Fakta Menakjubkan Teknologi Inkubator Telur Mesir Kuno
Peradaban Mesir Kuno tidak pernah berhenti mengundang decak kagum. Pasalnya kendati peradaban ini berasal dari masa ribuan tahun yang lampau, ada banyak peninggalan menakjubkan yang ditemukan dari peradaban ini. Mulai dari bangunan-bangunan megah semisal piramida, teknik pengawetan mayat untuk mumi, sistem kalender yang akurat, dan masih banyak lagi.
Peninggalan lain yang sebenarnya tidak kalah menakjubkan namun jarang disinggung oleh orang-orang di masa kini adalah inkubator alias tempat penetasan telur. Kendati terlihat remeh, keberadaan inkubator ini sebenarnya tidak kalah mengagumkan jika dibandingkan dengan hasil-hasil karya bangsa Mesir Kuno yang lain. Berikut ini adalah fakta-fakta menarik mengenai inkubator telur khas Mesir Kuno.
Bentuknya Seperti Piramid Mini
Untuk ukuran sejarah Mesir Kuno yang berlangsung selama ribuan tahun lamanya, inkubator Mesir Kuno merupakan penemuan yang relatif baru karena inkubator ini diperkirakan baru mulai digunakan sejak abad ke-4 Sebelum Masehi (SM). Sebagai perbandingan, Piramid Raksasa Giza diperkirakan dibangun pada abad ke-25 SM.
Menurut Salima Ikram, pakar sejarah Mesir Kuno dari Universitas Amerika di Kairo, Mesir, ayam bukanlah hewan asli Mesir. Unggas ini pada awalnya dipelihara oleh manusia di Asia sekitar 10.000 tahun yang lalu sebelum kemudian menyebar sampai ke Mesir melalui Mesopotamia (peradaban kuno yang lokasinya terletak di wilayah modern Irak). Kalau menurut teori lain, bangsa Mesir Kuno baru mulai mengenal ayam lewat kapal-kapal dagang yang singgah di Mesir sebelum berlayar menuju Afrika Timur.
Di luar teori mana yang benar, bangsa Mesir Kuno diketahui baru mulai mengkonsumsi ayam secara rutin pada masa Dinasti Ptolemaik yang berdiri pada tahun 323 hingga 30 SM. Seiring dengan meningkatnya minat rakyat Mesir Kuno untuk mengkonsumsi ayam, keberadaan inkubator pun diperlukan supaya penduduk Mesir Kuno bisa mencukupi kebutuhan ayamnya secara mandiri.
Secara garis besar, inkubator telur Mesir Kuno terdiri dari sebuah bangunan dengan beberapa cerobong di atasnya. Sahabat anehdidunia.com cerobong-cerobong tersebut bentuknya menyerupai piramid dengan bagian puncak yang berlubang. Di bawah cerobong piramid tersebut, terdapat bilik khusus yang digunakan untuk menyimpan telur hingga menetas.
Inkubator Mesir Kuno Bisa Menetaskan Ribuan Telur Sekaligus
Untuk ukuran zamannya, inkubator yang dibangun oleh bangsa Mesir Kuno terbilang spektakuler. Bagaimana tidak, inkubator ini bisa digunakan untuk menetaskan 4.500 butir telur ayam dan angsa dalam rentang waktu 2 hingga 3 minggu. Jadi bukan hal yang mengherankan jika kemudian orang-orang luar Mesir yang melihat langsung inkubator ini menunjukkan rasa kagumnya.
Bangsa Mesir Kuno sendiri sangat protektif akan inkubator telurnya. Oleh karena itulah, mereka merahasiakan cara kerja inkubator ini dari bangsa-bangsa lain. Meskipun begitu, hal tersebut tetap tidak menghentikan rasa penasaran bangsa asing mengenai cara kerja bangunan penetas telur ini.
Aristotle misalnya, filsuf termahsyur dari Yunani Kuno tersebut menduga kalau penduduk Mesir bisa menetaskan telur lewat inkubator dengan cara memendam telur-telur tersebut dalam timbunan kotoran hewan ternak.
Biarawan Simon Fitzsimons yang berasal dari Irlandia dan pernah berkunjung langsung ke Mesir pada abad ke-14 merasa terheran-heran mengenai bagaimana cara orang-orang Mesir menetaskan telur tanpa menggunakan ayam dewasa. Dalam catatannya, ia menuliskan kalau bangsa Mesir bisa “menciptakan” anak ayam hanya dengan menggunakan api.
