Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kasus Perampokan Bank Terbesar Di Jepang Yang Belum Terpecahkan

Sebagai tempat penyimpanan uang yang nyaris digunakan oleh mayoritas orang di dunia, Bank seringkali menjadi sasaran kejahatan khususnya perampokan. Sepanjang sejarah telah banyak kasus perampokan Bank dengan berbagai metode mulai dari yang menggunakan kekerasan hingga yang mengunakan metode yang rumit. Karena itu sistem keamanan Bank biasanya dirancang dengan sangat teliti dan serumit mungkin untuk mencegah upaya perampokan dengan metode apapun.

Namun meski begitu namanya sistem pasti ada celah yang bisa ditembus, ada saja orang yang mampu menemukan cara untuk dapat merampok Bank bahkan dengan cara yang unik, tak terduga dan bahkan bisa disebut jenius. Hebatnya cara unik dan tak terduga ini selain mampu menembus sistem pertahanan Bank yang ada juga menyulitkan proses penyelidikan yang ada, alhasil beberapa kasus perampokan Bank dengan metode unik ini sangat sulit di pecahkan hingga saat ini.'

Seperti contohnya beberapa kasus perampokan Bank di Jepang yang asih menjadi misteri hingga saat ini . Di negara yang terkenal cukup aman ini, ternyata selama satu abad terakhir telah terjadi beberapa perampokan Bank dengan metode unik dan cerdik yang tak terpecahkan hingga saat ini. Seperti apa kisahnya dan bagaimana kasus-kasus ini sangat sulit untuk depecahkan, berikut ini adalah kisah perampokan terbesar luar biasa ini versi anehdidunia.com

Kasus 300 Juta Yen (1968)

300 Juta Yen (1968)

10 Desember 1968, seorang manager Bank di kota Fuchu, sebuah kota metropolitan di Tokyo tengah dilanda kegalauan luar biasa setelah selama berbulan-bulan ia menerima sebuah surat ancaman yang ditujukan ke kediaman pribadinya. Dalam surat yang terbuat dari tulisan yang dipotong dari koran dan majalah ini, seseorang mengancam untuk meledakan rumah sang manager Bank menggunakan dinamitjika ia tak menyerahkan uang sebesar 300 juta Yen. Mendapat ancaman, manager dari Bank Shintaki Nihon Ginko ini sudah melapor pada polisi dan pihak berwajib telah menanggapi laporanya dan secara rutin mengawasi rumah manager bank yang menerima ancaman.

Merasa ada kemungkinan ancaman ini berasal dari orang terdekat si manager bank ini, polisi sebenarnya telah melarang sang manager untuk menceritakan tentang ancaman yang ia terima dan tetap bekerja seperti biasa. Namun karena merasa gelisah, si manager ini akhirnya menceritakan tentang kekhawatiran serta ancaman yang ia terima ada teman-teman di kantornya. Sampai pada hari ancaman ini akhirnya terwujud, sebenarnya tak ada yang menyadari apa maksud dari pelaku teror misterius ini.

Sesuai jadwal yang ada tiap tanggal 10 desember, Bank Shintaki Nihon Ginko akan mengirimkan uang bonus akhir tahun untuk karyawan pabrik Toshiba di Fuchu. Sahabat anehdidunia.com mengikuti jadwal ini manager bank itu mengirim 4 orang karyawanya untuk melakukan pengiriman uang ini. Dengan menggunakan mobil perusahaan 4 orang karyawan Bank Shintaki mengangkut uang tersebut dalam beberapa kotak besi yang mereka letakan di bagasi belakang.

Proses pengangkutan uang ini awalnya berjalan lancar, sampai ada seorang polisi bermotor menghentikan mobil mereka tepat di depan penjara kota Fuchu. Polisi ini kemudian mengatakan pada 4 karyawan tadi bahwa rumah manager bank mereka telah diledakan oleh penjahat dan beberapa orang mengalami luka-luka dan bahkan ada yang meninggal. Mendengar kabar ini 4 karyawan ini langsung panik, apalagi Polisi tadi juga mengatakan jika ada ancaman susulan yang menyebutkan jika karyawan Bank Shintaki akan menjadi target pengeboman berikutnya.

Polisi ini kemudian menyuruh ke 4 karyawan bank tadi untuk turun dari dalam mobil agar ia bisa memeriksa kemungkinan adanya bom di mobil yang mereka bawa. Setelah mereka turun dari mobil, Polisi tadi bergegas memeriksa bagian bawah mobil, namun tak berselang lama tiba-tiba ada asap mengepul dari bawah mobil dan polisi tadi langsung menyuruh 4 karyawan tadi untuk lari. Merasa ketakutan keempat karyawan tadi langsung lari sekencang mungkin dan bersembunyi di balik dinding penjara.

