Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dari Memasukan Mayat Ke Pohon Hingga Awetkan Jadi Mumi, Inilah Ritual Pemakaman Unik yang Hanya Ada di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat keberagaman budaya tertinggi di dunia. Keberagaman tersebut juga tercermin pada begitu beragamnya ritual pemakaman tradisional yang ada di Indonesia. Berikut ini adalah 5 contoh tradisi pemakaman unik yang hanya ada di Indonesia.

Membakar Mayat

Membakar Mayat
Membakar Mayat via yukepo.com

Ngaben adalah upacara pemakaman yang berasal dari Bali. Pelaksanaan ngaben hampir selalu bakal menarik perhatian orang-orang di sekitarnya karena ngaben kerap digelar secara besar-besaran dan melibatkan banyak peserta.

Karena upacara ngaben dilaksanakan secara akbar, ngaben pun memerlukan biaya yang besar. Itulah sebabnya biasanya upacara ngaben hanya dilakukan oleh golongan mampu. Namun golongan yang kurang mampu juga bisa melakukan upacara ngaben dengan cara melakukannya secara massal alias patungan.

Upacara ngaben selalu diikuti dengan pembakaran atau kremasi mayat. Tujuannya adalah untuk menyucikan arwah jenazah saat pergi meninggalkan dunia. Penggunaan api juga dimaksudkan untuk menghormati Dewa Brahma, salah satu dewa dalam agama Hindu yang bisa menjelma menjadi api.

Sebelum upacara ngaben dilangsungkan, tubuh jenazah akan dimandikan terlebih dahulu di rumah keluarga yang ditinggalkan. Setelah selesai dimandikan, jenazah kemudian akan dibawa menuju lokasi pembakaran sambil diarak.

Dalam arak-arakan tersebut, para anggota keluarga yang ditinggalkan akan ikut berparade sambil membawa foto sanak keluarganya yang sudah meninggal. Sejumlah orang yang memainkan gamelan juga turut mendampingi arak-arakan ini.

Sesampainya di lokasi tujuan, jenazah kemudian akan dibakar dan abunya dimasukkan ke dalam buah kelapa. Buah kelapa berisi abu tersebut selanjutnya dihanyutkan ke laut atau sungai. Tujuannya supaya hal-hal buruk yang masih ada pada jenazah segera hanyut alias menghilang.

Memasukkan Mayat Bayi ke Dalam Pohon

Memasukkan Mayat Bayi ke Dalam Pohon
Memasukkan Mayat Bayi ke Dalam Pohon via 1001indonesia.net

Toraja adalah nama dari suku yang berasal dari Sulawesi Selatan. Suku ini terkenal dengan rumah adatnya yang bernama tongkonan. Tongkonan amat mudah dikenali dengan melihat atapnya yang panjang dan melengkung. Atap tongkonan sendiri dibuat dalam kondisi dimikian supaya nampak mirip dengan kapal.

Selain rumah adatnya, suku Toraja juga terkenal dengan ritual pemakaman bayinya. Pasalnya dalam ritual pemakaman khas suku Toraja, mayat bayi tidak dikuburkan dalam tanah, melainkan dimakamkan di dalam batang pohon. 

Hanya bayi yang berusia 6 bulan ke bawah yang dimakamkan dengan ritual demikian. Bayi yang hendak dimakamkan dalam pohon juga haruslah bayi yang belum memiliki gigi.

Ada alasan tersendiri mengapa suku Toraja memiliki ritual pemakaman bayi di batang pohon. Menurut keyakinan masyarakat Toraja, bayi yang meninggal saat belum genap berusia 6 bulan masih berada dalam kondisi suci. Jadi proses pemakaman bayi tersebut harus dibuat sedemikian rupa supaya jenazah sang bayi seolah-olah kembali ke rahim ibunya.

Pemakaman bayi di batang pohon hanya boleh dilakukan pada pohon tarra. Batangnya yang lebar dan getahnya yang banyak menyebabkan pohon ini nampak seperti rahim manusia yang menampung kembali bayinya saat ada jenazah bayi yang dimakamkan di dalam batang pohon.

Posisi pohon yang digunakan untuk memakamkan bayi disesuaikan dengan status sosial dari keluarga jenazah bayi. Semakin tinggi status sosialnya di masyarakat, maka posisi makamnya di pohon akan semakin tinggi. Satu pohon tarra bisa digunakan untuk memakamkan banyak bayi sekaligus.

Mengawetkan Jadi Mumi

Mengawetkan Jadi Mumi
Mengawetkan Jadi Mumi via bebaspedia.com

Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia. Pulau ini terletak di ujung timur Indonesia. Meskipun penduduk di pulau ini dari segi fisik terlihat serupa, Pulau Papua aslinya merupakan pulau yang dihuni oleh beragam suku. Satu dari sekian banyak suku tersebut adalah suku Asmat.

Suku Asmat memiliki ritual pemakaman yang bakal mengingatkan kita akan ritual pemakaman Mesir Kuno. Pasalnya saat ada anggota suku asmat yang meninggal, jasadnya akan diawetkan menjadi mumi.

Tidak semua orang Asmat bakal dijadikan mumi seusai meninggal. Hanya mereka yang memiliki kedudukan tinggi dalam komunitas suku setempat yang mayatnya bakal dijadikan mumi, misalnya kepala suku.

