Penyakit Aneh Vanishing Bones Syndrome Tulang Pada Tubuh Bisa Menghilang
Tulang merupakan bagian yang penting pada tubuh kita. Jika taka da tulang, maka tubuh kita tak akan bisa berdiri tegak, bahkan kita tak akan bisa bangun dari duduk atau tidur kita. Selain itu, organ tubuh juga jadi rawan benturan karena tak ada tulang yang melindunginya. Bicara tentang tulang, tentu ada saja penyakit yang berhubungan dengan tulang, seperti misalnya skoliosis, sampai dengan pengeroposan atau osteoporosis jika dalam tubuh kekurang kalsium.
Ternyata, selain penyakit tulang yang sudah diketahui umum tersebut, ada juga penyakit tulang yang masih belum diketahui secara luas. Penyakit tulang ini menurut kabar bisa membuat tulang tubuh seseorang menghilang dari tubuh. Penyakit tersebut dinamakan Vanishing Bones Syndrome (Sindrom Tulang Menghilang) atau disebut juga Gorham-Stout. Sesuai namanya, penyakit langka ini membuat penderitanya kehilangan tulang. Saking langkanya, hanya ditemukan 64 kasus yang tercatat dalam catatan medis sejak ditemukan pada tahun 1838.
Wanita penderita Vanishing Bones Syndrome
Salah satu penderita Vanishing Bones Syndrome ini adalah wanita berusia 44 tahun yang tak diketahui namanya di Edinburgh, Skotlandia. Suatu hari, wanita tersebut mendatangi Royal Infirmary of Edinburgh di Skotlandia dengan gejala yang membuat para dokter di sana kebingungan. Wanita itu mengaku merasa sakit di bagian bahu sampai lengannya yang tak kunjung hilang. Anehnya, sebelumnya wanita tersebut sehat. Itu artinya penyakit ini datang secara tiba-tiba.
Kebingungan, dokter di rumah sakit tersebut pun melakukan rontgen. Hasil rontgen pun memperlihatkan adanya kelainan jaringan di tulang lengan atas. Awalnya, dokter mengira wanita ini terkena kanker, namun melalui pemeriksaan lebih lanjut membuktikan bahwa wanita ini tak terkena kanker. Naas, sang wanita pun harus pulang tanpa mendapatkan diagnosis apa-apa dari dokter.
Penderitaan sang wanita itu tak sampai di situ saja. Ternyata, 1,5 tahun kemudian, penyakit yang diderita wanita itu pun semakin ganas. Wanita itu terus merasakan sakit di lengannya, bahkan lengannya sampai membengkak. Bahkan, tulangnya itu bakal retak meskipun hanya cedera ringan. Kembali ke dokter untuk diperiksa, sang dokter pun dibuat terkejut olehnya. Pasalnya, hasil scan X-ray memperlihatkan kedua humerus dan tulang ulnar (salah satu dari dua tulang di lengan bawah) milik wanita itu terlihat menghilang. Lebih aneh lagi, tulang yang menghilang itu justru digantikan oleh pembuluh darah.
Leonardo Aguillon, bocah 2 tahun penderita Vanishing Bones Syndrome
Kasus serupa juga pernah menyerang bocah berusia 2 tahun bernama Leonardo Aguillon. Awalnya, Leonardo hanya mengalami batuk-batuk. Menganggap biasa, sang orangtua tak terlalu mempermasalahkan penyakitnya itu. Namun, selang beberapa lama, batuknya tak kunjung sembuh, dan sang ayah, Antonio, memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit pada tanggal 9 Maret 2018. Diagnosis awal dokter di rumah sakit yang dikunjunginya adalah pneumonia, yaitu infeksi atau peradangan pada organ paru-paru akibat bakteri atau virus.
Namun, hasil dari pemeriksaan dengan X-ray dan CT scan memperlihatkan hal yang tak terduga. Ternyata, sebagian tulang dada dan tulang rusuk milik Leonardo sudah hilang. Menurut sang dokter, penyakit ini hanya terjadi pada 300 orang di seluruh dunia, dan Leonardo menjadi salah satunya. Dokter pun tak bisa berbuat banyak, dan hanya bisa berharap jika penyakitnya ini tak menyebar ke tulang belakangnya. Jika hal itu terjadi, maka Leonardo hanya punya sedikit harapan untuk bisa tetap hidup. Antonio pun berusaha keras dengan berbagai cara agar putranya itu bisa tetap hidup. Syukur-syukur nantinya bakal ditemukan obat penyembuhnya.
Dua orang penderita Vanishing Bones Syndrome lainnya
Vanishing Bones Syndrome ini juga menyerang seorang remaja bernama Alexander Malloy, dan juga pria bernama Dan Ventresca. Alexander Malloy, atau akrab disapa Alex, sebelumnya didiagnosis mengalami skoliosis di tulang belakangnya. Namun setelah diperiksa kembali, tulang belakangnya sudah mulai menghilang. Jelas ini adalah Vanishing Bones Syndrome. Hal serupa juga dialami oleh Dan Ventresca, yang ternyata tinggal tak jauh dari Alex.
