Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Selain Bau Menyengat Inilah Dampak Aneh Mutasi Gen Pada Manusia

Mutasi adalah suatu fenomena di mana komponen genetis seseorang mengalami perubahan. Karena gen bisa digandakan saat terjadi replikasi DNA, seseorang yang mengalami mutasi gen bisa menurunkan perubahan yang terjadi pada dirinya kepada keturunannya. Berikut ini adalah 5 contoh dampak aneh yang bisa timbul akibat mutasi gen pada manusia. 

Nafsu Makan Tinggi atau Rendah

Nafsu Makan Menaik

Kegemukan merupakan masalah yang lazim dialami oleh orang-orang di masa kini. Gemar menyantap makanan dalam jumlah besar menjadi salah satu penyebab kenapa sejumlah orang memiliki tubuh dengan berat badan berlebih.

Faktor genetis sendiri ternyata diketahui memiliki peran dalam mempengaruhi nafsu makan seseorang. Gen yang dimaksud di sini adalah gen melanocortin 4 receptor, atau yang biasa disingkat sebagai MCR4.

Jika gen tersebut mengalami mutasi, maka akan terjadi perubahan pada pola makan pemilik gennya. Gen MCR4 sendiri mempengaruhi nafsu makan seseorang dengan cara memberikan sinyal kepada otak mengenai kapan sebaiknya seseorang berhenti makan.

Saat gen tersebut merasa kalau seseorang sudah berada dalam kondisi kenyang, gen tersebut akan memberikan sinyal kepada otak sehingga orang yang bersangkutan tidak lagi merasa lapar dan tidak lagi makan dalam jangka waktu tertentu.

Ilmuwan lantas menduga kalau adanya mutasi pada gen MCR4 menjadi penyebab mengapa sebagian orang merasa senantiasa lapar sehingga ia memiliki intensitas makan lebih sering, yang pada gilirannya berdampak pada berat badan orang yang bersangkutan.

Kondisi sebaliknya juga dapat terjadi jika gen MCR4 mengalami mutasi tertentu. Saat mutasi macam ini yang terjadi, orang yang bersangkutan akan senantiasa merasa kenyang sehingga ia jadi lebih jarang mengkonsumsi makanan.

Bau Menyengat

Bau Badan Menyengat

Trimethylamine adalah semacam senyawa kimia yang memiliki bau amat menyengat. Mereka yang pernah mencium senyawa ini menjelaskan kalau senyawa yang bersangkutan memiliki bau menyerupai ikan busuk atau timbunan sampah. 

Tubuh manusia sendiri diketahui memiliki caranya sendiri untuk meredam efek yang ditimbulkan oleh senyawa trimethylamine. Di dalam tubuh manusia, terdapat kode gen bernama FMO3. 

Tujuan keberadaan gen ini adalah untuk memerintahkan enzim melakukan perombakan pada komponen senyawa trimethylamine yang terdeteksi supaya senyawa tersebut tidak sampai menimbulkan bau menyengat begitu dikeluarkan dari tubuh.

Namun jika FMO3 mengalami mutasi, maka proses perombakan tidak akan terjadi atau hanya akan terjadi dalam skala yang jauh lebih rendah. Sebagai akibatnya, senyawa trimethylamine akan keluar dalam tubuh dalam kondisi utuh. Yang timbul kemudian adalah setiap kali orang tersebut berkeringat, buang air besar, atau sekedar menghembuskan nafas, bau menyengat akan langsung tercium.

Fenomena di mana FMO3 mengalami gangguan hingga tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya dikenal dengan istilah trimethylaminuria, atau sindrom ikan busuk. Kelainan ini juga bisa membawa gangguan psikologis bagi penderitanya karena sebagai akibat dari bau yang ditimbulkannya, penderita kerap merasa rendah diri dan tidak mau lagi berada di dekat orang lain.

Tahan Hidup di Pegunungan

Orng orang Sherpa

Jika seseorang hendak melakukan pendakian di Pegunungan Himalaya yang mencakup Gunung Everest, orang yang bersangkutan bakal disarankan untuk turut membawa orang dari suku Sherpa sebagai pemandunya. 

Selain karena orang Sherpa merupakan penduduk asli kawasan Himalaya yang seharusnya sudah akrab dengan kondisi setempat, alasan lain mengapa orang Sherpa sebaiknya juga turut disertakan adalah karena orang Sherpa memiliki “sesuatu” untuk membantunya bertahan di lingkungan sekeras pegunungan.

Orang-orang Sherpa diketahui mengalami perubahan genetis pada tubuhnya sebagai akibat dari pola hidup mereka yang sudah mendiami kawasan dataran tinggi secara turun temurun. Karena mereka sudah hidup lama di kawasan tersebut, tubuh mereka pun secara perlahan mengalami adaptasi supaya bisa terbiasa hidup di kawasan pegunungan.

