Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fakta Megah Seputar Gelora Bung Karno yang Tidak Banyak Diketahui Orang

Anehdidunia.com - Stadion adalah tempat untuk menggelar ajang olah raga semisal sepak bola. Dari sekian banyak stadion yang ada di Indonesia, stadion Gelanggang Olah Raga (Gelora) Bung Karno adalah salah satu yang paling terkenal. Berikut ini adalah fakta-fakta menarik seputar Gelora Bung Karno yang patut anda ketahui.

Stadion Gelora Bung Karno Pernah Beberapa Kali Berganti Nama

Stadion Gelora Bung Karno Pernah Beberapa Kali Berganti Nama
Stadion Gelora Bung Karno Pernah Beberapa Kali Berganti Nama via detik.com

Mereka yang lahir dan besar pada masa pemerintahan Suharto pasti tahu kalau Stadion Gelora Bung Karno di masa lampau tidak memiliki nama demikian. Pada masa pemerintahan Suharto, Stadion Gelora Bung Karno pada awalnya dikenal dengan nama Senayan. Namun penggunaan nama Senayan sebagai nama stadion ternyata sudah ada sejak masa pemerintahan Sukarno.

Sejarah pendirian Gelora Bung Karno dapat ditelusuri hingga lebih dari setengah abad yang lalu. Pada tahun 1960, pembangunan Gelora Bung Karno dimulai di ibukota Jakarta. Stadion tersebut rencananya bakal digunakan untuk menggelar Asian Games IV yang bakal digelar pada bulan Agustus hingga September 1962.

Stadion yang dimaksud akhirnya selesai dibangun pada tahun 1962 dan resmi dibuka pada tanggal 21 Juli. Saat memimpin upacara pembukaan stadion ini, Presiden Sukarno dengan bangga mengumumkan kalau berdirinya stadion ini merupakan tonggak sejarah yang penting bagi Indonesia di bidang olah raga.

Saat baru selesai dibangun, Gelora Bung Karno pada awalnya memiliki nama Senajan (ejaan lama untuk nama Senayan). Baru pada bulan September 1962, stadion yang bersangkutan namanya diganti menjadi Gelora Bung Karno.

Penggantian nama tersebut dilakukan oleh Sukarno setelah ia melakukan rapat dengan menteri-menterinya di halaman belakang Istana Negara. Awalnya Sukarno ingin mengganti nama stadion menjadi Pusat Olah Raga Bung Karno.

Namun nama tersebut batal digunakan akibat adanya penolakan dari Menteri Agama Saifuddin Zuhri. Menurut Saifuddin, nama “Pusat Olah Raga” terdengar kurang bertenaga dan tidak mencerminkan status stadion sebagai tempat untuk menggerakkan olah raga.

Saifuddin lantas mengusulkan nama Gelanggang Olah Raga sebagai penggantinya. Nama tersebut juga bisa disingkat menjadi Gelora sehingga terkesan lebih berapi-api. Begitu mendengar usulan nama tersebut, Sukarno merasa begitu terkesan sehingga pun menyetujui usulan tersebut.

Penggunaan nama Gelora Bung Karno tidak bertahan lama setelah Sukarno lengser dari kursi presiden. Pada tahun 1969, Presiden Suharto mengganti nama Gelora Bung Karno menjadi Gelora Senayan.

Tahun 1998, Suharto mundur dari jabatannya di saat Indonesia tengah dilanda krisis moneter. Sesudah turunnya Suharto, wacana supaya nama Gelora Bung Karno kembali digunakan pun muncul ke permukaan. Tahun 2001, Presiden Abdurrahman Wahid mengganti nama Senayan menjadi Gelora Bung Karno.

Desain Gelora Bung Karno Mirip dengan Stadion di Rusia

Desain Gelora Bung Karno Mirip dengan Stadion di Rusia
Desain Gelora Bung Karno Mirip dengan Stadion di Rusia via idntimes.com

Indonesia di masa pemerintahan Sukarno dikenal memiliki hubungan yang dekat dengan Uni Soviet. Stadion Gelora Bung Karno menjadi contoh mengenai bagaimana dekatnya hubungan kedua negara ini di masa lampau.

Di kota Moskow (ibukota Rusia yang di masa lampau juga berstatus sebagai ibukota Uni Soviet), terdapat stadion megah bernama Luzhniki. Mereka yang pernah melihat bagian dalam Gelora Bung Karno dan Luzhniki bakal melihat banyak kemiripan di antara kedua stadion.

Kemiripan paling jelas terdapat pada bagian atas stadion. Masing-masing stadion memiliki atap pelindung tribun penonton yang bentuknya bundar. Kemudian di bagian sekeliling lapangan sepak bola, terdapat lintasan atletik.

Kemiripan itu sendiri bukanlah hasil kebetulan semata. Sukarno ternyata memang menaruh kekaguman tersendiri pada Stadion Luzhniki. Sampai-sampai ia meminta supaya Gelora Bung Karno yang hendak dibangun memiliki desain yang serupa dengan Luzhniki.

Pemerintah Uni Soviet menyambut hangat keinginan Sukarno. Selain memberikan bantuan dana senilai lebih dari 12 juta dollar, pemerintah Uni Soviet juga mengirimkan tim arsitek dan insinyurnya untuk membantu pembangunan Gelora Bung Karno. Tidak mengherankan jika Gelora Bung Karno dan Luzhniki pun nampak seperti stadion yang “bersaudara”.

Sepanjang perjalanan sejarahnya, Luzhniki pernah digunakan untuk menggelar ajang-ajang olah raga bertaraf internasional. Mulai dari Olimpiade Musim Panas 1980, final Liga Champions 2008, hingga Piala Dunia 2018.

