Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

5 Fakta Menakutkan Seputar Waterboarding, Teknik Penyiksaan Memakai Air

Anehdidunia.com - Metode kekerasan kerap dianggap sebagai metode yang kurang terpuji dan sebaiknya dihindari. Namun dalam praktiknya, metode kekerasan masih kerap dilakukan oleh mereka yang sedang terlibat konflik satu sama lain.

Waterboarding adalah contoh dari metode kekerasan tersebut. Waterboarding sendiri adalah sebutan untuk teknik penyiksaan di mana seseorang diikat, lalu kepalanya disiram dengan air. Berikut ini adalah fakta-fakta menakutkan di balik waterboarding.

Waterboarding Bertujuan Menyiksa Korbannya Sekejam Mungkin Tanpa Meninggalkan Luka

Waterboarding Bertujuan Menyiksa Korbannya Sekejam Mungkin Tanpa Meninggalkan Luka
Waterboarding Bertujuan Menyiksa Korbannya Sekejam Mungkin Tanpa Meninggalkan Luka via deviantart.com

Konsep dari waterboarding berakar dari fakta bahwa manusia adalah makhluk darat. Itu berarti manusia tidak akan bisa bernapas jika hidung atau mulutnya terlalu lama terpapar oleh air.

Ada beberapa macam metode penyiksaan yang dilakukan memakai air dan sudah dilakukan oleh manusia sejak ribuan tahun silam. Dalam salah satu metode, kepala korban akan direndam dalam air selama beberapa menit. Sesudah itu, kepala korban akan dikeluarkan sejenak dari air supaya korban bisa menghirup udara.

Jika korban masih menolak untuk menuruti perintah orang yang menyiksanya, maka kepala orang tersebut akan direndam kembali ke dalam air. Jika metode ini terus menerus diulangi, orang yang disiksa diharapkan akan menyerah dengan sendirinya dan bersedia menuruti keinginan sang penyiksa.

Dalam waterboarding, tangan dan kaki korban akan diikat, lalu korban akan dibaringkan di atas papan atau di atas tanah dengan kepala yang ditutupi kain. Sahabat anehdidunia.com oleh karena itulah, teknik penyiksaan ini dikenal dengan sebutan waterboarding (water = air, board = papan).

Saat korban sudah berada dalam kondisi tidak berdaya, kepala korban kemudian akan disiram dengan air. Saat air memasuki hidung dan mulut korban, korban akan merasa kesulitan bernapas layaknya orang yang sedang tenggelam.

Waterboarding Sudah Ada Sejak Abad Pertengahan

Waterboarding Sudah Ada Sejak Abad Pertengahan
Waterboarding Sudah Ada Sejak Abad Pertengahan via painterest.com

Karena waterboarding bisa dilakukan tanpa menggunakan perlengkapan modern, teknik penyiksaan ini sudah ada sejak masa Abad Pertengahan. Tepatnya sejak abad ke-14.

Kelompok radikal agama Inkuisisi Spanyol diketahui kerap menggunakan metode waterboarding dalam teknik penyiksaan dan interogasinya.

Teknik waterboarding yang dilakukan oleh kelompok Inkuisisi dikenal dengan sebutan toca. Berdasarkan gambar ilustrasi yang dibuat pada masa lampau, orang yang hendak disiksa memakai teknik waterboarding akan diikat dalam posisi berdiri.

Kepala orang tersebut selanjutnya akan ditutupi dengan kain dan dipaksa mendongak ke atas. Sesudah itu, anggota Inkuisisi akan menyiramkan air ke atas kepala orang yang sedang diikat tadi. Metode ini terus menerus diulangi hingga korban menyerah dan bersedia memberikan informasi yang diminta oleh pihak Inkuisisi.

Tidak jarang seseorang memuntahkan kembali air yang baru saja masuk ke dalam mulut dan hidungnya. Namun anggota Inkuisisi ternyata sudah mengantisipasi hal tersebut.

Mereka sengaja menyiapkan ember di dekat kepala orang yang sedang disiksa. Jadi ketika korban memuntahkan air, airnya akan masuk ke dalam ember. Air tersebut kemudian bakal disiramkan kembali ke kepala korban supaya korban benar-benar merasa tersiksa dan tidak mau lagi menentang keinginan pihak yang menyiksanya.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak yang berpandangan kalau waterboarding merupakan metode interogasi yang sama sekali tidak manusiawi. Penggunaan waterboarding juga dianggap hanya menodai reputasi Gereja Katolik selaku institusi agama yang diwakili oleh Inkuisisi.

Sebagai akibat dari hal tersebut, penggunaan waterboarding pun sejak tahun 1800-an beramai-ramai ditinggalkan oleh lembaga resmi. Namun waterboarding nyatanya masih tetap dijalankan secara sembunyi-sembunyi di berbagai belahan dunia.

Amerika Serikat Mengadopsi Teknik Waterboarding dari Spanyol

Amerika Serikat Mengadopsi Teknik Waterboarding dari Spanyol
Amerika Serikat Mengadopsi Teknik Waterboarding dari Spanyol via painterest.com

Spanyol di masa lampau pernah memiliki wilayah jajahan yang tersebar di berbagai benua. Filipina adalah satu dari sekian banyak wilayah yang di masa lampau pernah dijajah oleh Spanyol. Saat Spanyol pergi dari Filipina, kepulauan tetangga Indonesia tersebut kemudian ganti dijajah oleh Amerika Serikat.