Baik Alex dan juga Dan ternyata merupakan seorang atlet, tepatnya atlet hoki. Kesamaan mereka yang lainnya adalah mereka juga dirawat di rumah sakit yang sama, yaitu Boston Children’s Hospital. Rupanya, Dan lebih dulu terkena penyakit itu sebelum Alex. Penyakitnya itu menyerangnya saat Dan masih SMP. Ketika itu, Dan mengalami sakit di bagian punggungnya. Awalnya, rasa sakit itu dianggap hanya kejang otot saja. Namun lama kelamaan diketahui bahkan penyakitnya itu lebih dari kejang otot biasa.
Setelah didiagnosis menderita Vanishing Bones Syndrome, Dan pun melewati berbagai macam operasi, dan dia pun berhasil bertahan hidup. Hanya saja, impiannya menjadi pemain hoki profesional harus pupus, dan dia pun memilih olahraga lainnya untuk dia tekuni, yaitu golf dan baseball. Beberapa tahun kemudian, tepatnya 12 tahun, Dan pun mendengar kabar tentang Alex, yang mengalami penyakit sama dengan dirinya dulu. Namun, penanganannya ternyata sudah berbeda dengan Dan dulu. Alex sudah memakai metode yang dinamakan sirolimus.
Metode perawatan tersebut dikatakan memiliki risiko infeksi lebih kecil. Bahkan, jika ditangani lebih cepat dengan metode sirolimus, sang pasien Vanishing Bones Syndrome tak perlu menjalani operasi.
Dan dan Alex pun kini menjadi teman, dan keduanya berharap bisa tetap hidup meski menderita Vanishing Bones Syndrome. Layaknya Dan, Alex juga harus merelakan impiannya menjadi seorang pemain hoki profesional, dan memilih untuk bermain golf dan juga baseball, sama seperti Dan.
Penyebab Vanishing Bones Syndrome
Meski sudah diketahui penyakit apa yang menyerang wanita, Leonardo, dan Alex serta Dan, para dokter masih belum tahu apa penyebab penyakit ini. Pemicu penyakit ini bukanlah karena faktor genetik atau lingkungan. Selain itu, masih belum pula ditemukan pengobatan standar untuk bisa menyembuhkan penyakit tulang ini. Untuk sementara, para dokter lebih memilih untuk melakukan metode lain untuk bisa meminimalisir kematian akibat penyakit tersebut, seperti operasi bedah, untuk menghapus daerah yang terkena tulang, atau bisa juga dengan mencangkok tulang baru di bagian yang terkena penyakit ini. Pilihan pengobatan lainnya bisa juga dengan melakukan terapi radiasi atau resep obat.
Satu hal yang pasti, adalah pembuluh darah dan pembuluh darah limfatik orang yang menderita penyakit ini mengalami penrtumbuhan yang tak wajar atau abnormal. Pembuluh limfatik sendiri adalah saluran yang membawa getah bening, dan getah bening adalah cairan yang mengandung sel darah putih, yang berperan melawan infeksi.
Vanishing Bones Syndrome ini ternyata memiliki tingkat keparahan yang bervariasi antara pasien satu dengan pasien lainnya. Kebanyakan, penyakit ini hanya menyerang satu bagian saja, seperti halnya wanita asal Skotlandia tersebut, yang hanya menyerang bagian bahu dan lengan, atau pada kasus Alex dan Dan, hanya menyerang tulang belakang. Menurut catatan NORD (National Organization for Rare Disorders), selain bahu dan lengan, penyakit tulang ini juga bisa menyerang tulang rusuk, tulang belakang, tengkorak, tulang selangka, bahkan rahang. Jika penyakitnya sudah menyerang tengkorak atau tulang belakang, maka bisa dipastikan pasiennya akan mengalami kelumpuhan.
Meski kerap terjadi di luar negeri, seperti Skotlandia dan Amerika Serikat dari kasus di atas, di Indonesia sendiri belum ada catatan yang memperlihatkan adanya penderita penyakit ini. Jelas hal ini cukup membingungkan, karena seperti disebutkan di atas, penyakit ini muncul bukan karena faktor lingkungan atau genetik. Semoga saja di masa mendatang, sudah ditemukan obat untuk bisa menyembuhkan penyakit ini, sehingga para penderitanya memiliki masa hidup yang lebih lama.
Sumber:
http://www.odditycentral.com/news/vanishing-bones-disease-mysterious-condition-causes-sufferers-bones-to-slowly-disappear.html
http://www.dailymail.co.uk/health/article-5533135/West-Michigan-boy-2-diagnosed-vanishing-bone-disease.html
https://thriving.childrenshospital.org/gorham-stout-disease-a-tale-of-two-patients/