Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ini Jadinya Jika Ada Meteorit Raksasa yang Jatuh ke Laut

Jika anda adalah penggemar film-film fiksi ilmiah bertema bencana alam, maka anda pastinya pernah menonton atau minimal pernah mendengar film yang berjudul Deep Impact. Ya, itu adalah judul dari film yang bercerita tentang jatuhnya meteorit raksasa di Bumi.

Kendati tokoh-tokoh yang ada di dalam film sudah bekerja sekuat tenaga untuk menghancurkan meteor sebelum berhasil mencapai Bumi, upaya mereka gagal dan meteorit tersebut pada akhirnya benar-benar menimpa Bumi. Akibatnya, terciptalah tsunami raksasa yang menelan kota-kota besar di sepanjang pantai timur Amerika Serikat.

Walaupun film tersebut hanyalah fiksi belaka, tetap ada kekhawatiran kalau peristiwa serupa bakal benar-benar terjadi di dunia nyata. Pasalnya selalu ada asteroid kecil yang mengembara di luar angkasa dan berpeluang jatuh ke Bumi jika jalur lintas kebetulan berpapasan dengan planet yang kita tinggali.

Meteor Jatuh ke Bumi

Kasus meteorit raksasa yang jatuh di Bumi sendiri memang benar-benar pernah terjadi di masa silam. Jutaan tahun yang lalu contohnya, meteorit raksasa menghantam Bumi dan memusnahkan populasi seluruh dinosaurus di Bumi. Sahabat anehdidunia.com tahun 1908, sebuah meteorit raksasa juga sempat menghantam daratan di dekat Sungai Tunguska, Rusia. Meteorit Tunguska sekaligus menjadi kasus hantaman meteorit terbesar selama 2 abad terakhir.

Lantas, bagaimana jadinya jika meteorit jatuh di lautan? Mungkinkah hantaman meteorit tersebut bakal menimbulkan tsunami raksasa seperti yang terlihat di film Deep Impact? Jika kita memakai hasil simulasi komputer sebagai rujukan, ternyata peristiwa tersebut bukanlah peristiwa yang mustahil.

Dalam simulasi komputer yang bersangkutan, jika sebuah asteroid atau bongkahan batu raksasa menghantam patahan lempeng yang terletak di sebelah timur AS, maka hantaman tadi bakal menghasilkan tsunami setinggi 7 meter. Ukuran yang cukup untuk menyapu kota-kota besar di pesisir timur AS semisal New York dan membuat kota-kota tadi tetap terendam air hingga berjam-jam berikutnya. Jika asteroidnya jatuh di lepas pantai barat AS, maka tsunami raksasa yang ditimbulkan bakal merendam pusat-pusat pembangkit listrik di California.

Hantaman asteroid yang menjadi penyebab kepunahan dinosaurus merupakan peristiwa yang amat jarang terjadi. Namun hantaman meteorit yang ditimbulkan batuan angkasa yang berukuran lebih kecil memiliki peluang terjadi yang lebih sering. Tahun 2013 misalnya, sebuah meteorit menghantam Chelyabinsk, Rusia, dan menimbulkan kerugian material yang tidak sedikit. Kasus meteorit seperti yang terjadi di Chelyabinsk diperkirakan bisa terjadi setiap puluhan tahun sekali.

Untuk mengetahui dampak hantaman meteorit di lepas pantai timur AS, pakar matematika Souheil Ezzedine beserta rekannya kemudian menciptakan simulasi komputer baru untuk menirukan dampak yang ditimbulkan oleh hantaman asteroid berdiameter 50 meter saat menghantam samudera.


Dalam simulasi lain yang dilakukan secara terpisah, Ezzedine juga membuat gambaran mengenai dampak hantaman asteroid di lepas pantai barat. Hasilnya, ia menemukan kalau pada titik tertentu, tsunami yang tercipta bisa mencapai ketinggian 3 meter. “Itu bukanlah kabar yang baik. Banyak pembangkit listrik yang terletak di tepi pantai,” kata Ezzedine.

Ezzedine menambahkan bahwa selain akibat tsunami meteorit, pembangkit-pembangkit listrik yang ada di tepi pantai beresiko terendam air laut akibat pemanasan global. Tahun 2012 silam, Komisi Energi Kalifornia sempat merilis laporan yang pada intinya menyatakan kalau meningkatnya ketinggian air laut bakal merendam pembangkit-pembangkit listrik di sepanjang tepi pantai pada akhir abad ke-20.

Kendati dampak yang ditimbulkan oleh hantaman meteorit di laut terlihat mengerikan, ternyata tidak semua pihak lantas menaruh kekhawatiran berlebihan. H.J. Melosh adalah salah satunya.

