebagai hewan menjijikan yang harus dibasmi karena kebiasaannya menggerogoti perabotan dan simpanan makanan milik manusia. Namun di balik reputasi negatif yang dimilikinya, tikus juga memiliki manfaat bagi manusia karena tikus bisa dilatih untuk melakukan hal-hal yang dianggap terlalu beresiko jika harus dilakukan oleh manusia. Berikut ini adalah contohnya:
Tikus untuk Menguji Obat
Jika seseorang jatuh sakit, maka metode penyembuhan yang lazim digunakan adalah memberikan obat kepada orang yang bersangkutan. Namun sebelum suatu obat bisa diberikan kepada manusia, obat tersebut harus diuji terlebih dahulu supaya obat yang sama tidak membuat sakitnya bertambah parah. Di sinilah tikus menunjukkan perannya.
Sebelum suatu obat diuji coba kepada manusia, maka obat yang bersangkutan bakal diuji coba terlebih dahulu kepada tikus. Sepintas terdengar aneh karena manusia dan tikus adalah 2 jenis makhluk yang sama sekali berbeda. Namun ada pertimbangan khusus kenapa tikus yang dipilih untuk menguji coba obat manusia.
Alasan pertama adalah karena tikus berukuran kecil dan mudah dipelihara. Tikus juga memiliki kemampuan berkembang biak dengan amat cepat sehingga ilmuwan yang hendak menguji coba obat dalam jumlah besar bakal selalu memiliki persediaan tikus yang cukup. Tikus yang sudah dipelihara sejak lahir juga cenderung memiliki perilaku yang amat jinak sehingga tidak akan melawan saat hendak disuntik.
Alasan kedua adalah meskipun tikus tidak sama dengan manusia, tikus tetap memiliki sejumlah kemiripan dalam aspek-aspek tertentu. Sebagai contoh, baik manusia maupun tikus sama-sama tergolong sebagai mamalia berdarah hangat. Jadi ketika sebuah obat diuji coba pada tikus, dampak yang ditimbulkan pada tikus tersebut diperkirakan tidak akan jauh berbeda saat obatnya dikonsumsi oleh manusia.
Tikus Penjinak Ranjau
Tikus kerap dianggap sebagai hewan hama yang berbahaya karena mereka bisa menularkan penyakit-penyakit mematikan bagi manusia seperti pes dan leptospirosis. Namun lain halnya dengan tikus-tikus ini. Pasalnya berkat keberadaan mereka, ribuan atau bahkan jutaan warga sipil di Mozambik terhindar dari ancaman ledakan ranjau.
Tikus yang dimaksud di sini memang bukanlah tikus biasa seperti yang kerap kita jumpai di rumah-rumah, melainkan tikus berkantung Afrika (Cricetomys gambianus) yang bisa tumbuh hingga seukuran kucing. Tikus inilah yang dimanfaatkan oleh lembaga Apopo yang bermarkas di Belgia untuk dijadikan hewan pendeteksi ranjau.
Mula-mula, staf lembaga yang bersangkutan akan memelihara tikus berkantung Afrika selama 9 bulan. Selama dipelihara, tikus-tikus tersebut dilatih untuk mengenali bau ranjau dan menggali lokasi di mana ranjau tersebut dikuburkan. Jika tikus yang bersangkutan bisa menjalankan tugasnya dengan baik, tikus tersebut akan menerima imbalan berupa makanan yang enak.
Negara Mozambik yang terletak di Afrika bagian selatan menjadi negara di mana tikus-tikus tersebut diberdayakan untuk menjadi penjinak ranjau. Sekedar informasi, beberapa tahun yang lampau Mozambik pernah dilanda perang saudara berkepanjangan. Meskipun perang sudah lama berakhir, masih ada ranjau yang terkubur di negara tersebut sehingga penduduk setempat masih harus memedam rasa was-was saat beraktivitas di luar rumah.
Di sinilah tikus berkantung Afrika menunjukkan perannya. Begitu dilepas ke lokasi yang diduga mengandung ranjau, tikus yang bersangkutan akan berkeliaran ke sana kemari dan mengendus-endus ranjau yang mungkin ada di bawahnya. Karena tikus ini berbobot jauh lebih ringan dibandingkan manusia, ranjau yang diinjak oleh tikus tidak akan meledak sehingga tikus ini bisa menjalankan tugasnya tanpa harus khawatir akan keselamatannya.
Tikus berkantung Afrika terbukti merupakan hewan penjinak ranjau yang sangat efisien. Hanya dalam rentang waktu 30 menit, kawanan tikus ini bisa membuat suatu daerah benar-benar bersih dari ranjau. Sebagai perbandingan, manusia yang dilengkapi dengan detektor logam memerlukan waktu 3 jam untuk bisa membersihkan ranjau dalam daerah dengan luas yang sama.
