Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ritual Tradisional Ini Menganjurkan Pesertanya untuk Membahayakan Diri Sendiri

Kebanyakan orang tidak menyukai rasa sakit. Namun bagi sejumlah orang di berbagai belahan dunia, rasa sakit dianggap sebagai hal yang patut dijalani supaya orang tersebut menjadi lebih memaknai hidup. Sampai-sampai ada sejumlah ritual tradisional yang menganjurkan pesertanya untuk membahayakan dirinya sendiri. Berikut ini adalah beberapa contoh ritual tersebut.
 

Thimithi

Thimithi
Thimithi via savaari.com

India merupakan salah satu negara terbesar dan terpadat di dunia. Oleh karena itu, bukan hal yang mengherankan jika kemudian India memiliki populasi suku bangsa yang amat beragam.

Salah satu suku yang menyusun komposisi kependudukan India adalah suku Tamil yang populasinya terkonsentrasi di India selatan. Selain di India, suku Tamil juga dapat ditemukan di Sri Lanka, Singapura, Malaysia, Afrika Selatan, dan masih banyak lagi.

Suku Tamil memiliki ritual tradisional yang bernama thimithi atau Kundam. Thimithi merupakan ritual yang bakal membuat siapapun merasa kagum sekaligus ngeri saat melihatnya. Pasalny dalam ritual ini, peserta thimithi bakal berjalan di atas bara api yang sedang menyala.

Thimithi biasanya diselenggerakan seminggu sebelum festival Diwali, festival khas agama Hindu yang biasanya jatuh pada periode sekitar bulan Oktober hingga November. Sebelum thimithi dimulai, ritual doa bersama akan dilakukan supaya tidak ada insiden mematikan yang terjadi selama berlangsungnya ritual.

Menurut keyakinan para peserta thimithi, jika orang tersebut benar-benar merupakan orang yang berbakti pada dewa, maka orang tersebut akan berjalan melewati bara api tanpa terluka sama sekali. Kenyatannya, kasus peserta yang mengalami luka bakar pada kulitnya cukup sering terjadi. Pasalnya selain orang dewasa, anak-anak juga kerap ikut serta dalam ritual mendebarkan ini.

Lari Banteng

Lari Banteng
Lari Banteng via suara.com

Banteng merupakan hewan yang tak terpisahkan dalam budaya Spanyol. Pasalnya dari negara inilah, kita mengenal ritual tradisi Matador. Dalam tradisi Matador, manusia yang dilengkapi dengan pedang dan kain merah akan bertarung melawan banteng.

Matador sendiri bukanlah satu-satunya tradisi khas Spanyol yang melibatkan banteng. Selain Matador, tradisi lain khas Spanyol yang juga melibatkan banteng adalah tradisi lari banteng atau "encierro".

Tradisi lari banteng biasanya digelar di kota Pamplona, Spanyol, setiap bulan Juli. Tradisi ini bisa dibilang lebih berbahaya dibandingkan matador. Pasalnya jika matador digelar di arena khusus yang tertutup, maka lari banteng digelar di jalanan umum yang sempit dan dipenuhi kerumunan orang.

Setiap kali atraksi lari banteng hendak digelar, jalanan yang hendak dijadikan arena berlari akan dipasangi pagar. Dengan begitu, turis dan warga sekitar bisa ikut menyaksikan tradisi ini dengan aman.

Saat atraksi dimulai, para peserta akan berkumpul di jalanan sambil memakai pakaian serba putih. Kawanan banteng kemudian akan dilepas ke jalanan. Para peserta selanjutnya harus berlari sambil menghindari amukan banteng. Tidak jarang ada peserta yang terluka akibat terjatuh atau bahkan terseruduk oleh banteng.

Takanakuy

Takanakuy
Takanakuy via americasquarterly.org

Pegunungan Andes adalah pegunungan terbesar di Amerika Selatan. Di pegunungan inilh, terdapat suku pribumi Quechua yang di masa lampau pernah mendirikan Kerajaan Inka yang megah.

Suku Quechua juga memiliki tradisi unik sekaligus menyakitkan yang bernama takanakuy. Tradisi ini dilakukan setiap tanggal 25 Desember oleh penduduk di dekat kota Cuzco, Peru.

Dalam tradisi ini, mula-mula para peserta akan berpesta dan makan bersama. Namun sesudah itu, para peserta akan berkelahi dengan cara saling menampar.

