Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fenomena SexDetector, Bandul Ajaib Menghipnotis Para Peternak Amerika

Bagi mereka yang sedang mengandung, jenis kelamin bayi yang bakal lahir menjadi salah satu pernyataan yang paling membuat penasaran. Pasalnya dengan mengetahui jenis kelamin bayinya sejak dini, orang tua sang bayi bisa membuat persiapan sejak jauh-jauh hari. Misalnya soal nama yang akan diberikan dan pakaian yang bakal mereka beli.

Bukan hanya mereka yang sedang menunggu kelahiran buah hatinya yang penasaran akan jenis kelamin bayinya kelak. Para peternak unggas pun ternyata juga memiliki rasa penasarannya sendiri saat hewan yang diternaknya bertelur dan ia ingin tahu jenis kelamin dari hewan yang ada dalam telur.

Rasa penasaran tersebut lantas mendorong lahirnya SexDetector. Sejenis bandul yang di masa kini lebih dikenal sebagai contoh penipuan terbesar di bidang peternakan AS pada permulaan abad ke-20. Sesuai namanya, bandul tersebut memang diklaim bisa memberikan informasi mengenai jenis kelamin hewan yang diperiksa.

sex-detector 1920

Apa yang disebut sebagai sexdetector sendiri pada dasarnya hanyalah seutas benang dengan pemberat di bagian ujungnya. Menurut artikel Scientific American di tahun 1922, bandul-bandul sexdetector memiliki pemberat yang berbeda-beda bergantung dari bahannya. Ada bandul yang pemberatnya terbuat dari besi berlapis nikel. Ada pula bandul yang pemberatnya hanya terbuat dari kayu dengan timah di bagian dalamnya.

Lantas, bagaimana caranya bandul bisa memberikan informasi mengenai jenis kelamin hewan yang hendak diperiksa? Pemeriksaan memakai bandul ini ternyata sungguh sederhana dan bahkan cenderung berbau takhyul.

Jika bandul sexdetector ini diayun-ayunkan di depan telur yang belum menetas, maka arah ayunannya bergantung dari jenis kelamin hewan yang ada di dalam telur. Jika telur tersebut berisi pejantan, maka bandulnya akan berayun secara lurus. Tetapi jika telurnya berisi hewan betina, maka bandulnya akan berayun secara melingkar. 

Jika telurnya bersifat mandul, maka bandulnya tidak akan bergoyang. Walaupun penjelasan mengenai cara bandul tersebut menentukan jenis kelamin terkesan tidak logis, bandul tersebut sebenarnya bekerja berdasarkan takhyul yang masih banyak diyakini pada masa itu. Menurut takhyul ini, seorang wanita hamil bisa mengetahui jenis kelamin bayinya dengan memegang bandul dan melihat pola ayunannya.

Bandul sexdetector merupakan buah karya dari Sex-Detector Laboratories (SDL), sebuah perusahaan yang berkantor di San Francisco. Produk ini pertama kali menarik perhatian publik ketika sejumlah majalah peternakan memuat iklan mengenai produk ini sejak tahun 1920.


Untuk menarik minat calon konsumen agar mereka bersedia membeli bandul ini, SDL pun membuat iklan dengan bahasa sebombastis mungkin. Dalam salah satu iklan yang dimuat di majalah The Poultry Item misalnya, SDL mengklaim kalau bandul ini tercipta setelah mereka melakukan penelitian dan eksperimen selama 20 tahun lamanya, dan penelitian tersebut selama ini tidak pernah diungkap ke publik sebelumnya.

Dalam iklan lain, SDL mengklaim kalau “para dokter dibuat bingung... akan begitu akuratnya benda menakjubkan ini”. SDL lantas menambahkan kalau setiap peternak unggas haruslah memiliki bandul sexdetector supaya mereka memiliki perangkat yang bisa diandalkan saat hendak memeriksa jenis kelamin telur.

Iklan yang tak kalah bombastis turut dipasang oleh SDL di majalah ayam The Leghorn World. Di dalam iklan tersebut, SDL menyebut kalau sexdetector adalah “suatu hal yang mencerahkan bagi para peternak”, “pencapaian yang agung dalam perkembangan iptek,” hingga “penghancur bagi setiap hasil riset yang ada sebelumnya”. 