TBC atau lengkapnya tuberkolosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang (basil). Penyakit ini menyerang paru-paru dan bisa menyebabkan korbannya mengalami penurunan berat badan, sulit bernapas, batuk darah, dan bahkan meninggal. Jika seseorang didiagnosis mengidap TBC, maka orang tersebut harus segera dirawat di ruang tertutup supaya bakterinya tidak menyebar ke udara dan menjangkiti mereka yang masih sehat.
Penyakit TBC memang sudah ada vaksin dan obatnya. Namun karena fasilitas kesehatan yang memadai untuk menangani penderita TBC masih belum merata, penyakit ini tetap merenggut korban jiwa yang tidak sedikit. Berdasarkan data tahun 2016, sebanyak 1,3 juta orang di seluruh dunia diketahui meninggal akibat TBC.
Kendala lain dari pemberantasan TBC adalah jika penyakit ini menyerang anak-anak, maka penyakit tersebut seringkali tidak terdeteksi pada awalnya. Pasalnya TBC hanya bisa dideteksi secara akurat dengan menganalisa sampel air liur dan lendir dari orang yang bersangkutan. Sementara anak-anak belum bisa menyediakan air liur dan lendir dalam jumlah yang cukup untuk bisa dianalisa di laboratorium.
Sebagai akibat dari kendala tersebut, anak-anak yang menderita TBC memiliki peluang yang tinggi untuk mendapatkan hasil tes negatif saat sampel air liur atau lendirnya diperiksa. Padahal jika penyakit ini sudah berkembang ke tahap lanjut, penyakit TBC menjadi lebih sulit untuk diobati. Hal tersebut belum ditambah dengan adanya resiko kalau sang anak tanpa sengaja menularkan bakterinya ke orang lain sebelum penyakitnya terdeteksi.
Tikus berkantung Afrika lantas dianggap sebagai solusi masalah ini oleh tim dokter asal Tanzania dan Kenya. Dasarnya adalah penyakit yang menyerang paru-paru seringkali menimbulkan bau menyengat yang khas, sementara tikus berkantung Afrika diketahui memiliki indra penciuman yang tajam. Jadilah mereka kemudian mencoba melatih hewan ini untuk membantu mendeteksi sampel penderita TBC.
Sebagai langkah awal, tim dokter yang terlibat dalam penelitian ini bepergian ke sejumlah tempat memakai sepeda motor untuk mengumpulkan sampel dari para pasien TBC di klinik-klinik setempat.
Sampel tersebut kemudian didekatkan kepada tikus yang sudah dilatih untuk melihat apakah tikus yang sama bisa mendeteksi adanya bakteri TBC di dalamnya. Hasilnya, jumlah sampel anak penderita TBC yang berhasil dideteksi meningkat hingga 40 persen jika dibandingkan dengan metode uji biasa.
Tikus Setengah Robot
Radio kontrol merupakan perangkat permainan di mana seseorang mengendalikan laju kendaraan mini semisal mobil-mobilan dengan memakai perangkat pengendali dari jarak jauh. Namun ternyata bukan hanya mobil-mobilan yang bisa dikemudikan memakai perangkat radio kontrol. Tikus pun ternyata juga bisa.
Radio kontrol merupakan perangkat permainan di mana seseorang mengendalikan laju kendaraan mini semisal mobil-mobilan dengan memakai perangkat pengendali dari jarak jauh. Namun ternyata bukan hanya mobil-mobilan yang bisa dikemudikan memakai perangkat radio kontrol. Tikus pun ternyata juga bisa.
Pada tahun 2002, ilmuwan mencoba menciptakan tikus yang bisa dikendalikan dari jauh layaknya kendaraan radio kontrol. Untuk keperluan tersebut, mula-mula tim ilmuwan memasangkan perangkat elektronik mini pada kepala tikus. Sesudah itu ilmuwan akan memberikan perintah-perintah sederhana kepada sang tikus dengan cara mengetikkan sesuatu di laptop.
Begitu pesan perintah tadi sudah diketikkan, perangkat yang ada di otak tikus akan mengirimkan sinyal elektronik khusus. Selama melakukan uji coba, tikus tersebut diminta melakukan hal-hal seperti memanjat pohon dan memasuki lokasi yang berbahaya. Selama lebih dari 1 jam, tikus tersebut berhasil menjalankan perintah-perintah yang diberikannya dengan tepat.
Penelitian mengenai tikus setengah robot ini sendiri bukanlah tanpa kontroversi. Pakar bioetika menganggap kalau penelitian ini bisa dikategorikan sebagai bentuk kekejaman dan pemaksaan kepada hewan. Tidak sedikit yang menduga kalau penelitian ini bakal dikembangkan lebih lanjut untuk keperluan militer karena penelitian yang sama didanai oleh Departemen Pertahanan AS.
referensi:
https://www.livescience.com/32860-why-do-medical-researchers-use-mice.html
https://listverse.com/2019/01/21/top-10-surprising-abilities-and-facts-about-rats/