Saat pertarungan berlangsung, massa yang ada di sekitar juga ikut bersorak untuk memberikan semangat. Jika pertarungan sudah selesai, para peserta akan bersalaman atau berpelukan satu sama lain.

Takanakuy dilakukan sebagai cara yang dilakukan oleh seseorang untuk melampiaskan kekesalan kepada lawannya. Jika para peserta sudah selesai bertarung, para peserta diharapkan sudah tidak menyimpan rasa dendam lagi dan kemudian bisa hidup rukun ke depannya.

Tidak jarang ada yang merasa kesakitan sesudah aksi saling tampar ini. Untuk meringankan rasa sakit yang mereka derita, para peserta akan meminum minuman keras.

Pasola

Pasola
Pasola via idntimes.com

Nusa Tenggara adalah gugus kepulauan kecil yang terletak di Indonesia bagian tenggara. Dari kepulauan inilah, terdapat hewan komodo yang terkenal sebagai kadal terbesar di dunia.

Nusa Tenggara juga terkenal sebagai tempat asal dari peranakan kuda khas Indonesia, misalnya kuda Sumbawa. Karena hal itu pulalah, di Nusa Tenggara ada tradisi khusus yang menggunakan kuda.

Pasola adalah nama dari tradisi bertema kuda yang dimaksud di sini. Tradisi ini berasal dari Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pasola digelar setiap bulan Februari atau Maret untuk menghomati Marapu, arwah leluhur yang diyakini membawa kehidupan dan kesejahteraan bagi penduduk setempat.

Tradisi pasola bakal mengingatkan kita akan peperangan antar pasukan berkuda seperti yang terjadi di film-film. Pasalnya memang seperti itulah apa yang terjadi dalam pasola secara garis besar.

Para peserta pasola akan menunggangi kuda sambil membawa tongkat panjang menyerupai lembing. Mereka dibagi ke dalam dua kelompok yang saling berhadapan.

Saat acara sudah dimulai, para peserta akan mencoba menjatuhkan peserta lawannya dari kuda dengan memakai lembing. Karena karakteristik pasola inilah, cedera merupakan hal yang lumrah dialami oleh para peserta.

Meskipun nampak berbahaya, nyatanya pasola masih dipraktikkan oleh penduduk setempat hingga sekarang. Pasalnya selain untuk menghormati roh leluhur, warga setempat juga percaya bahwa pasola bisa membantu menjaga keseimbangan alam dan mendatangkan hasil panen yang melimpah.

Penyaliban

Penyaliban
Penyaliban via kompas.com

Filipina adalah negara kepulauan yang letaknya berada di sebelah utara Indonesia. Tidak seperti Indonesia yang penduduknya mayoritas Islam, sebagian besar penduduk Filipina adalah penganut agama Kristen.

Karena sebab itulah, setiap kali perayaan Paskah tiba, penduduk Filipina bakal merayakannya secara serius. Tidak tanggung-tanggung, mereka sampai membiarkan dirinya sendiri disalib supaya bisa ikut menghayati penderitaan Yesus ketika disalib oleh orang Romawi.

Dalam ritual menyerupai penyaliban ini, peserta akan memanggul kayu salib yang berat sampai berkeliling. Sesudah itu, ia akan membiarkan dirinya sendiri dipecut dan diikat pada kayu salib oleh peserta yang lain.

Jika itu masih belum cukup membuat anda ternganga, peserta juga akan membiarkan tangannya dipaku pada kayu salib. Kayu salib yang kini sudah terikat dan terpaku pada badan peserta kemudian akan ditempatkan dalam posisi tegak selama beberapa menit.

Praktik meniru penyaliban diyakini sudah dilakukan oleh penduduk Filipina sejak tahun 1950-an. Pejabat Katolik Filipina sebenarnya tidak mendukung praktik ini karena memiliki resiko yang tinggi. Namun nyatanya, praktik ini masih dilakukan setiap tahunnya di Filipina karena para peserta meyakini bahwa cara ini bisa membantu mereka menghayati penderitaan Yesus.


Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Thimithi
https://en.wikipedia.org/wiki/Running_of_the_bulls
https://en.wikipedia.org/wiki/Takanakuy
https://intisari.grid.id/amp/033768832/inilah-pasola-festival-adu-tombak-tradisi-unik-suku-sumba?page=all
https://edition.cnn.com/2019/04/19/asia/philippines-crucifixion-practice-33rd-year-trnd/index.html