Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Misteri Raibnya Penduduk Desa Danau Anjikuni di Pedalaman Kanada

Hari itu adalah musim dingin di tahun 1930. Joe Labelle yang sehari-harinya berprofesi sebagai pemasang jebakan berang-berang tengah menyusuri pedalaman Kanada utara saat cuaca tiba-tiba memburuk. Diterpa oleh salju dan suhu dingin yang menusuk, Labelle memutuskan untuk pergi menuju desa suku Inuit terdekat untuk berteduh sementara.

Labelle sendiri bukanlah orang kemarin sore. Ia sudah mengenal baik kawasan ini karena ia bisa menjadikan tempat ini sebagai sumber mata pencahariannya. Maka, saat cuaca memburuk, ia pun kemudian pergi ke sebuah desa di tepi Danau Anjikuni. Kebetulan desa kecil tersebut memang lazim menjadi tempat singgah bagi para pedagang dan pemasang jebakan.

Labelle akhirnya tiba di desa yang dimaksud. Namun ia merasa bingung karena desa tersebut berada dalam kondisi tak berpenghuni. Ia pun kemudian memutuskan untuk berkeliling sejenak dengan harapan bisa menemukan penduduk desa yang masih tinggal. Namun upayanya bak jauh panggang dari api. Ia tidak menemukan tanda-tanda kehidupan di sana.

Desa Danau Anjikuni hilang

Labelle merasa kian bingung karena desa yang sama nampaknya masih belum begitu lama ditinggalkan. Pasalnya masih ada api unggun yang menyala di desa tersebut. Ketika ia melongok masuk ke dalam gubuk, ia menemukan kalau timbunan senjata, pakaian, dan makanan di dalamnya. Padahal jika mereka berniat mengungsi secara beramai-ramai, maka seharusnya mereka membawa perbekalan yang cukup.

Dalam kondisi biasa, desa yang bersangkutan dihuni oleh sekitar 30 orang. Namun Labelle tidak menemukan satu orang pun di desa ini. Ia pun berkesimpulan kalau penduduk desa ini pergi meninggalkan desanya beberapa jam lalu dalam kondisi tergesa-gesa. Namun Labelle tidak bisa menemukan alasan kenapa mereka sampai nekat pergi beramai-ramai tanpa membawa perbekalan.

Labelle kemudian melakukan pengecekan di kawasan sekitar desa untuk menemukan adanya jejak kaki atau petunjuk. Namun upayanya tidak membuahkan hasil. Merasa gelisah dengan situasi tersebut, Labelle membatalkan niat awalnya untuk beristirahat di desa ini. Ia lantas pergi ke pos telegram terdekat untuk mengirim kabar. Hanya berselang beberapa jam kemudian, sejumlah anggota kepolisian Kanada tiba di lokasi.

Saat polisi melakukan perjalanan ke tepi Danau Anjikuni, Armand Laurent yang juga berprofesi sebagai pemasang jebakan ikut bergabung bersama rombongan polisi. Polisi mencoba mengorek informasi dari Laurent dan dua orang putranya perihal apakah mereka melihat adanya kejanggalan selama beberapa hari terakhir.

Laurent lantas menjawab kalau dirinya memang merasakan keanehan di daerah ini. Ia mengaku kalau beberapa hari sebelumnya, ia sempat melihat benda bercahaya terlihat melayang di udara. Laurent kemudian menambahkan kalau benda terbang tersebut bisa berubah bentuk dan terlihat melayang menuju Danau Anjikuni.

Rombongan polisi akhirnya tiba di kota dan bertemu dengan Labelle. Saat mereka mengunjungi langsung desa yang dimaksud, polisi menemukan kalau desa yang bersangkutan memang sudah tidak berpenghuni. Namun kejanggalan tersebut masih belum berhenti sampai di sana. Ketika mereka memeriksa kompleks pemakaman di dekat desa, liang-liang kuburan yang ada di sana sudah berada dalam kondisi terbuka dan mayatnya menghilang.

Polisi pun mencoba memutar otak untuk mencari tahu siapa kira-kira pelaku hilangnya mayat-mayat ini. Dengan melihat kondisi tanah yang membeku dan mengeras, mereka yakin kalau pelakunya bukanlah hewan liar. Polisi juga yakin kalau pelakunya bukanlah anggota suku Inuit yang lain karena menurut kepercayaan suku Inuit, membongkat kuburan adalah hal yang terlarang. Polisi juga menemukan adanya batu-batu berbentuk tegak di samping masing-masing liang kubur.

