Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Obat Berbahan Baku Bagian Tubuh Manusia

Sejak dulu, manusia selalu terobsesi untuk menjaga supaya dirinya tidak jatuh sakit. Namun sebagai akibat dari masih terbatasnya teknologi dan pengetahuan, tidak jarang obat-obatan yang digunakan pada masa lampau menggunakan bahan-bahan yang terkesan menakutkan bagi kita yang hidup di masa sekarang, misalnya dengan menggunakan bagian tubuh manusia. Berikut ini adalah 5 contoh obat berbahan manusia yang sempat marak digunakan di Eropa pada masa lampau.

Darah

Darah Gladiator

Bicara soal olah raga Romawi Kuno, maka gladiator bakal menjadi nama yang muncul di benak banyak orang. Dalam olah raga ini, kematian salah satu peserta gladiator menjadi pemandangan yang amat lazim dijumpai. 

Saat seorang gladiator tewas, darahnya akan diambil dan dijual sebagai obat karena mereka yang meminum darah mendiang gladiator dipercaya bakal ikut memperoleh keberanian dan kekuatan dari sang gladiator. Meminum darah langsung dari luka sang gladiator juga dipercaya bisa menyembuhkan penyakit epilepsi.

Selain darah, orang juga memakan organ hati gladiator karena bagian tubuh tersebut diyakini bisa memberikan khasiat serupa. Sahabat anehdidunia.com ketika praktik gladiator pada akhirnya dilarang, praktik meminum darah manusia sebagai metode pengobatan tidak lantas berhenti karena kini orang-orang mencari darah dari korban hukuman mati.

Keyakinan kalau epilepsi bisa disembuhkan dengan meminum darah manusia memiliki riwayat yang panjang karena masih banyak orang yang mempercayai pola pikir tersebut hingga akhir abad ke-19. Di negara-negara Skandinavia dan Jerman, setiap kali pemenggalan dilakukan, para penderita epilepsi akan berkerumun di sekitar lokasi sambil membawa cangkir untuk mengambil darah dari sang korban hukuman mati.

Bukan hanya darah dari rakyat biasa korban hukuman mati yang ramai dicari. Darah dari golongan raja korban eksekusi mati juga diminati oleh banyak orang. Pada tahun 1649 misalnya, raja Inggris Charles I dihukum penggal atas tuduhan pengkhianatan. Setelah ia tewas, massa di lokasi eksekusi beramai-ramai mencelupkan tangannya pada darah Charles karena darahnya dipercaya bisa menyembuhkan penyakit amandel.

Lemak

Lemak manusia

Pada abad ke-17 hingga 18, lemak manusia merupakan komoditas yang ramai diperdagangkan oleh kalangan algojo hukuman mati. Di Paris contohnya, setiap kali hukuman mati dilaksanakan, warga akan berkerumun di sekitar lokasi sambil membawa guci untuk menampung lemak yang diambil dari tubuh korban hukuman mati.

Hadir secara langsung di lokasi eksekusi juga membantu meyakinkan publik kalau lemak yang didapatnya memang benar-benar berasal dari manusia, bukan dari hewan. Menurut pandangan orang-orang pada masa itu, lemak manusia dipercaya bisa mengobati radang sendi, asam urat, dan kanker payudara.

Penggunaan lemak manusia sebagai obat bukan hanya populer di kalangan rakyat biasa, tetapi juga di kalangan bangsawan dan raja. Sahabat anehdidunia.com Ratu Elizabeth asal Inggris dilaporkan melumuri wajahnya sendiri dengan lemak manusia untuk mengobati bekas bisul yang ditimbulkan oleh cacar.

Selain untuk obat luar, Ratu Elizabeth diisukan juga gemar meminum ramuan yang terbuat dari campuran lemak manusia, lilin lebah, dan minyak tusam. Campuran itu sendiri aslinya memiliki dampak berbahaya bagi manusia karena beracun. Saatu Ratu Elizabeth akhirnya meninggal pada tahun 1603, kematiannya diduga terjadi akibat meningkatnya kadar senyawa beracun dalam darahnya.

Lumut Tengkorak

Lumut Tengkorak

Lumut adalah tanaman yang lazim dijumpai di bebatuan. Normalnya lumut dianggap sebagai tanaman yang tidak berguna bagi manusia. Namun pada masa lampau di Eropa, lumut justru banyak dicari oleh manusia. Bukan sembarang lumut, melainkan lumut yang tumbuh pada tulang tengkorak manusia.

