Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Stanislav Petrov Penyelamat Perang Dunia III Yang Hampir Terjadi

Sesudah Perang Dunia Kedua, AS dan Uni Soviet dikenal memiliki hubungan yang tidak begitu akur. Status keduanya sebagai negara adidaya dan ideologi keduanya yang berseberangan menyebabkan kedua negara tersebut terlibat dalam rivalitas berwujud Perang Dingin. Negara-negara di dunia pun lantas ikut terbelah ke dalam blok yang dipimpin oleh masing-masing negara adidaya tadi.

Hingga berakhirnya Perang Dingin di tahun 1991, AS dan Uni Soviet memang tidak pernah terlibat perang terbuka secara langsung. Namun tahukah anda kalau keduanya nyaris terlibat perang di tahun 1983? Alasannya pun sepele, karena sistem keamanan Uni Soviet salah mengira kalau AS baru saja melepaskan serangan ke wilayah Soviet. Lantas, bagaimana kisah lengkapnya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus menengok riwayat hidup Stanislav Petrov. Berkat keputusan jitu yang diambilnya, dunia berhasil terhindar dari perang nuklir yang bisa saja memusnahkan jutaan manusia.

Stanislav Petrov

Saat itu adalah tanggal 26 September 1983 dini hari. Sistem peringatan dini Soviet mengeluarkan peringatan kalau AS baru saja meluncurkan misil. Berdasarkan bacaan dari komputer, ada beberapa misil yang sudah diluncurkan dari wilayah AS menuju Uni Soviet. Sahabat anehdidunia.com berdasarkan ketentuan yang berlaku di rantai komando Uni Soviet pada masa itu, jika ada misil yang datang dari arah AS, maka Uni Soviet harus membalasnya dengan meluncurkan misil nuklir milik mereka.

Kebimbangan pun langsung menghinggapi Petrov yang saat itu sedang bertugas meneruskan informasi jika ada misil yang terdeteksi oleh sistem keamanan Uni Soviet. Namun bukannya meneruskan informasi tersebut ke atasannya, Petrov justru menganggap kalau peringatan tadi hanyalah peringatan yang tidak akurat.

Tindakan Petrov tersebut di atas kertas sebenarnya termasuk sebagai pelanggaran karena ia memilih untuk menyimpan sendiri informasi tersebut alih-alih meminta saran kepada atasan maupun rekan-rekannya. Namun permasalahannya adalah jika atasannya justru malah menganggap kalau AS benar-benar meluncurkan misil, perang nuklir antar negara adidaya tidak bakal bisa dihindari lagi.

“Saya memiliki semua data (yang menunjukkan kalau ada serangan misil yang tengah berlangsung). Jika saya meneruskannya kepada orang-orang yang berkedudukan di atas saya, tidak akan ada yang mencoba membantahnya,” kata Petrov kepada wartawan BBC cabang Rusia. 

Petrov sendiri saat itu berstatus sebagai letnan kolonel yang ditugaskan di sebuah pangkalan militer dekat ibukota Moskow. Semasa menjalani latihan, ia dan para koleganya selalu ditekankan untuk mengikuti prosedur. Namun dalam momen menentukan ini, Petrov memilih untuk mengabaikan instruksi yang didapatnya semasa pelatihan karena taruhannya adalah keselamtan hidup orang banyak.

“Sirenenya berbunyi, namun saya hanya duduk diam di sana selama beberapa detik. Sambil menatap layar besar, merah, di hadapan saya dengan tulisan ‘meluncur’”, kata Petrov saat mengenang peristiwa tersebut. Sistem deteksi Uni Soviet memperingatkan kalau sinyal peringatannya berada dalam level tertinggi. Pertanda kalau AS benar-benar memulai serangan ke wilayah Uni Soviet.

“Satu menit kemudian sirenenya berbunyi lagi. Pertanda misil kedua sudah meluncur. Kemudian muncul yang ketiga, yang keempat, dan yang kelima. Komputer mengubah pesan peringatannya dari yang awalnya ‘meluncur’ menjadi ‘serangan misil’”, tambah Petrov. 

“Tidak ada peraturan mengenai seberapa lama kami boleh berpikir sebelum kemudian membuat laporan kalau ada serangan misil. Namun kami tahu bahwa setiap detik yang tertunda berarti menghilangnya waktu yang berharga. Makanya sektor kepempinan militer dan politik Uni Soviet harus menerima informasi tanpa ditunda-tunda  lagi,” papar Petrov.

“Semua yang harus saya lakukan hanyalah mengambil gagang telepon, lalu menghubungi komandan tertinggi secara langsung. Namun saya tidak bisa bergerak (akibat bingung). Saya merasa seolah-olah sedang duduk di atas wajan yang panas”, tuturnya. 