Di Filipina inilah, untuk pertama kalinya AS diketahui mengenal dan menggunakan teknik waterboarding. Sejak tahun 1902, tentara AS kerap menggunakan teknik waterboarding untuk menyiksa dan menginterogasi gerilyawan Filipina yang berhasil ditangkap.

Penggunaan teknik waterboarding oleh prajurit AS akhirnya turut diketahui oleh penduduk negara mereka sendiri setelah majalah Life menampilkan foto tentara AS yang sedang melakukan waterboarding pada sampul majalahnya.

Beredarnya foto tersebut langsung menyulut gelombang amarah dan penolakan dari negara AS sendiri. Presiden Theodore Roosevelt sampai mengirimkan pesan kepada petinggi militer AS supaya para personilnya berhenti menggunakan teknik waterboarding saat menginterogasi tahanan perang.

Namun Letnan Grover Clint mencoba memberikan pembelaan terkait penggunaan waterboarding. Menurutnya, seseorang yang menjadi korban waterboarding bakal menunjukkan ekspresi layaknya orang yang sedang tenggelam dan kehabisan napas. Namun ia menegaskan kalau korban waterboarding tidak akan meninggal layaknya orang yang tenggelam sungguhan.

Masih adanya pihak yang mendukung penggunaan waterboarding lantas menjadi alasan kenapa waterboarding masih tetap digunakan oleh militer AS secara sembunyi-sembunyi hingga bertahun-tahun kemudian.

Saat Perang Vietnam meletus, tentara AS diketahui menggunakan teknik waterboarding untuk menginterogasi prajurit komunis Vietnam Utara yang berhasil tertangkap. Praktik tersebut akhirnya diketahui oleh publik setelah surat kabar The Washington Post memuat foto peristiwa tadi di halaman depan surat kabarnya pada tahun 1968.

Karena waterboarding sejak tahun 1947 dikategorikan sebagai kejahatan perang dalam Konvensi Jenewa, tentara yang ada dalam foto tersebut kemudian harus menjalani pengadilan.

Negara-Negara Asia Juga Melakukan Waterboarding

Negara-Negara Asia Juga Melakukan Waterboarding
ilustrasi Negara-Negara Asia Juga Melakukan Waterboarding via painterest.com

Teknik waterboarding bukan hanya dilakukan oleh orang Eropa dan Amerika. Praktik serupa juga dilakukan oleh penduduk asli Asia. Ramon Navarro mengaku kalau ia pernah menjadi korban waterboarding oleh tentara Jepang yang bernama Chinsaku Yuki saat Perang Dunia Kedua Kedua masih berlangsung.

Di Asia Tenggara, kelompok komunis Khmer Merah juga diketahui sempat menggunakan teknik waterboarding pada tahanan saat memerintah Kamboja. Seorang pelukis Kamboja yang sempat mendekam di penjara Khmer Merah sampai mengabadikan momen tersebut dalam lukisannya.

Nun jauh di sebelah barat, aparat Arab Saudi juga dituding melakukan waterboarding pada aktivitas wanita Loujain Al-Hathloul. Menurut klaim keluarga Loujain dan sejumlah aktivis kemanusiaan, Loujain menjalani aneka macam siksaan (salah satunya waterboarding) sejak ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Arab Saudi.

Namun tuduhan tersebut ditolak oleh pengadilan Arab Saudi dengan alasan tidak ada bukti yang cukup kalau Loujain memang benar-benar disiksa. Loujain sendiri sejak tahun 2018 menjalani hukuman penjara atas tuduhan membahayakan keamanan nasional dan mencoba mengubah sistem pemerintahan Arab Saudi secara paksa.

Waterboarding Bisa Menimbulkan Kerusakan Organ Bagi Korbannya

Waterboarding Bisa Menimbulkan Kerusakan Organ Bagi Korbannya
Waterboarding Bisa Menimbulkan Kerusakan Organ Bagi Korbannya via ngopibareng.id

Dibandingkan dengan teknik penyiksaan lain (misalnya menyiksa korban dengan pukulan atau senjata tajam), waterboarding merupakan teknik penyiksaan yang relatif “bersih”. Pasalnya karena korban disiksa dengan cara disiram memakai air, korban penyiksaan waterboarding tidak akan meninggalkan bekas luka.

Namun hal tersebut tidak lantas membuat waterboarding menjadi teknik penyiksaan yang aman bagi korbannya. Pasalnya orang yang terlalu sering disiksa memakai metode waterboarding lama kelamaan juga bakal mengalami masalah pada organ-organ dalamnya.

Sudah disinggung sebelumnya kalau waterboarding membuat korbannya seolah-olah bakal merasa dalam kondisi tenggelam. Hal itu sendiri bisa terjadi karena saat mengalami waterboarding, wajah korban terpapar oleh air dan korban kesulitan menghirup udara.

Jika korban berada dalam kondisi kekurangan oksigen, korban secara refleks bakal langsung membuka mulutnya untuk mencari udara. Saat itulah, akan ada air yang masuk ke dalam paru-paru korban.

Korban yang terlalu sering mengalami waterboarding juga bakal mengalami masalah kekurangan asupan oksigen yang cukup. Jika hal tersebut terus menerus berlangsung, otak korban secara berangsur-angsur bakal mengalami kerusakan karena otak tidak menerima pasokan oksigen yang cukup.

Sumber :
https://listverse.com/2018/09/04/10-terrifying-facts-about-waterboarding/
https://www.reuters.com/article/saudi-rights-women-justice-int-idUSKBN2A91X0