Dari balik dinding penjara mereka menunggu dengan cemas dan ketakutan jika akan ada ledakan besar yang terjadi. Namun setelah sekian lama menunggu, justru tak terdengar suara apapun, karena khawatir akhirnya mereka memutuskan untuk mengintip apa yang sebenarnya terjadi. Namun bukanya melihat bekas ledakan, mereka justru mendapati mobil yang mereka bawa telah raib tak tau rimbanya.

Karena bingung mereka akhirnya memutuskan untuk menelpon ke kantor Bank dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata yang mengangkat telpon tersebut adalah sang manager Bank dan ia baik-baik saja, rumahnya ternyata juga tak meledak.

Setelah sempat merasa kebingungan, mereka akhirnya memahami apa yang sebenarnya terjadi. Rupanya polisi yang mereka temui tadi ternyata adalah orang yang selama ini mengirimkan surat ancaman pada manager bank dan semua yang terjadi pada hari itu merupakan rencana yang sudah dirancang selama berbulan-bulan oleh perampok yang menyamar sebagai polisi tadi untuk mengelabui petugas Bank dan mencuri uang yang mereka bawa.

Dengan rencana yang sangat matang ini, perampok yang menyamar sebagai polisi tadi berhasil membawa pergi uang bonus yang seharusnya diberikan pada 523 karyawan pabrik Toshiba. Uniknya lagi jumlah uang yang berhasil di curi tersebut berjumlah 300 juta Yen, jumlah yang sama dengan uang yang ia minta dalam surat ancaman yang selama ini dikirim ke rumah manager Bank tadi.

Setelah dilakukan penyelidikan, pada TKP yang ada di temukan beberapa barang bukti yang diantaranya adalah sebuah "Suar" (Flare) yang kemungkinan digunakan untuk membuat asap di bawah mobil dan membuatnya terlihat seperti ledakan dinamit. Sayangnya bukti yang ada justru mempersulit penyelidikan yang ada karena jumlahnya yang terlalu banyak. Pada TKP yang ada setidaknya ada sekitar 120 barang mencurigakan yang diduga sebagai barang bukti. Dengan jumlah sebanyak ini sudah jelas jika barang-barang ini memang sengaja ditinggalkan pelaku untuk menyulitkan penyelidikan dan benar saja karena hingga saat ini atau nyaris dari 50 tahun kemudian kasus ini tetap tak terpecahkan.

Banyak orang mengganggap kasus ini sebagai perampokan bank terbesar di Jepang, karena nyaris tak menggunakan kekerasan, tanpa ada darah yang tumpah dan direncanakan dengan sangat matang hanya oleh satu orang. Kasus ini kini dikenal dengan sebutan kasus 300 Juta Yen, sesuai dengan jumlah uang yang berhasil dicuri.

The Note (1994)

uang jepang

Kobe 7 Agustus 1994, dua orang misterius berhasil merampok uang sebesar 540 juta Yen, milik Bank Fukutoku tepat di halaman parkir mereka. Pada hari Jum'at yang cerah itu, beberapa karyawan Bank Fukutoku sesuai jadwal yang ada bertugas untuk mengantarkan uang ke wilayah barat pelabuhan Kobe. Namun saat akan berangkat tiga orang karyawan ini didatangi dua orang yang menutupi wajahnya dengan perban dan menggunakan kaca mata hitam.  Sahabat anehdidunia.com  kedua orang ini langsung menodongkan senjata mereka pada tiga karyawan tadi, merebut koper uang yang mereka bawa dan membawa lari uang tersebut dengan sebuah mobil van.

Cepat, Simple namun Efektif, hanya dalam beberapa menit 2 orang berhasil membawa lari ratusan juta Yen. Hal ini membuat kasus perampokan Bank di tengah hari bolong ini, segera menjadi headline di seluruh Jepang. Terlebih lagi pihak Kepolisian juga menemui jalan buntu setelah satu-satunya bukti yang dapat mereka temukan adalah mobil van yang digunakan oleh dua perampok ini yang ditinggalkan begitu saja tak jauh dari Bank Fukutoku.

Tapi bukan ini yang membuat perampokan ini jadi spesial, melainkan apa yang 2 perampok ini lakukan setelahnya. Selama 10 hari setelah perampokan Bank Fukutoku menerima sebuah catatan misterius yang berbunyi:

 "Terima kasih banyak atas bonus ini. Sekarang kami bisa hidup dengan tenang menggunakan uang jarahan ini hingga akhir hayat kami."

Catatan seperti ini biasanya digunakan oleh orang Jepang untuk menunjukan rasa terima kasih yang merupakan bagian dari adat kesopanan mereka. Namun apa yang dilakukan oleh para perampok ini sepertinya bukan wujud rasa terima kasih melainkan ejekan bagi pihak bank yang berhasil mereka kelabui. Kasus ini sendiri sampai sekarang masih belum terpecahkan dan menjadi salah satu kasus perampokan bank paling rapi dan sekaligus rumit dalam sejarah Jepang.