Tidak lama setelah seseorang meninggal, jasadnya akan dibaluri dengan ramuan khusus yang berfungsi sebagai zat pengawet. Sesudah itu, tubuh jenazah tadi akan ditempatkan di depan perapian yang sedang menyala dalam posisi duduk. 

Saat asap mengenai tubuh jenazah, tubuh jenazah akan berubah menjadi hitam. Panas yang dilepaskan oleh asap juga membantu membuat tubuh jenazah menjadi semakin awet dan tahan terhadap proses pembusukan. 

Tubuh jenazah tadi kemudian akan dibawa ke hadapan orang banyak setiap kali perkampungan tersebut menggelar acara yang dihadiri oleh banyak orang. Tujuannya supaya penduduk yang masih hidup bakal senantiasa mengingat keberadaannya.

Menaruh Mayat Tanpa Menguburnya

Menaruh Mayat Tanpa Menguburnya
Menaruh Mayat Tanpa Menguburnya via depositphotos.com

Trunyan adalah nama dari sebuah desa yang terletak di sebelah timur Danau Batur, Pulau Bali. Desa ini terkenal karena penduduknya tidak pernah menguburkan mayat penduduknya. Saat seorang warga desa setempat meninggal dunia, jasadnya hanya akan digeletakkan begitu saja hingga membusuk dengan sendirinya.

Jenazah tersebut tentunya tidak diletakkan di sembarang tempat, melainkan di suatu lokasi khusus yang terletak di sebelah Danau Batur. Seme Wayah adalah nama dari lokasi di mana warga Trunyan biasa meletakkan jenazah.

Saat seseorang berkunjung ke Seme Wayah, mereka bakal langsung disuguhi pemandangan tulang belulang manusia atau bahkan mayat yang terbaring di lantai hutan. Sejumlah jenazah juga nampak berada dalam sangkar bambu supaya jenazahnya tidak dimakan oleh hewan liar.

Meskipun mayat-mayat tadi dibiarkan tergeletak begitu saja di atas tanah, nyatanya bau busuk tidak tercium dari Seme Wayah. Pasalnya di Seme Wayah terdapat pohon yang memancarkan bau khusus hingga bau dari mayat-mayat tadi tidak tercium.

Hanya kaum pria Trunyan yang boleh membawa jenazah hingga ke Seme Wayah. Masyarakat Trunyan percaya bahwa jika ada perempuan Trunyan yang nekat memasuki Seme Wayah, maka desa mereka akan ditimpa bencana.

Mengajak Mayat Makan Bersama

Mengajak Mayat Makan Bersama

Mengajak Mayat Makan Bersama via netralnews.com

Satu lagi ritual pemakaman unik dari suku Toraja di Sulawesi Selatan. Ma’Nene adalah nama dari ritual khusus tersebut. Ritual ini hanya dilakukan oleh masyarakat Baruppu yang tinggal di pelosok Toraja Utara. 

Ritual Ma’Nene tidak dilakukan setiap ada mayat yang meninggal, namun hanya setiap tiga tahun sekali. Waktu sesudah panen dipilih sebagai waktu untuk melakukan ritual ini karena penduduk setempat sudah tidak lagi sibuk mengurus ladang.

Mayat-mayat yang hendak diikutkan dalam ritual Ma’Nene akan dimakamkan terlebih dahulu di dalam gua yang terletak di Desa Sinalang. Uniknya- mayat-mayat yang ada di dalam gua kondisinya nampak masih baik dan tidak membusuk. Penduduk sekitar percaya kalau hal itu disebabkan oleh adanya zat khusus di dalam gua yang membantu mengawetkan mayat.

Menjelang pelaksanaan ritual Ma’Nene, mayat-mayat akan dikeluarkan dari gua dan kemudian dimandikan. Sesudah itu, mayat-mayat tersebut akan didandani dengan pakaian lengkap sesuai dengan jenis kelaminnya.

Jika mayatnya adalah pria, maka mayat tersebut akan dipakaikan setelan jas lengkap. Namun jika mayatnya berjenis kelamin wanita, mayatnya akan dipakaikan  gaun pengantin. 

Jika sudah, warga kemudian menggelar acara makan bersama sambil ditemani dengan mayat berpakaian lengkap tadi. Bagi masyarakat Toraja, tradisi ini membantu mempererat tali silaturahmi. Mereka juga percaya bahwa jika mereka sampai tidak melakukan Ma’Nene, ladang mereka akan diserang oleh hama.

Sumber :

https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/ngaben/ https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/makna-upacara-ngaben-92 https://sulsel.idntimes.com/travel/journal/andi-aris/hanya-ada-di-toraja-kuburan-bayi-di-batang-pohon-yang-jadi-wisata/full https://kumparan.com/selidik/mumifikasi-oleh-suku-asmat/full https://kumparan.com/kumparantravel/mengenal-manene-ritual-mengganti-pakaian-mayat-di-toraja-sulawesi-selatan-1tBLo7QWmt8/full https://www.liputan6.com/lifestyle/read/2072588/tradisi-mayat-berjalan-di-tana-toraja https://nationalgeographic.grid.id/read/13960977/di-desa-trunyan-bali-mayat-mayat-dibiarkan-membusuk-tanpa-dikubur?page=all