Lumut tengkorak atau usnea pada masa itu lazim dijumpai pada tengkorak mayat prajurit yang tergeletak di medan perang dan membusuk hingga tinggal menyisakan tulang belulangnya. Orang-orang pada masa itu percaya bahwa saat ada usnea yang tumbuh pada tengkorak prajurit yang gugur, maka jiwa dan semangat dari sang prajurit akan diserap oleh usnea tersebut dan memiliki khasiat khusus jika dikonsumsi oleh manusia. 

Usnea banyak dikonsumsi oleh manusia sepanjang abad ke-17 hingga 18. Biasanya usnea dijual saat sudah berwujud bubuk. Saat seseorang mengalami mimisan atau masalah menstruasi, maka ia akan menggunakan bubuk ini pada bagian tubuh yang mengeluarkan darah. Obat berbahan usnea juga digunakan untuk mengobati penyakit lain semisal epilepsi.

Pakar kesehatan Sir Francis Bacon juga sempat mengusulkan supaya senjata yang digunakan untuk melukai orang lain diolesi dengan usnea. Ia meyakini bahwa dengan melakukan hal tersebut, luka yang ditimbulkan oleh senjata tadi akan sembuh dengan sendirinya.

Mumi

mumi

Jika bicara soal mumi alias mayat yang sudah diawetkan, mumi buatan bangsa Mesir Kuno adalah salah satu yang paling terkenal. Pasalnya berkat prosedur rumit yang dikembangkan oleh bangsa Mesir Kuno, mayat yang sudah mereka awetkan bisa tetap bertahan hingga ratusan atau bahkan ribuan tahun kemudian.

Di Eropa, mumi yang berasal dari zaman Mesir Kuno sempat banyak dicari karena bagian-bagian tubuh yang berasal dari mumi dipercaya bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Mulai dari keracunan, penyumbatan pembuluh darah, epilepsi, radang lambung, hingga patah tulang.

Obat-obatan yang menggunakan mumi sebagai bahan bakunya juga tidak kalah beragam. Mulai dari ramuan berbahan mumi, balsem mumi, hingga serbuk mumi. Dari sekian banyak jenis obat berbahan mumi tersebut, serbuk mumi merupakan jenis obat yang paling banyak digunakan.

Pada abad ke-12 hingga 20, bubuk mumi banyak dijual di toko-toko obat Eropa dengan nama mumia. Adanya keyakinan kalau mumi bisa menyembuhkan segala macam penyakit tidak lepas dari keyakinan orang-orang Eropa pada masa itu.

Sebagai akibat dari tingginya permintaan di Eropa, mumi-mumi yang ditemukan di Mesir Kuno dijarah dan kemudian dikirim ke Eropa dalam jumlah besar. Saat jumlah mumi yang tersedia di pasaran semakin menipis, praktik pembuatan mumi palsu pun mulai menjamur. Orang-orang yang baru saja meninggal akan dijemur dan kemudian didandani sedemikian rupa supaya terlihat seperti mumi.

Bubur Otak

The Art of Distillation

Jika anda menyukai film atau game bergenre horor, maka tentunya sudah menjadi pengetahuan umum kalau zombie atau mayat hidup gemar mengkonsumsi otak manusia. Namun tahukah anda kalau di Eropa pada masa lampau, ternyata orang yang masih hidup pun juga gemar mengkonsumsi otak manusia? 

Buku “The Art of Distillation” yang ditulis oleh pakar kesehatan John French dan diterbitkan pada tahun 1651 memberikan penjelasan rinci mengenai cara menggunakan otak manusia sebagai obat. Proses penyiapannya dijelaskan sebagai berikut:

“Ambillah otak dari seorang pemuda yang tewas akibat kekerasan, bersama dengan selaput, pembuluh darah, syaraf, dan sumsum dari belakang tubuhnya... Tumbuklah semuanya dalam penumbuk batu hingga menjadi seperti bubur.”

Sesudah bubur manusia tersebut selesai dibuat, French menginstruksikan supaya buburnya dicampur dengan kotoran kuda dan dibiarkan dalam kondisi demikian selama 6 bulan. Sesudah itu, barulah bubur tadi disuling hingga menjadi cairan yang bisa dikonsumsi.

French sendiri pada masa itu bekerja sebagai dokter militer. Dengan melihat profesinya tersebut, French diduga kuat kerap membuat bubur manusia dari para tentara korban perang yang meninggal seusai menerima pertolongan medis.

French bukanlah satu-satunya pakar kesehatan pada masa itu yang menyarankan penggunaan bubur manusia untuk keperluan pengobatan. Literatur-literatur kesehatan yang muncul pada abad ke-17 hingga 18 banyak menyinggung bubur manusia sebagai obat.

Sumber :
https://listverse.com/2017/04/30/top-10-corpse-medicines-that-turned-patients-into-cannibals/