Kapasitas Penonton Gelora Bung Karno Pernah Mencapai 100 Ribu Lebih

Kapasitas Penonton Gelora Bung Karno Pernah Mencapai 100 Ribu Lebih
Kapasitas Penonton Gelora Bung Karno Pernah Mencapai 100 Ribu Lebih via primaradio.co.id

Karena Gelora Bung Karno difungsikan sebagai stadion nasional untuk menggelar acara-acara akbar dan berskala internasional, Gelora Bung Karno pun dibangun dengan kapasitas yang amat banyak. Saat baru selesai dibangun, Gelora Bung Karno bisa menampung hingga 110 ribu penonton.

Kendati memiliki kapasitas yang demikian besar, ternyata ada kalanya stadion tersebut tetap tidak sanggup menampung seluruh penonton. Pada tahun 1985 contohnya, stadion ini menjadi tempat digelarnya final kompetisi Perserikatan antara Persib Bandung melawan PSMS Medan.

Jumlah penonton yang menghadiri pertandingan ini ternyata luar biasa banyak. Total ada sekitar 150 ribu penonton yang menonton pertandingan ini. Saking banyaknya penonton yang menghadiri pertandingan ini, sejumlah penonton yang tidak kebagian kursi sampai duduk di tepi lapangan.

Bagi para pendukung PSMS Medan, pertandingan ini juga dikenang sebagai memori yang membanggakan. Pasalnya setelah bermain imbang tanpa gol, PSMS Medan akhirnya berhasil keluar sebagai pemenang lewat babak adu penalti dengan skor 3-2.

Peristiwa membludaknya jumlah penonton yang mengisi stadion kembali terulang dalam ajang Piala AFF 2004. Pada babak semifinal antara tuan rumah Indonesia melawan Malaysia, jumlah penonton yang mengisi stadion dikabarkan mencapai 120 ribu orang.

Lepas dari kedua peristiwa tadi, jumlah penonton yang mengisi stadion lebih sering di bawah kapasitas maksimum. Stadion yang kapasitasnya terlalu besar juga memerlukan biaya perawatan yang tinggi. Atas pertimbangan itulah, sebelum digelarnya Piala Asia 2007 di Indonesia, kapasitas Gelora Bung Karno yang awalnya mencapai 100 ribu lebih dikurangi menjadi hanya 88 ribu.

Di Gelora Bung Karno, Pernah Ada Pertunjukan Manusia Melawan Singa

Di Gelora Bung Karno, Pernah Ada Pertunjukan Manusia Melawan Singa
Di Gelora Bung Karno, Pernah Ada Pertunjukan Manusia Melawan Singa via boombastis.com

Pernahkah anda mendengar pertunjukan gladiator? Gladiator adalah pertunjukan dari masa Romawi Kuno di mana manusia bertanding sampai mati melawan manusia lainnya atau hewan buas. Namun selain di Eropa pada masa lampau, pertunjukan serupa gladitor juga pernah digelar di Indonesia. Gilanya lagi, pertunjukan itu digelar di tengah-tengah Gelora Bung Karno!

Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 September 1968. Dalam pertunjukan tersebut, seorang pria yang bernama Bandot Lahardo bakal bertarung sampai mati melawan singa. Bandot sendiri dikabarkan bersedia mengikuti pertunjukan berbahaya ini karena sebelum ini, ia pernah membunuh harimau dan kerbau dengan tangan kosong.

Di masa kini, pertunjukan macam itu bakal dianggap terlalu kejam. Namun pada masa itu, tanggapan yang ditunjukkan oleh penonton ternyata begitu antusias. Mereka berbondong-bondong memadati stadion di hari pertunjukan untuk menyaksikan langsung duel maut ini. Total, ada 100 ribu orang yang berjubel menonton di stadion.

Bukan hanya golongan rakyat biasa yang ingin menyaksikan langsung duel ini. Adam Malik yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia juga turut menghadiri pertunjukan ini.

Namun antusiasme tinggi publik berbanding terbalik dengan realita di lapangan. Pasalnya selama satu jam lebih, singa tersebut menolak bertarung melawan Bandot Lahardo. Setiap kali Bandot mendekat, singa tersebut bakal menjauh.

Namun pertunjukan harus tetap berlanjut. Singa tersebut lantas diganti dengan banteng yang kemudian bertarung habis-habisan melawan Bandot. Dalam pertarungan tersebut, Bandot sempat terluka di bagian dada akibat terkena tanduk bateng.

referensi :
https://en.wikipedia.org/wiki/Gelora_Bung_Karno_Stadium
https://www.kompas.com/sports/read/2020/05/13/04000008/asal-usul-nama-gelora-bung-karno-yang-pernah-diganti-pada-era-soeharto?page=all
https://bola.kompas.com/read/2017/03/25/11131398/jelang.psms.vs.persib.kenangan.rekor.150.000.penonton.di.senayan
https://web.archive.org/web/20090605074621/http://www.asiarooms.com/travel-guide/indonesia/jakarta/entertainment-in-jakarta/sport-in-jakarta/major-sports-venues-in-jakarta/bung-karno-stadium-in-jakarta.html
https://sport.detik.com/sepakbola/serba-serbi/d-4068378/menengok-kembaran-gbk-di-rusia-luzhniki
https://www.vice.com/id/article/xwemja/sejarah-terlupakan-di-indonesia-pernah-ada-duel-gladiator-manusia-bandot-lahardo-lawan-singa-di-gbk