Bangsa Eropa Pernah Mencoba Meniru Inkubator Mesir Kuno
Jawaban mengenai cara kerja akurat dari inkubator telur Mesir Kuno baru terjawab di abad ke-18. Tepatnya setelah ketika pada tahun 1750, ilmuan Rene Antoine Ferchault de Reaumur berkunjung langsung ke Mesir dan diperbolehkan melihat masuk ke dalam bangunan inkubator.
Menurut kesaksian Reaumur, bangunan inkubator Mesir terbagi ke dalam 2 bagian utama dengan lorong atau koridor di tengah-tengahnya. Pada masing-masing bagian bangunan, terdapat 5 bilik bertingkat 2. Telur-telur yang hendak ditetaskan ditaruh pada bilik bawah, sementara bilik atasnya digunakan untuk menyalakan api dan menghangatkan telur. Kotoran hewan ternak digunakan untuk menyalakan api pada bilik tungku.
Bangunan inkubator sendiri bukan hanya berisi bilik telur dan tungku api. Ada pula beberapa ruangan yang ditempati oleh manusia yang bertugas sebagai pengelola inkubator ini. Tugas mereka adalah menjaga supaya api pada bilik tetap menyala.
Secara berkala, mereka juga bakal membalikkan telur-telur yang ada pada bilik bawah supaya embrio dalam kuning telur tidak menempel pada dinding telur. Sahabat anehdidunia.com jika telur-telur tersebut tidak dibalikkan secara teratur, anak ayam yang menetas nantinya bisa mengalami cacat fisik.
Setelah berhasil mengetahui cara kerja inkubator Mesir Kuno, Reaumur kemudian kembali ke Perancis dan mencoba membuat tiruan dari inkubator tersebut. Ia berharap inkubator ini bisa menjadi solusi atas terbatasnya jumlah telur yang bisa ditetaskan oleh peternak di Eropa.
Selama ini, para peternak hanya bisa menetaskan telur-telurnya pada musim semi dan panas karena pada musim-musim lainnya, suhu lingkungan yang lebih dingin menyebabkan ayam betina yang mengerami telur tidak bisa menetaskan telurnya. Jika inkubator ini berhasil diciptakan, maka para peternak tidak perlu kebingungan lagi saat ingin menetaskan telur pada musim gugur atau dingin.
Namun ternyata upaya untuk menciptakan inkubator telur tersebut tidak semudah perkiraan awal. Karena iklim di Eropa lebih dingin dibandingkan iklim Mesir yang notabene dikelilingi oleh gurun pasir, inkubator tersebut memerlukan bahan bakar yang jauh lebih banyak pada musim dingin supaya apinya tetap nyala.
Akibatnya, walaupun telurnya tetap bisa menetas, biaya untuk menetaskan telurnya menjadi jauh lebih tinggi. Inkubator ini pun pada akhirnya gagal ditiru oleh bangsa Eropa. Meskipun begitu, bangsa Barat pada akhirnya berhasil menciptakan inkubator versinya sendiri setelah pada tahun 1897, peternak Kanada yang bernama Lyman Byce menciptakan inkubator bertenaga listrik.
Inkubator Mesir Kuno Masih Digunakan Hingga Sekarang
Penemuan inkubator bertenaga listrik yang notabene jauh lebih praktis membuat orang-orang tidak lagi tertarik untuk mencoba membuat tiruan inkubator Mesir Kuno. Namun layaknya bangunan-bangunan megah Mesir Kuno yang masih berdiri kokoh hingga sekarang, penemuan inkubator listrik ternyata tidak membuat inkubator Mesir Kuno ditinggal sepenuhnya.
Pada tahun 2006, para ilmuwan FAO – lembaga bawahan PBB yang menangani masalah pangan – menemukan kalau inkubator yang konsepnya serupa dengan inkubator Mesir Kuno ternyata masih digunakan hingga sekarang di Mesir.
Menurut pengakuan salah seorang ilmuwan FAO yang bernama Olaf Thieme, pihaknya awalnya tidak sengaja menemukan inkubator tersebut saat mereka sedang melakukan survei ke kawasan pedesaan Mesir untuk memantau penyebaran wabah flu burung.
Secara garis besar, bangunan inkubator modern tersebut tidak berbeda jauh dengan bangunan inkubator dari era Mesir Kuno. Bedanya adalah bangunan inkubator versi modern dilengkapi dengan termometer dan menggunakan lampu minyak sebagai sumber tenaga panasnya. Total, ada sekitar 200 inkubator tradisional yang masih beroperasi di Mesir, di mana sebagian besar di antaranya berasal dari kota Berma dan sekitarnya.
referensi :
https://www.ancient-origins.net/artifacts-ancient-technology/egyptian-egg-0013393
https://www.atlasobscura.com/articles/egypt-egg-ovens