Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Roti Terbuat Dari Tulang Mayat Paris Tahun 1590

Tak ada rotan, akar pun jadi. Itulah peribahasa yang pada intinya memiliki makna bahwa jika sesuatu sedang tidak bisa didapatkan, maka menggunakan alternatifnya pun tidak masalah. Dalam konteks sejarah Perancis, peribahasa ini bisa digunakan untuk mengilutsriasikan kondisi kota Paris saat penduduk kota tersebut sedang dilanda bencana kelaparan pada akhir abad ke-16.

Bagi rakyat Perancis, gandum memiliki reputasi yang sama dengan beras di Indonesia. Makanan berbahan gandum semisal roti merupakan makanan pokok yang dikonsumsi setiap hari oleh hampir setiap penduduk Perancis. Walaupun ada makanan lain yang bisa mereka makan, mereka tetap akan merasa belum puas jika belum mengkonsumsi roti.

Roti Dari Tengkorak
Ilustrasi roti Tengkorak via ancient origin
Menurut hasil penelitian yang dimuat di situs jurnal Persee, jumlah rata-rata roti yang dikonsumsi oleh rakyat Perancis pada abad ke-15 hingga 16 berkisar antara 6 hingga 11 kg per harinya. Golongan kaya juga mengkonsumsi roti sambil ditemani dengan daging dan minuman anggur. Dengan melihat hal tersebut, jika Perancis sampai dilanda kelangkaan gandum, maka hampir dapat dipastikan kalau bencana kelaparan akan menyusul tak lama berselang.

Hal tersebut juga berlaku untuk kota Paris. Sebagai pusat pemerintahan, Paris rentan menjadi sasaran penyerangan ketika Perancis sedang terlibat perang. Dan layaknya peribahasa “gajah bertarung sama gajah, pelanduk mati di tengah-tengah”, ketika kota yang mereka huni tengah dilanda peperangan, penduduk yang tinggal di kota Paris dan sekitarnya juga bakal ikut terkena getahnya.

Di Abad Pertengahan, salah satu taktik yang lazim digunakan untuk menaklukkan suatu kota adalah dengan memblokade kota tersebut dari dunia luar. Harapannya adalah ketika persediaan makanan yang ada di kota tersebut menipis, penduduk kota yang bersangkutan akan merasa terpojok dan akhirnya menyerah dengan sendirinya. 

Walaupun penaklukan kota dengan taktik macam ini bisa memakan waktu berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun, taktik ini tetap banyak dilakukan karena bisa membantu mengurangi resiko korban jiwa di pihak penyerbu. Namun sebagai akibatnya, penduduk di kota yang terkepung bakal dilanda kelaparan dan harus bertahan hidup dengan segala cara.

Hal demikian juga berlaku untuk kota Paris. Sepanjang sejarahnya, kota yang sekarang menjadi lokasi Menara Eiffel tersebut pernah beberapa kali menjadi sasaran penyerbuan bangsa-bangsa asing. Pada tahun 845 misalnya, bangsa Viking yang terkenal dengan keahlian berlayarnya pernah menyerbu kota tersebut kendati Paris berlokasi jauh dari laut.

Bukan hanya bangsa asing yang pernah menyerbu kota Paris. Sahabat anehdidunia.com sesama bangsa Perancis pun juga pernah menyerbu kota tersebut. Saat Perang 100 Tahun antara Inggris melawan Perancis tengah berlangsung, pasukan Perancis yang dipimpin oleh Raja Charles VII menyerbu kota Paris karena kota tersebut tengah dikuasai oleh faksi sekutu Inggris.

Dari sekian banyak peristiwa penyerbuan yang pernah menimpa kota Paris, peristiwa yang bakal menjadi fokus pembahasan dalam tulisan kali ini adalah penyerbuan kota Paris pada tahun 1590. Untuk mengetahui kenapa Paris bisa menjadi sasaran penyerbuan di tahun tersebut, maka kita harus mundur hingga setahun sebelumnya.

Pada tahun 1589, raja Perancis Henri III meninggal dunia. Sepupu Henri III yang bernama Henri III dari Navarre (Spanyol) kemudian mengajukan klaim sebagai penerus tahta Perancis. Kendati memiliki hubungan kekerabatan, upaya Henri III untuk mengklaim tahta Perancis terkendala oleh faktor agama.