Banyaknya tulisan bombastis yang digunakan SDL dalam iklan-iklannya menyebabkan para peternak mulai menunjukkan rasa tertarik dan penasaran akan sexdetector. Buntutnya, para peternak pun berbondong-bondong membeli bandul ini. Mereka berharap bisa mengetahui jenis kelamin anakan yang hendak menetas, atau sekedar untuk memastikan apakah unggas-unggas peliharaannya ada yang mandul.

Sebagai akibat dari begitu tingginya minat publik akan bandul ini, pengusaha lain pun terdorong untuk menjual produk serupa. Tidak begitu lama setelah sexdetector pertama kali dijual untuk publik, perusahaan Janos Company yang berbasis di New York meluncurkan produk bandul serupa. Supaya calon konsumen tertarik untuk membeli bandul mereka, bandul ini dijual dengan harga yang lebih rendah ketimbang bandul buatan SDL.

Keluarnya produk saingan tersebut tak pelak membuat SDL merasa tersengat. Mereka pun menuding kalau bandul buatan Janos adalah produk imitasi semata. Supaya pelanggan mereka tidak sampai mengalihkan minatnya ke bandul buatan Janos, SDL sampai merasa kalau mereka harus membuat pesan peringatan khusus kepada publik.

sexdetector 1920

Dalam iklan yang dimuat di majalah-majalah peternakan, SDL tetap menampilkan iklannya dalam format yang serupa dengan iklan-iklan terdahulu mereka. Namun kali ini di bagian atas iklan, mereka menambahkan tulisan “Hati-hati barang palsu. Ini adalah satu-satunya sexdetector yang asli di dunia dan yang pertama dijual di pasaran, dan kami menjamin kalau semuanya adalah produk kami. Tidak ada produk yang asli, kecuali produknya datang dari Sex-Detector Laboratories”.

Namun layaknya peribaha “sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga”. Karena bandul sexdetector pada dasarnya merupakan benda yang dipasarkan tanpa dasar ilmiah yang kuat, efektifitas benda ini dalam menentukan jenis kelamin mulai dipertanyakan. Bermula dari eksperimen yang dilakukan oleh surat kabar American Poultry Journal, surat kabar serta majalah lain mulai melakukan eksperimennya masing-masing.

The Farm Journal melakukan percobaan memakai bandul sexdetector pada sejumlah telur dan kucing yang ada di kantor mereka. Saat bandul tersebut diujikan di depan kucing, bandul tersebut memberikan tanda kalau kucing tersebut adalah betina. Padahal kucing yang bersangkutan berjenis kelamin jantan.

Penulis untuk surat kabar The Californian Poultry Journal juga menuliskan hal serupa. Pada awalnya, teman sang penulis mengundang reman-temannya yang lain untuk memamerkan bandul sexdetector yang baru saja ia beli. Ketika ia mengujikannya pada sejumlah telur, salah seorang teman sang penulis merasa ragu kalau bandul tersebut memang memberikan jawaban yang tepat.

Teman sang penulis pun kemudian menguji bandul tersebut pada 2 keping uang logam perak. Ketika bandulnya diayunkan di depan koin, bandulnya memberikan tanda kalau kepingan logam tersebut menampilkan sosok pria. Padahal sosok dalam koin yang sama adalah sosok wanita.

Saat semakin banyak artikel yang bermunculan kalau sexdetector tidak bisa memberikan jawaban yang akurat mengenai jenis kelamin manusia serta hewan, surat-surat kabar yang memuat iklan sexdetector ikut terkena getahnya. Salah seorang pembaca surat kabar The Poultry Craftsman menulis kalau sudah seharusnya pemilik surat kabar bersifat selektif terhadap iklan-iklan yang masuk agar mereka yang memasarkan produk berunsur penipuan tidak bisa memasang iklannya di sana.

Dampak dari fenomena ini sudah bisa diduga. Bak pohon tinggi yang tumbang usai terkena badai, sexdetector yang awalnya begitu dicaricari oleh publik kini tidak diminati lagi. Sejak pertengahan tahun 1922, surat-surat kabar peternakan bertisar besar juga tidak mau lagi memasang iklan sexdetector. Di masa kini, kisah mengenai sexdetector dikenang sebagai bagaimana suatu produk palsu bisa memikat banyak orang untuk membelinya jika diiklankan dengan bahasa yang bombastis dan meyakinkan.

Credit Referensi:
https://www.atlasobscura.com/articles/sex-detector-1920-poultry-eggs