Tragis! Dokter Ini Tewas Dibunuh oleh Pasiennya Sendiri
Dokter merupakan pekerjaan yang mulia, tetapi juga penuh resiko. Sebabnya adalah kesalahan sedikit saja bisa membuat pasiennya mengalami cacat fisik permanen atau bahkan meninggal. Tidak jarang pasien kemudian menyalahkan dokter yang menanganinya ketika ia tidak bisa sembuh seperti sebelum jatuh sakit. Berikut ini adalah 5 kasus di mana dokter dibunuh oleh pasiennya sendiri.
Hans Peterson
David Cornbleet adalah seorang dokter kulit yang ditemukan tewas di kantornya pada bulan Oktober 2006. Kematian David begitu mengejutkan keluarga dan orang-orang dekatnya karena David diketahui tidak memiliki musuh dan bukan tipe orang yang gemar mencari masalah.
David juga kerap terlibat dalam aksi-aksi penanganan korban bencana. Saat terjadi insiden runtuhnya gedung WTC dan badai Katrina, David ikut terjun langsung ke lokasi bencana untuk membantu mengobati para korban, khususnya yang menderita luka bakar.
Putri David yang bernama Jocelyn menjadi orang pertama yang menemukan David dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Kondisi David saat ditemukan sungguh tragis karena ia meninggal dengan setidaknya 20 luka tusukan. Pelaku penusukan David sebenarnya sempat terekam dalam kamera pengawas. Namun karena gambar yang tertangkap oleh kamera tidak begitu jelas, polisi tidak berhasil mengidentifikasi identitas pelaku.
Dua bulan berlalu, polisi masih belum berhasil membongkar identitas orang yang membunuh David. Keluarga almarhum yang sudah merasa tidak sabar lantas memutuskan untuk melakukan investigasi secara mandiri.
Setelah melakukan penelusuran memakai situs Myspace, keluarga David akhirnya berhasil menemukan identitas pelaku. Pelaku diketahui bernama Hans Peterson dan pernah menemui David pada tahun 2001 untuk mengobati jerawat yang dialaminya. David kemudian memberikan obat Accutane pada Hans.
Namun menurut Hans, obat tersebut justru malah membuatnya mengalami depresi dan gangguan mental. Hans lantas menyalahkan David atas masalah baru yang dialaminya ini dan kemudian membunuhnya pada tahun 2006.
Stephen Pasceri
Michael Davidson adalah seorang pria lulusan Universitas Yale yang bekerja sebagai dokter bedah jantung di rumah sakit khusus wanita di Boston, AS. Namun pada bulan Januari 2015, insiden yang tidak diduga oleh siapapun menimpa Michael. Ia ditembak sebanyak 2 kali saat sedang berada di luar kantornya.
Michael sempat dilarikan ke ruang gawat darurat, namun ia akhirnya meninggal di tengah-tengah operasi untuk menyembuhkan lukanya. Michael sendiri bukanlah satu-satunya orang yang meninggal dalam insiden naas ini. Pelaku penembakan Michael diketahui melakukan bunuh diri dengan cara menembak dirinya sendiri tidak lama setelah menembak Michael.
Pelaku teridentifikasi sebagai seorang pria berusia 55 tahun yang bernama Stephen Pasceri. Sebelum melakukan aksinya ini, Stephen tertimpa oleh rentetan musibah yang menurutnya disebabkan oleh buruknya sistem penanganan kesehatan di AS. Pada tahun 2011, ayah Stephen meninggal setelah menjalani rawat inap di rumah sakit. Stephen kemudian membuat keluhan di media terkait sistem penanganan kesehatan di AS.
Hanya 2 bulan sebelum membunuh Stephen membunuh Michael, giliran ibu Stephen yang meninggal akibat komplikasi. Kebetulan dokter yang menangani ibu Stephen pada waktu itu adalah Michael. Hal tersebut diduga menjadi alasan lain kenapa Stephen kemudian mengincar Michael untuk dibunuh.
Vitali Davydov adalah seorang pemuda berusia 19 tahun yang sudah didiagnosis menderita gangguan mental schizophrenia. Pada tahun 2006, Vitali pergi menemui psikiaternya yang bernama Wayne Fenton. Namun tak ada menyangka kalau momen pertemuan tersebut kemudian berakhir fatal setelah Vitali meninju Wayne hingga tewas.
Sebelum membunuh Wayne, Vitali diketahui sempat terlibat percakapan singkat dengan Wayne mengenai penyakit yang diderita oleh Vitali. Wayne meminta supaya Vitali melanjutkan konsumsi obat-obatannya. Namun saran dari Wayne tersebut ternyata malah membuat Vitali merasa kalap.
