Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Waspada Cacing Menjijikan Ini Hidup Di Mata Manusia

Abby Beckley adalah seorang wanita berusia 26 tahun yang sehari-harinya bekerja di kapal nelayan Alaska, AS utara. Segalanya berjalan normal-normal saja hingga pada suatu hari, ia merasakan ada keanehan pada mata kirinya. Awalnya Abby mengira kalau rasa sakit tersebut bakal hilang dengan sendirinya. Namun sesudah beberapa hari berlalu, rasa sakit itu tidak kunjung juga hilang.

Abby pun kemudian nekat mengorek-ngorek kelompak mata kirinya. Alangkah terkejutnya Abby begitu mendapati kalau ia mencabut cacing yang berukuran amat kecil dari matanya. Yang lebih menakutkan lagi adalah jumlah cacingnya bukan hanya satu, tapi ada banyak. Sahabat anehdidunia.com Abby yang dilanda ketakutan pun pergi berobat ke dokter. Dokter yang memeriksa Abby kemudian mengirimkan sampel cacingnya ke lembaga kesehatan negara bagian setempat, yang kemudian mengirimkannya lagi ke Richard Bradbury, pakar parasit yang bekerja di Pusat Pengendalian Penyakit dan Laboratorium Rujukan Pencegahan Penyakit Parasitik.

Karena lembaga riset tersebut setiap tahunnya berhasil mengidentifikasi ribuan parasit baru yang sulit dikenali oleh dokter biasa, cacing yang bersarang di mata Abby dikirimkan ke sana dengan harapan identitas asli cacing tersebut bisa diketahui. Dan memang itulah yang terjadi. Richard dan rekannya berhasil menemukan kalau cacing tersebut adalah cacing parasit mata dari spesies Thelazia gulosa. T. gulosa sendiri normalnya hanya menginfeksi mata hewan ternak. Kasus yang menimpa Abby sekaligus menjadi kasus pertama di mana T. gulosa menyerang mata manusia. Namun Richard berani menjamin kalau cacing tersebut tidak akan bisa masuk ke dalam bola mata maupun otak Abby.

Thelazia gulosa

T. gulosa sendiri diketahui bukanlah satu-satunya spesies cacing parasit yang menyerang mata manusia. Ada beberapa spesies parasit lain yang aslinya tidak menyerang manusia, namun kadang-kadang muncul pada mata manusia ketika tidak sengaja masuk ke dalam tubuh. Efek samping yang ditimbulkan oleh mereka bervariasi, mulai dari yang sekedar menimbulkan iritasi ringan hingga bahkan menyebabkan kebutaan. T. gulosa sendiri lazimnya disebarkan oleh lalat spesies tertentu yang hidup dari memakan air mata dan kotoran pada mata sapi. Menurut penjelasan Richard, sebelum pindah dan bekerja di Alaska, Abby diketahui pernah tinggal di kompleks peternakan negara bagian Oregon. Kemungkinan besar di sanalah Abby pertama kali terinfeksi oleh cacing tersebut.

Lalat air mata dan cacing T. gulosa memiliki hubungan yang secara tidak langsung saling menguntungkan. Saat hinggap pada mata sapi, larva cacing akan hinggap di permukaan mata sapi dan kemudian masuk ke dalamnya. Saat cacing tersebut menggeliat-geliat di dalam mata, sapi yang menjadi inangnya akan mengeluarkan lebih banyak air mata sehingga lalat yang mendatangi matanya jadi lebih banyak.

Jika T. gulosa masuk ke mata manusia karena faktor “salah sasaran”, maka tidak demikian halnya dengan cacing mata Afrika Loa loa yang memang menjangkiti manusia. Seperti halnya cacing T. gulosa, cacing Loa loa juga menyebar lewat perantara lalat. Bedanya adalah jika lalat yang menjadi inang T. gulosa hanya sekedar hinggap di sekitar mata, maka lalat yang menyebarkan Loa loa merupakan lalat penghisap darah.

Saat cacing ini masuk ke dalam tubuh manusia, cacing ini kemudian menyebar secara acak melalui aliran darah dan. Lewat cara itu pulalah, cacing Loa loa bisa muncul di mata korbannya. Cacing ini bisa tumbuh hingga sepanjang 7 cm sehingga cacing ini pun menjadi parasit terbesar yang bisa muncul pada mata manusia. Namun kendati terlihat menakutkan, cacing ini tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya pada mata inangnya.

