Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sisi Kelam Tentang Mereka yang Berstatus Jomblo dan Single, Jadi Sasaran Rasisme hingga Penyakit

Anehdidunia.com - Sudah bukan rahasia lagi bahwa setiap mereka yang berstatus lajang sering mengalami penghinaan dan tekanan batin yang terselubung tentang status yang mereka miliki. Gambaran percayakah kamu bahwa sebenarnya yang terjadi jauh lebih luas dan serius.

Bukannya kami hendak menakut-nakuti mereka yang berstatus jomblo, namun nyatanya Individu yang belum menikah seringkali menghadapi diskriminasi ketika mereka bepergian, menggunakan fasilitas hingga yang paling aneh ketika petugas pajak mengetuk pintu.

Sementara itu, yang lebih mengganggu lagi, fakta penelitian telah menemukan bahwa seseorang tidak merasakan benar-benar bahagia dengan pencapaian mereka selama mereka belum menemukan pasangan yang tepat.

Jika kamu seorang jomblo dan penasaran dengan kelanjutan sisi kelam dari statusmu, berikut kami telah merangkum 5 sisi kelam tentang mereka yang berstatus jomblo dan single di belahan dunia lain.

1. Black Day, atau Hari Hitam

Black Day, atau Hari Hitam
Black Day, atau Hari Hitam via indozone.id

Banyak bukti yang mendukung keberadaan para lajang yang bahagia. Namun, sebaliknya juga ada bukti yang mendukung mengenai keberadaan hati kesepian yang mendambakan jodoh mereka dan hari ketika mereka juga bisa menikah sebagaimana manusia normal lainnya.

Sementara kebanyakan orang melakukannya secara pribadi, Korea Selatan diketahui memiliki hari khusus yang disisihkan untuk mereka yang tidak terikat untuk saling mendukung. Disebut Black Day atau hari hitam, para lajang akan berkumpul pada 14 April. Mereka mengenakan pakaian hitam, cat kuku, make-up, dan aksesori.

Penekanan pada suasana hitam ini juga tidak berakhir di situ. Ketika mereka berkumpul, sudah menjadi tradisi untuk memesan makanan yang disebut jjajangmyeon. Percaya atau tidak, tapi hidangan ini mengandung mi hitam yang menodai gigi dengan tampilan yang tidak terlalu sedap dipandang mata.

Pewarna muram yang berasal dari saus juga disajikan secara terpisah dari mie. Terbuat dari sayuran, daging, dan makanan laut, bumbunya dituangkan di atas mie untuk efek gotik gelap dan hitam yang luar biasa.

Namun sayangnya, di luat konteks dan tujuan asalnya, para penyendiri ini nyatanya lebih bersemangat mengadakan kontes jjajangmyeon untuk melihat siapa yang bisa makan pasta hitam paling banyak. Sementara itu di mana ada kebutuhan dan kesepian, para kapitalis sekalgus oportunis komersial biasanya akan muncul dalam waktu berdekatan.

Selama waktu ini, toko-toko diketahui menjual banyak kopi hitam dan layanan kencan untuk meningkatkan tensi permainan agar lebih menarik bagi para pelanggan yang masih lajang.

2. Kerap Mendapat Perlakuan Diskriminatif

Kerap Mendapat Perlakuan Diskriminatif
Kerap Mendapat Perlakuan Diskriminatif via spsp.org

Teman, keluarga, dan kolega sering kali mengesampingkan mereka yang belum menikah, bahkan seringkali menggunakan mereka sebagai bahan lelucon yang tidak lucu. Hal ini pun kemudian mendapatkan perhatian serius, bahkan cukup serius hingga beberapa peneliti memilih untuk memperdalam efek lajang terhadap pelakuan diskriminatif yang seseorang terima.

Dalam kesimpulannya penelitian ini, para peneliti menemukan bahwa, sebagian individu, yang memilih tetap melajang ternyata mendapat lebih banyak manfaat. Mereka sering membentuk ikatan yang lebih dekat dengan rekan kerja dan orang yang dicintai, dapat memiliki kehidupan yang lebih dalam dan lebih bermakna daripada orang yang sudah menikah, dan juga menunjukkan pertumbuhan pribadi yang berkelanjutan sepanjang hidup mereka.

Namun, yang mengejutkannya pada tahun 2016 lalu, sebuah studi berhasil menemukan kesimpulan bahwa sebagian besar penelitian yang dilakukan dengan peserta yang belum menikah, justru menimbulkan perlakuan diskriminatif terhadap para lajang tersebut melalui studi itu sendiri.

3. Risiko Demensia Lebih Tinggi

Risiko Demensia Lebih Tinggi
Risiko Demensia Lebih Tinggi via painterest.com

Pada tahun 2017, tim peneliti menemukan cara baru untuk menakut-nakuti mereka yang masih lajang. Rupanya, tidak pernah mengucapkan sumpah pernikahan dapat meningkatkan peluang seseorang terkena demensia hingga 42 persen.

