Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengejutkan! Ternyata Fatamorgana Bukan Hanya Terjadi di Padang Pasir

Fatamorgana. Itulah nama yang terdengar indah namun sekaligus membawa aura misterius di baliknya. Disebut misterius karena fatamorgana merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menyebut ilusi yang terlihat di kejauhan. Nama fatamorgana sendiri diambil dari Morgan le Fey, penyihir wanita yang muncul dalam cerita legenda Raja Arthur.

Di dalam ceritanya, Morgan diceritakan masih memiliki hubungan darah dengan Arthur. Ia ditampilkan bisa mengangkat istana ke udara dan menciptakan ilusi untuk memikat para pelaut supaya menceburkan diri ke dalam laut hingga akhirnya mati tenggelam. Nama Morgan kemudian digunakan untuk menyebut fenomena munculnya bayang-bayang di kejauhan.

Fatamorgana Gurun Pasir
Fatamorgana di Gurun pasir via Michael Gwyther-Jones
Jika membicarakan soal fatamorgana, maka orang awam biasanya bakal langsung membayangkan soal gurun pasir. Pasalnya fatamorgana memang kerap muncul di tengah-tengah padang pasir dalam wujud kolam atau pepohonan. Tidak jarang orang yang sedang kehausan di tengah-tengah padang pasir berlari dengan girang ke arah fatamorgana tersebut. Hanya untuk menemukan kalau mata air yang terbentang di hadapannya ternyata hanyalah ilusi semata.

Lantas, apa penyebab fatamorgana sebenarnya? Tidak seperti halusinasi yang penyebabnya berasal dari khayalan orang itu sendiri, penyebab fatamorgana berasal dari luar. Untuk memahami penyebab fatamorgana, maka mula-mula kita harus mengetahui cara kerja indra penglihatan manusia serta mekanisme perambatan cahaya itu sendiri.

Seperti yang kita tahu, manusia hanya bisa melihat suatu benda jika benda tersebut terkena oleh cahaya. Cahaya yang terpantul oleh benda kemudian masuk ke dalam mata dan kemudian dibiaskan oleh lensa supaya jatuh tepat di retina. Bayangan yang jatuh di retina tadi kemudian diproses lagi di otak sehingga manusia bisa mengetahui benda apa yang dilihatnya.

Berbeda dengan anggapan awam, cahaya sebenarnya tidak benar-benar bergerak luas, melainkan mengalami sejumlah pembelokan saat melewati benda-benda tertentu. Sebagai contoh, ketika kita melihat dasar kolam, kita akan melihat kalau dasar kolam tersebut jaraknya seolah-olah lebih dekat karena adanya pembiasan cahaya dari air ke udara. Pemandangan hasil pembelokan cahaya tersebut dikenal dengan sebutan bayang-bayang (mirage).

Terjadinya Fatamorgana

Ada dua tipe bayang-bayang berdasarkan posisinya terhadap benda aslinya, yaitu bayang-bayang tipe inferior dan tipe superior. Pada bayang-bayang tipe inferior, bayangan bendanya terlihat berada di bawah posisi benda aslinya. Bayang-bayang tipe inferior normalnya tercipta di suatu tempat yanag tanahnya datar, berpermukaan panas, dan sedang tidak berangin. Misalnya di gurun pasir atau di jalan raya pada puncak siang hari.

Bayang-bayang tipe inferior tercipta ketika matahari menyinari permukaan tempat tersebut. Panas yang terserap oleh permukaan kemudian tanah kemudian merambat ke lapisan udara yang berada tepat di atasnya. Hasilnya, terciptalah pemandangan menyerupai genangan air dan pegunungan di atas permukaan tanah. Pemandangan menyerupai genangan dan pegunungan itu sendiri aslinya adalah langit dan awan yang bayang-bayangnya terpantul di permukaan tanah.

Ada tidaknya bayang-bayang inferior sendiri bukan ditentukan oleh seberapa panas suhu pada tempat tersebut, melainkan oleh seberapa besar perbedaan suhu antara lapisan udara di atas permukaan tanah dengan lapisan udara di atasnya lagi.

Bayang-bayang superior di lain pihak adalah bayang-bayang pantulan suatu benda yang posisinya berada di atas posisi benda aslinya, sehingga bendanya di mata manusia terlihat seolah-olah sedang melayang. 

Karena bayang-bayang superior merupakan kebalikan dari inferior, maka persyaratan munculnya bayang-bayang ini pun terbalik. Bayang-bayang superior tercipta ketika suhu lapisan udara di atas permukaan tanah lebih rendah dibandingkan suhu lapisan udara di atasnya. Nah, fatamorgana tergolong sebagai bayang-bayang tipe superior.

