Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Nemo’s Garden, Tempat Budidaya Tanaman Darat di Bawah Laut

Pertanian merupakan salah satu bidang paling penting bagi kehidupan manusia. Berkat pertanian, manusia bisa mencukupi kebutuhan sandang dan pangannya. Meskipun peran pertanian amat vital bagi manusia, pertanian justru menghadapi masa depan yang cukup suram.

Semakin terbatasnya lahan pertanian karena harus bersaing dengan pemukiman penduduk dan cagar alam adalah penyebab utamanya. Padahal dengan bertambahnya jumlah penduduk, lahan pertanian juga harus bertambah luas supaya bisa mencukupi kebutuhan penduduk. Kalaupun ada lahan subur yang bisa dimanfaatkan, masalah tidak langsung selesai karena lahan tersebut haruslah bebas dari limbah dan bencana alam. 

Hal itu pulalah yang dipikirkan oleh Sergio Gamberini, seorang penyelam profesional asal Liguria, Italia utara. Awalnya ia membayangkan mengenai bagaimana jadinya jika ladang didirikan di bawah laut. Supaya tanaman di ladangnya tidak terendam oleh air laut, Gamberini membayangkan kalau ladangnya tersebut dibangun di dalam rumah kaca yang bentuknya menyerupai balon raksasa.

Saat Gamberini menceritakan ide tersebut kepada teman-temannya, awalnya mereka merasa pesimis kalau ide Gamberini bisa terwujud. Namun Gamberini tidak mau ikut merasa putus asa. Dengan bermodalkan pengalamannya sebagai pengelola perusahaan Ocean Reef yang bergerak di bidang alat-alat selam, Gamberini berupaya mencari cara untuk menunjukkan kalau idenya bisa dilakukan.

Eksperimen yang Berkali-Kali Tersandung Masalah

bibit tanaman kemangi di dasar laut berkedalaman 6 mete
bibit tanaman kemangi di dasar laut berkedalaman 6 meter via atlasobscura.com

Gamberini mulai bereksperimen dengan idenya pada tahun 2013. Mula-mula, ia menaruh pot berisi bibit tanaman kemangi di dasar laut berkedalaman 6 meter. Ia juga menyelubungi pot tersebut dengan perangkat selamnya. Sesudah beberapa hari, benih yang ada di dalam pot mulai mekar menjadi tanaman.

Setahun kemudian, Gamberini mengalokasikan sebagian dana milik perusahaan selam keluarganya untuk membiayain proyek ladang bawah lautnya. Gamberini sendiri memiliki rencana bahwa jika proyeknya ini berhasil, praktik ladang bawah lautnya bakal menjadi sumber pendapatan alternatifnya. Oleh karena itulah, ia juga berencana mendapatkan hak paten atas praktik ladang bawah laut jika proyeknya ini berhasil terwujud.

Kendala akan proyek ambisius Gamberini ini bukan hanya soal bagaimana cara menumbuhkan tanaman darat di bawah air. Ia juga harus berurusan dengan regulasi setempat. Peraturan yang berlaku di Italia melarang siapapun mengubah dasar laut secara permanen. Jadi jika Gamberini benar-benar ingin membangun tiruan rumah kaca di bawah laut, rumah kaca tersebut haruslah bersifat portabel alias bisa dipindah-pindah.

Pada awalnya, tim konstruksi yang dipercaya oleh Gamberini untuk mendirikan ladang bawah laut ingin membangun akuarium bawah laut yang bentuknya menyerupai kubah transparan dan terbuat dari PVC. Dasar pertimbangannya adalah jika sudah jadi, bangunannya cukup kuat sekaligus ringan untuk dipindahkan. 

Ide tersebut akhirnya ditinggalkan setelah badai yang terjadi di lokasi pembangunan menyebabkan bangunan mereka beberapa kali berpindah tempat dari lokasi awalnya. Mereka kemudian melengkapi bangunan terbarunya dengan kerangka baja. Supaya tidak mudah terguling dari lokasi awalnya, bangunan ini dilekatkan dengan rantai dan tiang pancang yang bisa dibongkar  jika bangunannya hendak dipindahkan.

Hal berikutnya yang dipikirkan oleh tim konstruksi adalah mengenai cahaya matahari. Dalam kondisi biasa, tanaman yang ada di dalam konstruksi akuarium memang bisa mendapat pasokan cahaya matahari secara normal. 

Namun saat musim dingin dan cuaca buruk, pasokan sinar matahari yang bisa didapat oleh tanaman menjadi jauh lebih rendah. Untuk mengatasinya, tim konstruksi pun memasang lampu LED di dalam akuarium supaya tanamannya tetap mendapat pasokan sinar yang cukup untuk berfotosintesis.

Gamberini juga dikritik oleh aktivitas lingkungan karena tindakannya memasang tempat budidaya tanaman darat di bawah laut berpotensi mengubah ekosistem setempat. Namun saat konstruksi yang dibangunnya sudah jadi, kekhawatiran tersebut nyatanya tidak terbukti.