Studi itu nyatanya cukup besar dan masif. Bahkan mencakup 15 proyek mulai dari Eropa, Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Asia, dan melihat 812.047 peserta. Hasilnya, meski tidak konkret, menunjukkan bahwa penyendiri seumur hidup memiliki peluang terbesar untuk terkena kondisi kelupaan akut atau linglung yang menghancurkan secara perlahan.

Sementara itu posisi kedua di podium adalah para duda dengan risiko 20 persen lebih tinggi dibandingkan pasangan yang sudah menikah. Kabar baiknya, dua faktor diketahui mampu mengurangi kemungkinan seseorang terkena demensia. Yaitu menjadi sosial dan memiliki gaya hidup sehat.

4. Mereka Menghadapi Diskriminasi Finansial

Mereka Menghadapi Diskriminasi Finansial
Mereka Menghadapi Diskriminasi Finansial via liputan6.com

Secara finansial, individu yang belum menikah memberikan kontribusi besar bagi masyarakat. Namun tampaknya hal positif itu tidak dibalas dan jarang mendapat ulasan. Pertama-tama, mereka yang lajang mendapatkan lebih sedikit manfaat dalam pajak dan pengasuhan anak.

Pemerintah tidak sendirian dalam memberikan penghargaan kepada pasangan suami istri. Beberapa tempat, seperti bioskop, nyatanya juga memberikan diskon kepada keluarga dengan dua pasangan tetapi tidak kepada orang tua tunggal dengan anak-anak. Ketika kursi sedikit, teater menolak untuk menjual hanya satu tiket.

Satu orang harus membeli sepasang, - dan jika sesedih itu karena tidak memiliki teman - maka harus membayar harga dua orang dan menikmati pertunjukan dengan kursi kosong di sebelah mereka. Di lain tempat ada maskapai penerbangan, hotel, dan pusat kebugaran yang bersedia menurunkan harga untuk pasangan tetapi tidak bagi individu lajang sehingga harus membayar ekstra untuk menggunakan fasilitas yang sama – sebagai penulis, kami di sini mulai emosi – tentu saja.

Perusahaan asuransi juga memandang lajang sebagai individu yang lebih berisiko dari kelompok menikah. Karena asumsi yang luas ini, individu lajang yang diharapkan dapat membayar dua kali lipat dari orang yang sudah menikah. Bahkan penerima manfaat tunggal pun tidak terhindar. Mereka ditampar dengan tagihan pajak 40 persen lebih tinggi ketika mereka mewarisi harta warisan dengan nilai tertentu. Intinya menjadi lajang tidak selalu lebih murah dan mudah, tergantung di negara mana kamu tinggal.

5. Tunisia Benci Ibu yang Belum Menikah

Tunisia Benci Ibu yang Belum Menikah
Tunisia Benci Ibu yang Belum Menikah via painterest.com

Orang tua baru biasanya tidak takut kehilangan segalanya saat bayi lahir. Kecuali kamu seorang wanita lajang yang tinggal di Tunisia. Kebencian negara itu terhadap ibu yang tidak menikah begitu dalam sehingga perempuan sering diusir dari rumah oleh keluarga mereka, ditinggalkan oleh tunangan, dan bahkan yang paling buruk tidak menerima simpati jika terjadi pemerkosaan yang menyebabkan kehamilan.

Di Tunisia, untuk beberapa alasan aneh, hanya laki-laki yang dapat memiliki perwalian dan untuk alasan ini, seorang wanita yang belum menikah dan hamil tanpa memiliki pasangan yang jelas dapat mengharapkan polisi untuk mengunjunginya di rumah sakit setelah melahirkan, dan diinterogasi sedemikian lupa layaknya kriminal sampai nama ayah sang bayi terungkap.

Belakangan alasan utama permusuhan terhadap ibu tunggal ini adalah fakta bahwa Tunisia mengikuti hukum syariah dan hukum Islam yang melarang seks pranikah – hal ini memang tidak salah – namun yang membuatnya sedikit mencolok adalah, para ayah yang anehnya tidak dikucilkan atau dilecehkan dalam contoh sehingga dengan jelas menunjukkan ketidaksetaraan gender.

Sementara itu, anak-anak yang lahir di luar nikah juga mengalami diskriminasi. Mereka terdaftar secara sah sebagai anak yang tidak sah, sebuah gelar yang menghalangi mereka untuk menuntut hak warisan yang sama dengan anak yang lahir dalam perkawinan. Rasa malu seumur hidup, tekanan dari keluarga dan ketakutan kehilangan segalanya begitu kuat sehingga setengah dari wanita cukup tega untuk meninggalkan bayi yang baru mereka lahirkan.

Sementara itu, mereka yang memilih untuk berani dan menjaga anak mereka terkadang terpaksa harus menuju ke satu-satunya tempat penampungan di negara itu untuk ibu tunggal. Namun, mereka hanya bisa tinggal di sana selama empat bulan. Setelahnya, tempat penampungan akan membantu setiap wanita untuk mencari pekerjaan dan tempat tinggal.


Sumber :

https://listverse.com/2019/09/23/8-dark-facts-about-being-single-and-why-you-really-need-to-get-a-significant-other/