Perancis merupakan negara Katolik yang saat itu tengah terlibat perang bermotifkan agama melawan bangsa-bangsa di sekitarnya. Sementara Henri III tumbuh sebagai penganut Protestan. Akibatnya sudah bisa ditebak. Mereka yang tinggal di Perancis pada awalnya enggan mengakui klam tahta Henri III.

Dihadapkan dengan kenyataan tersebut, Henri III tidak mau menyerah begitu saja. Dengan dibantu oleh para sekutunya, Henri III terlibat perang panjang melawan koalisi Liga Katolik yang salah satu anggotanya tidak lain adalah Perancis. Sesudah bersusah payah, pasukan pimpinan Henri akhirnya semakin dekat dengan ibukota Paris.

Begitu penduduk sekitar Paris mendengar kabar kalau pasukan pimpinan Henri sedang mendekat, mereka beramai-ramai meninggalkan ladangnya untuk berlindung di dalam kota Paris. Henri lantas melihat momen tersebut untuk mengisolasi penduduk kota Paris dan memaksa mereka menyerah sesegera mungkin. 

Setelah menguasai kota-kota di sekitar Paris, ia memerintahkan pasukannya untuk membakar lumbung-lumbung yang tersebar di sekitar Paris. Harapannya, ketika persediaan makanan di Paris sudah semakin menipis, penduduk kota tersebut tidak bisa lagi melawan sehingga Paris akhirnya bisa ditaklukkan.

Rencana Henri tersebut pada awalnya berjalan sesuai keinginannya. Memasuki bulan Mei, penduduk kota Paris sudah tidak memiliki persediaan makanan lagi. Supaya bisa bertahan hidup, mereka pun membunuh kuda dan keledai mereka supaya bisa makan. Ketika tidak ada lagi kuda dan kedelai yang bisa disembelih, mereka kemudian menangkapi anjing dan kucing untuk dijadikan makanan.

kelaparan di paris
Kelaparan Di pari Tahun 1590 via atlas obscura
Saat tidak ada lagi hewan dan gandum yang tersedia, penduduk kota Paris pun beralih menuju opsi terakhir yang sungguh tidak terduga. Mereka nekat membongkar makam untuk mengambil tulang-tulang yang ada di dalamnya. Menurut catatan dari penulis Pierre L’Estoile yang menjadi saksi dari peristiwa ini, penduduk Paris nekat mengambil tulang belulang yang ada di makam supaya bisa dijadikan makanan.

Kita semua tentu sudah tahu kalau tulang memiliki tekstur yang kaku dan keras. Jadi bagaimana penduduk Paris memanfaatkan tulang tersebut sebagai makanan? Jawabannya adalah dengan mengubah tulang tersebut menjadi seperti tepung. Untuk melakukannya, mereka akan menumbuk tulang tersebut hingga halus dan kemudian memanggangnya menjadi roti.

Walaupun tulang yang sudah ditumbuk menjadi sehalus tepung nampak tidak berbeda dibandingkan repung terigu, namun roti yang terbuat dari tepung tulang ini tetap tidak bisa dianggap sebagai makanan pengganti yang memadai sebagai akibat dari minimnya kandungan gizi yang ada pada tepung tulang. Tepung tulang juga memiliki struktur yang berbeda dengan terigu sehingga adonan yang terbuat dari tepung tulang sulit menyatu dan mengembang. 

Namun layaknya peribahasa “tak ada rotan akar pun jadi”, penduduk Paris di masa itu terpaksa mengkonsumsi roti berbahan tulang mayat ini karena mereka tidak memiliki pilihan lain. “Ide untuk mengubah tulang menjadi tepung... hanya dapat muncul dari pikiran seseorang yang sudah begitu keras kepala dan dikuasai oleh rasa lapar serta putus asa,” jelas penulis Gabriel Venel untuk menggambarkan bagaimana kritisnya kondisi pada masa itu.

Suasana Paris selama pengepungan terjadi memang sungguh memprihatinkan. Diperkirakan sebanyak 50 ribu orang meninggal akibat pengepungan. Begitu melihat kondisi pilu tersebut, Henri akhirnya melunak dan meminta pasukannya menyalurkan makanan ke dalam kota Paris. Henri sendiri akhirnya berhasil menjadi raja Perancis yang baru dengan gelar Henri IV. Entah bisa dipandang sebagai karma atau tidak, kota Paris akhirnya menjadi lokasi kematian Henri IV setelah ia dibunuh oleh François Ravaillac pada tahun 1610.

Kredit referensi :
https://www.atlasobscura.com/articles/what-people-eat-during-siege
https://www.britannica.com/biography/Henry-IV-king-of-France