Justru hewan-hewan laut yang tinggal di sekitar lokasi kini malah memanfaatkan konstruksi tersebut sebagai tempat tinggal barunya. Gamberini menjelaskan bahwa dalam satu kesempatan, penyelam yang ditugaskan mengelola ladang bawah laut ini sempat melihat seekor cumi-cumi menaruh telurnya pada pipa.

Saat Nemo’s Garden Mulai Membuahkan Hasil

kubah transparan di bawah laut
kubah transparan di bawah laut via atlasobscura.com

Beberapa tahun berlalu, ide Gamberini tersebut mulai membuahkan hasil. Ladang bawah laut buatan Gamberini dan rekan-rekannya nampak seperti rumah panggung kecil dengan kubah transparan di atasnya. Di dalam kubah tersebut, terdapat pot-pot hidroponik berisi tanaman yang ditaruh di atas meja melingkar.

Gamberini memberikan nama “Nemo’s Garden” (Taman Nemo) untuk ladang bawah lautnya ini. Sekarang ladang bawah laut Gamberini dipenuhi oleh 700 tanaman yang terdiri dari tanaman kemangi, tomat, salad, stroberi, aloe vera, kayu manis, mint, hingga marjoram (sejenis tanaman rempah-rempah). 

Pemantauan Nemo’s Garden bisa dilakukan di atas darat melalui kompouter yang terhubung dengan alat-alat sensor dan pengamat yang sudah dipasang di sana. Dengan mengetahui hal-hal seperti suhu, komposisi udara, dan lain sebagainya, pengelola Nemo’s Garden bisa langsung tahu jika ada hal-hal yang tidak beres.

Meskipun begitu, aktivitas pemupukan dan penyiraman tanaman masih dilakukan secara manual. Petugas pengelola Nemo’s Garden harus menyelam ke dalam masing-masing kubah secara berkala sambil membawa pupuk, air tawar, dan barang keperluan lain. Bagian bawah kubah dilengkapi dengan lubang supaya penyelam bisa keluar masuk.

Gamberini sendiri berharap bahwa suatu hari nanti, Nemo’s Garden bisa mencukupi kebutuhan airnya dari laut. Bukan dengan menyiramkan air laut ke dalam pot tanaman secara langsung, tentu saja. Tetapi dengan memanfaatkan prinsip penguapan dan pengembunan.

Karena suhu yang ada dalam kubah cenderung lebih hangat dibandingkan lautan di sekitarnya, air laut yang ada di bagian bawah kubah akan menguap dan kemudian mengembun di dinding bagian dalam kubah. Air hasil pengembunan tersebut bisa digunakan untuk mengairi tanaman karena sudah tidak mengandung garam.

Tanaman yang tumbuh di Nemo’s Garden diketahui menampakkan karakteristik yang berbeda dari tanaman di atas darat akibat perbedaan tekanan atmosfer. Sebagai contoh, tanaman kemangi yang ditanaman di dalam akuarium bawah laut ternyata memiliki kandungan senyawa eugenol dan klorofil yang lebih tinggi dibandingkan tanaman di atas darat.

Hal tersebut lantas dimanfaatkan oleh sebuah perusahaan farmasi asal Perancis untuk menyewa kubah tanaman milik Gamberini dan menanam tanaman obat-obatan di dalamnya. Alasannya adalah karena tanaman yang dipanen dari kubah tersebut diyakini mengandung kadar zat-zat kimia yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang ditanamn di atas daratan.

Dampak positif lain dari suksesnya proyek Nemo’s Garden adalah bertambahnya objek wisata baru di Italia utara. Gamberini sendiri memberi saran kepada mereka yang ingin berkunjung ke ladangnya untuk melakukannya pada bulan September. Pasalnya di bulan itulah, biasanya Nemo’s Garden melakukan panen raya. Setelah melakukan panen, tanaman hasil panennya kemudian bisa diolah untuk dinikmati sebagai hidangan di atas darat bersama-sama. 

Proyek Nemo’s Garden sendiri sempat nyaris ditutup di tengah jalan akibat timbulnya badai pada bulan Oktober 2019 yang menghancurkan sejumlah kubah. Munculnya wabah Covid-19 dan kebijakan lockdown di Italia kian mempersulit situasi. Untungnya pada bulan Juni 2020, pengelola Nemo’s Garden menyatakan kalau mereka sudah berhasil membangun ulang kubah-kubah yang rusak.

Meskipun merasa puas dengan jerih payahnya sekarang, Gamberini berharap kalau di masa depan, budidaya bawah laut bisa menjadi solusi bagi semakin terbatasnya lahan di atas darat. Jika hal tersebut benar-benar terjadi, bukan tidak mungkin kalau di masa depan kita memakan nasi atau roti yang bahan bakunya dipanen dari bawah laut.

Sumber :

https://www.atlasobscura.com/articles/are-there-underwater-farms http://www.nemosgarden.com/