Kasus berbeda ada pada cacing Onchocerca volvulus. Pasalnya cacing ini bisa menimbulkan penyakit kebutaan sungai, atau kalau dalam dunia medis dikenal dengan istilah onchocerciasis. Sahabat anehdidunia.com seperti cacing-cacing parasit lainnya, cacing ini juga menyebar lewat perantara sejenis lalat hitam yang hidup di Afrika Tengah, Afrika Barat, Amerika Selatan, dan Yaman. Jika cacing yang masuk hanya sedikit, maka inangnya tidak akan mengalami masalah apa-apa. Namun jika korbannya digigit berulang kali, jumlah cacing yang hidup di dalam tubuh inangnya pun bisa terus bertambah hingga mencapai ratusan. Cacing-cacing ini kemudian bergerak di bawah kulit inangnya supaya kalau ada lalat yang hinggap dan menggigit kulit bagian tersebut, cacing tadi bisa ikut terbawa oleh lalat dan menyebar ke inang lain.

Onchocerca volvulus

Cacing ini sendiri tidak menimbulkan kebutaan secara langsung. Ketika cacing O. volvulus mati, bangkainya akan melepaskan bakteri yang merangsang datangnya sel-sel kekebalan tubuh. Jika cacingnya mati di kulit, maka kulit orang yang bersangkutan akan mengalami gatal-gatal dan mengerut. Namun jika cacingnya mati di kornea mata, kornea tersebut akan mengalami peradangan. Jika radang tersebut tidak diobati, maka orang yang bersangkutan akan mengalami gangguan penglihatan hingga akhirnya buta sama sekali.

Menurut Paul Cantey dari lembaga kesehatan WHO, sebanyak 198 juta orang rentan menjadi korban serangan penyakit kebutaan sungai. Di sejumlah desa di pinggiran Gurun Sahara, sebanyak 40 persen warganya bahkan mengalami kebutaan akibat infeksi cacing ini. Untungnya sejak tahun 1987, penyakit ini dapat ditangani dengan obat yang bernama ivermectin.

Kasus cacing parasit juga sempat dijumpai di kepulauan Pasifik, tepatnya di Pulau Saipan. Pada awalnya ada 3 orang penduduk setempat yang mengalami gangguan pada matanya. Saat diperiksa, ternyata ada cacing kecil yang merayap di balik mata mereka. Sahabat anehdidunia.com cacing itu sendiri diketahui sebagai spesies baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Kendati metode penyebaran cacing ini juga belum diketahui, cacing tadi diperkirakan masuk ke tubuh inangnya melalui kaki sebelum kemudian naik ke mata lewat pembuluh darah.

Bukan hanya cacing parasit yang bisa menjadi penumpang gelap pada mata. Organisme bersel satu macam amoeba pun juga ada yang memiliki perilaku serupa. Amoeba tersebut adalah Acanthamoeba. Normalnya, Acanthamoeba hanya hidup di air dan tidak berbahaya bagi manusia. Namun situasinya berbeda jika amoeba ini tanpa sengaja masuk ke dalam mata manusia, misalnya aat orang tersebut mencuci lensa kontaknya memakai air yang kurang bersih dan amoebanya menempel di sana.

Acanthamoeba

Ketika lensa kontak yang mengandung Acanthamoeba terpasang pada mata, Acanthamoeba tadi lantas terjebak di antara mata dan lensa. Supaya bisa tetap hidup, Acanthamoeba pun menyusup masuk ke dalam kornea mata. Di sana Acanthamoeba akan menggerogoti protein keratin yang terdapat pada mata. Jika tidak ditangani dengan cepat, maka korban bakal merasakan sakit pada matanya sebelum akhirnya mengalami kebutaan.

Kendati terlihat menakutkan, infeksi Acanthamoeba dapat dicegah dengan mudah. Bagi pemakai lensa kontak, yang perlu dilakukan adalah menyimpan lensa kontak di tempat yang seharusnya dan menggantinya secara berkala. Bagi mereka yang bukan pengguna lensa kontak, maka mereka disarankan untuk tidak membasuh tangannya di sembarang tempat dan hanya mengkonsumsi daging serta sayuran yang sudah dimasak dengan matang.

“Orang-orang tidak perlu terlalu takut bakal kemasukan parasit di matanya,” kata Richard. “Bagi mereka yang pernah mengalaminya, jelas itu sungguh menakutkan. Penglihatannya bisa terancam, dan dampaknya bisa sangat parah. Tapi bagi kebanyakan di antara kita, jika kita sekedar menjalani hidup normal dan menempuh gaya hidup higienis... maka kita seharusnya bakal baik-baik saja.”

Sumber :
https://www.popsci.com/human-eye-parasites