Desa Danau Anjikuni hilang

Polisi lantas membentuk tim pencari untuk mencari tahu ada di manakah penduduk desa tersebut. Mereka gagal menemukan penduduk desa, namun berhasil menemukan beberapa ekor anjing yang sudah mati dalam kondisi kelaparan dan tertimbun salju. Padahal anjing-anjing tersebut hanya berjarak beberapa meter dari tempat disimpannya timbunan makanan penduduk desa setempat. Mereka juga bingung apakah anjing-anjing tersebut mati sebelum atau sesudah penduduk setempat beramai-ramai meninggalkan desanya.

Jika hal-hal tadi dirasa masih belum cukup misterius, sejumlah polisi juga sempat melihat kilatan cahaya aneh di langit malam. Pemandangan bercahaya bukanlah hal yang aneh di Danau Anjikuni karena aurora memang kerap muncul di tempat tersebut. 

Namun mereka yakin kalau cahaya yang mereka lihat bukanlah aurora. Pasalnya jika aurora berbentuk menyerupai tirai bercahaya pucat, maka cahaya yang mereka lihat ini berwarna kebiruan dan bergetar. Lantas, cahaya apakah itu sebenarnya? Tidak ada yang tahu jawabannya.

Sesudah melakukan penyelidikan panjang, polisi lantas berkesimpulan kalau desa itu sebenarnya sudah ditinggalkan oleh penduduknya sejak dua bulan sebelumnya. Pertanyaan baru pun lantas timbul. Siapakah kemudian orang yang sempat menempati desa tersebut hingga beberapa jam sebelum Labelle di dalamnya? Lalu kenapa penduduk desa pergi sambil meninggalkan timbunan perbekalannya?

Kasus hilangnya penduduk desa Danau Anjikuni sendiri pertama kali menjadi konsumsi pers setelah wartawan surat kabar Le Pas, Manitoba memuat berita tersebut pada bulan November 1930. Namun kasus ini baru menyita perhatian publik di dalam dan luar Kanada setelah Halifax Herald menyebut desa tersebut sebagai “Desa Orang Mati” dalam headline surat kabarnya. Beragam spekulasi pun bermunculan, mulai dari yang sifatnya masih masuk akal hingga yang turut melibatkan entitas aneh seperti alien dan makhluk gaib.

Tahun 1959, penulis Frank Edwards menerbitkan buku berjudul Stranger than Science (Lebih Aneh dari Sains) di mana kasus hilangnya penduduk desa Danau Anjikuni turut disertakan di dalamnya. Pihak kepolisian Kanada langsung menanggapi terbitnya buku tersebut dengan menyatakan kalau kasus desa Danau Anjikuni aslinya tidak pernah terjadi. 

Kendati sejumlah pihak sepakat kalau apa yang dimuat dalam buku Edwards nampaknya sudah dilebih-lebihkan supaya bukunya laris, klaim pihak kepolisian tidak lantas ditelan mentah-mentah. Pasalnya sudah ada dokumentasi dari media sejak tahun 1930-an yang menunjukkan kalau kasus ini memang benar-benar terjadi.

Sebagai tanggapan atas munculnya kembali minat publik akan kasus ini, kepolisian Kanada pun melakukan penyelidikan baru. Hasilnya, mereka menyatakan kalau desa tersebut ditinggalkan penghuninya karena suku Inuit memang memiliki kebiasaan hidup berpindah-pindah. Namun mereka mengakui kalau tindakan penduduk desa untuk meninggalkan perbekalannya merupakan hal yang aneh. Polisi juga menyatakan kisah yang diceritakan oleh Labelle sudah dilebih-lebihkan dan malah dijadikan patokan oleh media.

Aurora Borealis, atau lebih dikenal the Northern Lights
Aurora Borealis, atau lebih dikenal the Northern Lights
Penjelasan resmi polisi tersebut tidak lantas membuat semua pihak merasa puas. Pasalnya di luar pernyataan resmi tersebut, sejumlah anggota polisi membenarkan kalau mereka memang melihat cahaya aneh di langit. Para pecandu teori konspirasi lantas berspekulasi kalau penduduk desa dan mayatnya menghilang akibat diculik oleh alien.

Mereka yang percaya dengan hal-hal gaib berpendapat kalau mungkin penduduk desa Danau Anjikuni hilang akibat ulah Wendigo atau dewa langit Inuit Torngarsuk. Ada juga yang berpendapat kalau penduduk desa tersebut menghilang karena terhisap masuk ke dalam dimensi lain. Dengan melihat begitu misteriusnya kasus ini dan sulitnya mencari benang merah antar kejadian, nampaknya kita yang tinggal di masa kini hanya bisa menerka-nerka mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu.

Sumber :
http://www.theoccultmuseum.com/village-dead-enduring-mystery-vanishing-lake-anjikuni-people/