Menurut pakar planet asal Universitas Purdue tersebut, dampak hantaman meteorit yang dibuat berdasarkan simulasi komputer tidak perlu ditanggapi secara terlalu serius. Pasalnya banyak simulasi komputer yang menggambarkan pergerakan gelombang di samudera secara tidak realistik dan tidak sejalan dengan tingkat kedalaman samudera. “Itu adalah bencana yang dilebih-lebihkan,” kata Melosh seperti yang dikutip oleh Live Science.

Melosh menambahkan kalau berdasarkan kasus hantaman asteroid yang pernah terjadi di masa lampau, efek tsunami yang ditimbulkan oleh asteorid tersebut ternyata tidaklah sebesar kelihatannya.
Ia mencontohkan kasus hantaman meteorit di lepas pantai Eltanin, Chili, yang terjadi kurang lebih 2,1 juta tahun yang lampau. Kendati ukuran meteoritnya lebih besar dibandingkan meteorit hasil simulasi Ezzedine, ternyata meteoritnya tidak sampai menimbulkan tsunami. Sahabat anehdidunia.com Melosh lantas berkesimpulan kalau jika meteorit yang besar saja tidak menimbulkan tsunami, maka meteorit yang lebih kecil tentunya tidak akan menimbulkan tsunami pula.

Namun jatuhnya meteorit tersebut tetap menimbulkan efek domino bagi lokasi sekitarnya. Efek domino yang dimaksud adalah timbulnya gelombang besar yang bergolak dan bakal langsung pecah tidak jauh dari lokasi jatuhnya meteorit. “Sebenarnya hanya sedikit energi yang dilepaskan (dari hantaman meteorit),” kata Melosh.

Hal senada turut diungkapkan oleh Galen Gisler, ilmuwan Laboratorium Nasional Los Alamos. “Film-film seperti Deep Impact dan Armageddon menyiratkan kalau hantaman di samudera bakal menghasilkan tsunami berbahaya yang bakal menelan apapun di sepanjang tepi pantai... namun saya sendiri meragukannya,” kata Gisler yang sudah membuat simulasi hantaman meteoritnya sendiri bersama dengan rekan-rekannya.

“Hantaman asteroid adalah sumber pemicunya dan hanya mempengaruhi kawasan yang ada di sekitar lokasi hantamannya. Untuk membuat tsunami, anda memerlukan sesuatu yang bisa mengusik seluruh kolom air,” jelas Gisler.

Gisler membuat perumpamaan kalau asteroid yang jatuh ke samudera ibarat batu yang dilemparkan ke dalam air. Saat batu tersebut mengenai air, hantamannya jelas menimbulkan energi dalam wujud gelombang. Namun energinya sendiri dilepaskan secara tersebar sehingga gelombangnya bakal melemah dengan cepat. Dalam konteks asteroid yang jatuh ke samudera, dampak hantamannya diperkirakan tidak akan cukup menghasilkan energi yang diperlukan untuk memicu terjadinya tsunami.

Tsunami sendiri timbul ketika ada pergeseran massa dalam jumlah besar di dasar laut, misalnya akibat gempa bumi atau longsor di dasar laut. Sahabat anehdidunia.com pergerakan ini pada gilirannya menimbulkan perpindahan air dalam jumlah yang amat besar, mulai dari bagian dasar hingga menjalar sampai ke permukaan dan merambat hingga sejauh ratusan kilometer. Karena energi yang memicu tsunami tidak begitu tersebar, tsunami tidak kehilangan begitu banyak energi saat melaju menuju garis pantai.

Kendati begitu, Gisler menampik kalau dampak jatuhnya asteroid ke laut tidak akan menimbulkan dampak yang besar. Berdasarkan simulasi yang ia buat, asteroid yang jatuh ke laut bisa menimbulkan gelombang cipratan air hingga setinggi 400 meter. Namun hempasan air tersebut akan kehilangan energinya dengan cepat dan hanya akan menempuh jarak paling jauh 10 kilometer.

Gisler kemudian menambahkan kalau hasil simulasi yang ia buat bisa dijadikan pertimbangan jika suatu hari nanti, ada asteroid berukuran raksasa yang benar-benar bergerak menuju ke Bumi. “Saya rasa pilihan yang kita dapat jadi lebih banyak. Jika anda menemukan asteroid seukuran ini sebentar lagi bakal menabrak Bumi dan anda tidak bisa mengalihkan jalur lintasannya supaya tidak menghantam Bumi, anda bisa mengusahakan agar asteroidnya jatuh ke tengah-tengah samudera,” tutup Gisler.

referensi
https://www.livescience.com/49298-asteroids-causing-tsunamis.html
https://www.space.com/35081-asteroid-impact-ocean-computer-simulations-solar-system.html