Walaupun istilah fatamorgana berasal dari legenda Raja Arthur yang notabene merupakan legenda asal Inggris, orang pertama yang diketahui menggunakan istilah ini untuk menyebut ilusi yang melayang di atas permukaan bumi adalah Marc Antonio Politi, seolah filsuf asal Italia yang hidup pada abad ke-17. 

Dalam tulisannya, Politi menjelaskan kalau benda yang kecil bisa terlihat amat besar dan tinggi dari kejauhan. Penduduk di masa itu meyakini kalau fenomena tersebut tercipta karena Morgana sedang mendemonstrasikan kekuatan sihirnya. 

Berbeda dengan anggapan awam, fatamorgana bukan hanya dapat ditemukan di gurun pasir. Fatamorgana ternyata merupakan fenomena yang cukup sering ditemui di Kutub Utara dan Selat Messina, Italia selatan. Di Anchorage, Alaska contohnya, ada fatamorgana berwujud pegunungan salju raksasa yang terlihat melayang di atas laut. 

Fata Morgana di Laut

Kalau di Selat Messina, fatamorgana kerap muncul dalam wujud kapal yang melayang di atas laut. Menurut pakar fisika Jill Coleman dari Universitas Ball State, Selat Messina menjadi lokasi kemunculan fatamorgana yang cukup sering sebagai akibat dari banyaknya kapal yang melintas, adanya pulau kecil di kejauhan, dan kondisi Laut Mediterania yang secara umum berarus tenang. 

Sifat fatamorgana yang misterius pada gilirannya memunculkan dugaan kalau mungkin fatamorgana merupakan jawaban atas munculnya fenomena-fenomena penampakan terkenal yang banyak dibicarakan oleh para pecandu teori konspirasi dan supranatural. 

Salah satu fenomena penampakan yang dimaksud adalah penampakan kapal misterius Flying Dutchman. Menurut legenda yang banyak dipercaya, Flying Dutchman adalah kapal hantu yang wujudnya menyerupai kapal layar hitam dan kerap menampakkan diri saat cuaca buruk tengah menimpa lautan. Namun bukan tidak mungkin kalau apa yang terlihat sebagai kapal hantu tersebut aslinya hanyalah fatamorgana semata.

Selain Flying Dutchman, kasus fatamorgana laut lain yang cukup terkenal adalah misteri Pulau Crocker. Pada awalnya, seorang penjelajah asal AS yang bernama Robert Peary melakukan ekspedisi ke Kutub Utara pada tahun 1906. Dalam catatannya, ia menulis kalau ada suatu pulau di kejauhan yang bernama Pulau Crocker.

Begitu catatan perjalanan Peary tersebut dirilis ke publik, para penjelajah lain yang juga pernah menjamah wilayah utara bumi menuduh Peary sudah berbohong. Pasalnya berdasarkan pengalaman mereka, tidak ada pulau seperti yang dimaksud oleh Peary. Demi memulihkan nama baik Peary, mantan asisten Peary yang bernama Donald MacMillan kemudian melakukan ekspedisi untuk menemukan Pulau Crocker pada tahun 1913.

Dalam ekspedisi tersebut, MacMillan melihat bayang-bayang pulau di kejauhan dan mengira kalau itu adalah Pulau Crocker. Namun salah seorang anggota rombongan MacMillan yang kebetulan juga merupakan anggota suku lokal Inuit menjelaskan kalau ada tidak ada apa-apa di sanadan yang dilihat oleh MacMillan aslinya hanyalah ilusi semata.

Namun MacMillan yang sudah terlanjur bersemangat tidak mau mendengarkan penjelasannya dan memilih untuk berlayar menuju “pulau” tersebut. Sesudah 5 hari berlalu, ternyata memang benar tidak apa-apa di sana. MacMillan pun harus pulang kepala tertunduk karena ia gagal membuktikan keberadaan Pulau Crocker. Ilmuwan di masa kini meyakini kalau apa yang disebut sebagai Pulau Crocker tersebut aslinya hanyalah fatamorgana semata.

Selain kasus penampakan misterius yang terjadi di atas permukaan bumi, fatamorgana bisa menjadi jawaban untuk kasus-kasus penampakan UFO alias benda langit misterius. Kendati fatamorgana tidak bisa digunakan untuk menjelaskan setiap kasus penampakan UFO, tidak menutup kemungkinan kalau penampakan-penampakan tertentu yang dikelirukan sebagai UFO atau pesawat makhluk asing aslinya merupakan penampakan fatamorgana.

refrensi:
https://www.atlasobscura.com/articles/mirages-not-in-the-desert
https://www.atlasobscura.com/articles/31-days-of-halloween-day-flying-dutchman-harbinger-of-watery-doom