Bukan tanpa alasan Petrov merasa ragu-ragu saat harus meneruskan informasi ini ke atasannya. Kondisi AS dan Uni Soviet pada masa itu sedang buruk-buruknya akibat invasi pasukan Uni Soviet ke Afganistan. Dalam kondisi setegang itu, insiden sekecil apapun berpotensi menyulut Perang Dunia Ketiga.

Soviet Nuklir Protokol

Alasan lain kenapa Petrov merasa ragu adalah karena ia sendiri menaruh rasa kurang percaya terhadap sistem deteksi yang digunakan oleh negaranya. Selain dirinya yang berstatus sebagai pakar komputer, Uni Soviet juga mempekerjakan pakar di sektor lain untuk membantu mengawasi kalau-kalau AS atau sekutunya meluncurkan misil ke arah Uni Soviet.

Para operator satelit radar menginformasikan kalau mereka tidak mendeteksi adanya tanda-tanda misil yang diluncurkan. Namun informasi dari radar itu sendiri hanya berstatus sebagai informasi pendukung. Sahabat anehdidunia.com otoritas Uni Soviet dalam prosedut ketatnya dengan sengat jelas menegaskan kalau pengambilan keputusan harus didasarkan pada hasil bacaan komputer. Dan Petrov adalah orang yang memiliki kewenangan tersebut.

“Ada 28 atau 29 level keamanan. Sesudah sasarannya ditentukan, informasinya harus dialihkan ke pos-pos pemeriksaan antar level. Namun saya tidak yakin apakah prosedur ini bakal tetap berjalan, jika melihat kondisinya pada waktu itu,” terang Petrov. 

Petrov lantas memutuskan untuk menghubungi markas pusat angkatan bersenjata Uni Soviet. Bukan untuk melaporkan adanya serangan misil yang datang dari AS. Tapi untuk melaporkan kalau sistem deteksi keamanan dini Uni Soviet mengalami gangguan. 

Keputusan Petrov ini bisa dikatakan sebagai perjudian besar. Pasalnya jika ternyata AS memang benar-benar meluncurkan misil nuklir, maka Uni Soviet tidak akan memiliki cukup waktu untuk menangkal serangan tersebut, dan nyawa banyak orang akan melayang. 

“Dua puluh tiga menit kemudian, saya menyadari kalau tidak ada hal apapun yang terjadi. Jika memang benar-benar terjadi serangan, maka saya akan menjadi orang yang paling awal mengetahuinya. Saya benar-benar merasa lega,” kata Petrov saat mengenang momen-momen mendebarkan tersebut.

Lantas, jika pada waktu itu AS memang tidak meluncurkan misil, kenapa sistem deteksi dini Uni Soviet berbunyi? Penyelidikan yang dilakukan kemudian menemukan kalau apa yang nampak sebagai misil tersebut aslinya adalah awan yang kebetulan berada dalam posisi sejajar dengan radar pengawas di orbit Molniya. 

Temuan tersebut sekaligus menjawab keheranan Petrov pada waktu. Jika AS memang benar-benar ingin menyerang Uni Soviet dengan memakai serangan nuklir, maka AS harusnya langsung meluncurkan misil dalam jumlah amat banyak supaya pihak Soviet kewalahan dan tidak bisa melancarkan serangan balik.

Petrov sendiri menduga bahwa jika yang kebetulan menempati shift jaga pada waktu itu bukan dirinya, maka temuan tersebut akan langsung dilaporkan kepada atasan. “Rekan-rekan saya adalah tentara profesional. Mereka dididik untuk menerima dan menjalankan perintah,” ujar Petrov.

Beberapa hari kemudian, Petrov kemudian dipanggil dan diberikan teguran resmi oleh atasannya. Bukan karena ia tidak meneruskan informasi mengenai peringatan ‘serangan’ tersebut, tetapi karena ia tidak mencatatnya di buku catatan dinas. Baik Petrov maupun petinggi Uni Soviet memutuskan untuk merahasiakan insiden itu demi menjaga reputasi sistem keamanan Uni Soviet.

Kurang dari 10 tahun kemudian, Uni Soviet mengalami keruntuhan. Petrov yang selama ini bungkam mulai berani buka mulut atas apa yang terjadi di hari itu. Ia pun menerima banyak pujian dan penghargaan dari sejumlah pihak di luar negeri. Namun bukannya bangga, Petrov memilih untuk bersikap merendah.

“Itu hanya bagian dari pekerjaan saya. Namun saya merasa beruntung karena sayalah pada waktu itu yang sedang bertugas,” kata Petrov, yang sekarang menghabiskan hari-hari tuanya di sebuah kota kecil di dekat Moskow.

Sumber : 
https://www.bbc.com/news/world-europe-24280831
https://en.wikipedia.org/wiki/1983_Soviet_nuclear_false_alarm_incident