Vitali kemudian memukuli Wayne di bagian wajah hingga sang dokter meninggal dalam kondisi bersimbah darah. Saat ayah Vitali tiba di kantor Wayne untuk menjemput anaknya, ayah Vitali merasa bingung saat melihat tangan dan pakaian anaknya berada dalam kondisi penuh dengan darah.
Saat ayah Vitali akhirnya sadar dengan apa yang sebenarnya baru saja terjadi, ia kemudian menghubungi nomor darurat 911. Namun nasi sudah menjadi bubur. Saat petugas akhirnya tiba di lokasi, Wayne sudah berada dalam kondisi meninggal.
Vitali tidak menyangkal kalau dirinyalah yang membunuh dokter Wayne. Namun karena Vitali dianggap melakukan pembunuhan akibat masalah mental, Vitali tidak disekap di penjara biasa, tetapi di rumah sakit jiwa dengan pengamanan maksimum di Maryland, AS.
Wayne sendiri kemudian ternyata bukanlah satu-satunya orang yang harus kehilangan nyawanya di tangan Vitali. Hanya berselang 4 tahun setelah ia mulai menjalani hukumannya, Vitali membunuh rekan satu selnya.
Lian Enqing adalah seorang pria asal Cina yang pada bulan Maret 2013 menjalani operasi pada saluran pernapasannya. Namun sesudah itu, Lian malah merasa kalau gangguan pernapasannya bertambah buruk.
Pihak rumah sakit berkilah kalau mereka sudah melakukan penanganan sesuai prosedur. Namun Lian yang merasa tidak nyaman dengan kondisinya sekarang ini merasa kalau dirinya sudah dibohongi oleh pihak rumah sakit.
Pada tanggal 25 Oktober 2013, Lian pergi ke rumah sakit di kota Wenling dan kemudian menusuk 3 staf rumah sakit di sana secara membabi buta. Akibat tindakannya ini, seorang dokter spesialis THT meninggal di tempat, sementara 2 orang lainnya mengalami cedera.
Lian sendiri saat itu diketahui juga sedang mengidap gangguan mental dan tengah menjalani terapi di rumah sakit jiwa Shanghai. Namun hakim yang menangani kasus ini menganggap kalau Lian berada dalam kondisi yang sepenuhnya sadar saat menjalankan aksinya. Lian pun kemudian dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi pada tanggal 25 Mei 2015.
Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Lian ini juga sempat memunculkan gelombang aksi protes dari kalangan dokter. Mereka meminta adanya langkah-langkah perlindungan yang lebih ketat saat dokter harus menangani pasien yang bersikap kasar.
Wilfredo Sabonsolin adalah seorang pria berusia 72 tahun asal Cebu, Filipina. Ia pada awalnya memiliki hobi berolah raga, khususnya lari. Hingga kemudian pada suatu hari, Wilfredo mengalami gangguan pada punggungnya.
Dokter Cris Cecil Abbu yang menangani Wilfredo kemudian memberikan saran supaya Wilfredo menjalani operasi pada tulang punggungnya. Wilfredo menyetujui tawaran dokter untuk menjalani operasi karena ia mengira kalau dirinya bisa kembali secara normal setelah menjalani operasi dan terapi penyembuhan.
Setelah melakukan operasi, Wilfredo tidak bisa berjalan dan harus menggunakan kursi roda. Setelah beberapa lama, Wilfredo merasa geram karena ia tidak kunjung bisa kembali berjalan meskipun ia sudah menjalani terapinya secara teratur.
Pada tahun 2014, Wilfredo kemudian pergi ke rumah sakit sambil membawa senjata api secara diam-diam. Sesampainya di dalam, Wilfredo langsung menembak dokter Cris sebanyak 2 kali hingga tewas. Sesudah itu, Wilfredo langsung melakukan bunuh diri dengan cara menembak kepalanya sendiri.
referensi :
https://www.dailymail.co.uk/news/article-2985911/I-think-slowly-lost-mind-says-sister-man-gunned-star-Boston-surgeon-operated-mom.html
https://listverse.com/2016/02/16/10-chilling-times-when-patients-killed-their-doctors/
https://listverse.com/2016/02/16/10-chilling-times-when-patients-killed-their-doctors/
http://www.nbcnews.com/id/23592456/ns/dateline_nbc-crime_reports/t/doctors-confessed-killer-stays-just-out-touch/