Salah satu gangguan kesehatan yang kerap menimpa pendaki gunung saat berada di ketinggian ribuan meter adalah hypoxia, suatu kondisi di mana kadar oksigen dalam darah menurun akibat menipisnya kadar oksigen di ketinggian.

Hypoxia merupakan kondisi yang berbahaya karena bisa menyebabkan korbannya sakit kepala dan berhalusinasi sehingga ia lebih rentan melakukan tindakan berbahaya di luar kendalinya.

Orang-orang Sherpa sendiri tidak sepenuhnya kebal akan hypoxia. Namun karena tubuh mereka memiliki kadar hemoglobin yang lebih tinggi akibat mutasi pada gen EPAS1, mereka jauh lebih teradaptasi untuk hidup di lingkungan yang minim oksigen. Hemoglobin adalah protein pada sel darah merah yang berfungsi mengikat oksigen.

Manusia biasa di lain pihak menanggapi fenomena menipisnya kadar oksigen dengan meningkatkan produksi jumlah sel darah merah. Kendati meningkatnya jumlah sel darah merah membantu meningkatkan jumlah oksigen yang bisa diserap, meningkatnya jumlah sel darah merah juga menyebabkan darah mengalir lebih lambat dan kerja jantung menjadi lebih berat.

Tidak Pernah Mengalami Patah Tulang

Kelainan Gen pada tulang

Pada tahun 1994, seorang pria asal Amerika Serikat dengan nama alias John mengalami kecelakaan mobil. Normalnya kecelakaan tersebut bakal menewaskan korbannya di tempat. Namun John sendiri tetap selamat dan tidak mengalami patah tulang sama sekali. Bukan hanya itu, pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter juga menemukan kalau John memiliki tulang dengan tingkat kepadatan 8 kali lebih tinggi dibandingkan tulang manusia normal.

John sendiri ternyata bukanlah satu-satunya orang dengan tulang macam itu. Beberapa tahun kemudian, ilmuwan Mark Johnson dan koleganya berhasil menemukan keluarga beranggotakan 21 orang di negara bagian Nebraska. Semua anggota keluarga tersebut diketahui tidak pernah mengalami patah tulang seumur hidupnya. Keluarga dengan kemampuan serupa juga ditemukan di negara bagian Connectitut.

Ilmuwan asal Universitas Yale yang merasa penasaran kemudian melakukan analisa pada DNA mereka. Hasilnya, mereka diketahui mengalami mutasi pada gen LRP5 yang mengatur masalah osteoporisis atau perapuhan tulang.

Akibat mutasi tersebut, tulang mereka senantiasa memperkuat diri sehingga tulang mereka jauh lebih tahan terhadap hantaman yang normalnya bakal membuat tulang manusia mengalami patah atau retak. Ilmuwan pun berharap kalau temuan ini bisa dikembangkan lebih jauh sebagai solusi atas orang-orang yang mengalami osteoporosis.

Tidak Bisa Merasakan Sakit

Jo Cameron

Di Skotlandia, Inggris, seorang wanita membuat kalangan dokter merasa takjub karena selama 60 tahun hidupnya, ia sama sekali tidak pernah merasakan sakit atau cemas. Dokter baru mengetahui hal tidak wajar yang dimiliki oleh wanita bernama Jo Cameron tersebut setelah ia tidak menunjukkan gejala kesakitan setelah menjalani operasi.

Di hadapan pakar genetik, Jo mengaku pernah membakar dirinya sendiri secara tidak sengaja dengan memakai kompor dan baru sadar kalau dirinya terbakar setelah mencium bau daging terbakar. Jo juga mengaku tidak pernah merasakan sedih semasa kecilnya.

Analisa pada gen Jo menemukan kalau wanita tersebut mengalami kelainan yang menyebabkan tubuhnya tidak memproduksi protein FAAH. FAAH adalah protein yang bertugas merombak anandamide, senyawa kimia penyebab rasa sakit dan rasa cemas pada manusia.

Karena tubuh Jo tidak menghasilkan protein FAAH, Jo pun tidak bisa merasakan sakit dan tidak pernah merasa khawatir seumur hidupnya. Mungkinkah kelainan yang dialami Jo ini bisa menjadi solusi bagi orang-orang yang hidupnya senantiasa dipenuhi rasa galau?

referensi:
https://listverse.com/2020/01/04/8-strange-effects-of-mutated-genes/
https://mysteriousuniverse.org/2020/01/mysterious-people-with-unbreakable-bones/