7-Eleven (2016)

7-Eleven (2016)

Nama 7-Eleven tentu sudah tak asing di telinga kita, karena waralaba swalayan asal Amerika ini pernah menjamur di Indonesia beberapa tahun lalu. Selain di Indonesia 7-Eleven rupanya juga sangat menjamur di Jepang, jumlah 7-Eleven di Jepang bahkan sangat banyak dan konon bahkan bisa ditemukan di hampir setiap tempat. Tapi siapa sangka jika banyaknya jumlah 7-Eleven ini rupanya telah menginspirasi sebuah perampokan massal paling besar yang pernah terjadi di Jepang.

Sama halnya dengan  kebanyakan toko swalayan modern pada umumnya, 7-Eleven juga dilengkapi dengan mesin ATM, untuk memudahkan pembeli melakukan penarikan uang  tunai di tempat. Hal ini cukup penting mengingat budaya orang Jepang yang selalu menggunakan uang tunai saat melakukan transaksi pembelian apapun. Sahabat anehdidunia.com layanan penarikan uang tunai inilah yang dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk melakukan perampokan yang sangat terencana dan rapi.

Pada 15 Mei 2016, tepatnya pukul 05.00 serangkaian transaksi penarikan uang tunai dari sejumlah outlet 7-Eleven di kota Tokyo dengan jumlah penarikan mencapai 100.000 Yen atau sekitar 880 dollar yang merupakan angka maksimal penarikan uang tunai di Jepang. Hal ini tampak tak terlalu mencurigakan, namun selama kurun waktu 2 jam kemudian transaksi serupa terjadi sebanyak 14 ribu kali di seluruh Jepang dengan total penarikan uang tunai mencapai 1,4 milyar Yen.

Hebatnya lagi keseluruhan transaksi ini dilakukan secara manual, itu artinya perampokan ini melibatkan sekelompok orang dalam jumlah yang besar dan terkoordinasi dengan baik. Hal ini membuat kecurigaan Polisi mengarah pada adanya campur tangan organisasi besar seperti Yakuza yang menjadi dalang di balik perampokan tak biasa ini.

Keterlibatan banyak orang dalam dalam sebuah perampokan sebenarnya bukan pilihan yang bijak mengingat kemungkinan bocornya informasi keluar semakin besar. Namun berbeda dengan kasus ini karena semakin banyak tangan yang terlibat maka semakin Polisi akan semakin sulit melacak kemana uang ini kemudian mengalir. Setelah melakuan pengecekan pada seluruh kamera CCTV di tempat kejadian, Polisi akhirnya menemukan fakta bahwa seidaknya ada 600 orang terlibat dalam perampokan massal yang sangat terkoordinasi ini. Dengan jumlah ini Polisi menghadapi kesulaitan yang luar biasa untuk melacak para pelaku, terlebih lagi seluruh transaksi ini dilakukan dengan kartu kredit palsu. Alhasil Kasus ini masih menjadi misteri hingga saat ini.

Pembobolan Coincheck

Pembobolan Coincheck

Coincheck merupakan salah satu bursa platform penukaran mata uang digital (kripto) terbesar di Jepang bahkan Asia dengan tak kurang dari 260 ribu nasabah. Sayangnya besarnya pasar penukaran uang yang mereka miliki tak seiring dengan pengamanan yang cukup. Pada awal 2018 yang lalu sistem keamanan Coincheck berhasil dibobol oleh beberapa hacker yang menyamar sebagai pemilik akun resmi. Para hacker ini berhasil menyusup setidaknya selama 8 jam tanpa terdeteksi dan berhasil mencuri setidaknya 58 milyar Yen uang kripto dalam bentuk NEM atau senilai kurang lebih 7 trilyun rupiah. Peristiwa ini tentu sangat memalukan bagi Coincheck dan juga pemerntah Jepang yang saat itu tengah mengadakan kampanye untuk menjadikan Tokyo sebagai Ibukota mata uang kripto.

Dalam keteranganya Coincheck mengaku mereka telah lengah dalam memberikan keamanan ekstra dalam sistem mereka. Kesalahan lain adalah karena mereka menyimpan seluruh uang mereka di "Hot Wallet" yang selalu terhubung dengan jaringan blockchain dan internet, sehingga lebih mudah di bobol. andai saja mereka menyimpan uang yang ada di "Cold Wallet" yang merupakan sistem penyimpanan uang kripto offline maka hal ini tak akan terjadi.

Yang lebih menyesakan lagi seluruh uang kripto yang dicuri ini sebenarnya bisa diacak karena ada dalam bentuk NEM dan semua transaksi mata uang digital bersifat publik. Pihak Coincheck setidaknya melacak 11 alamat yang menerima seluruh uang yang dicuri oleh para hacker. Sayangnya identitas pemilik akun ini tak bisa dilacak, mereka juga tak bisa menarik kembali uang yang ada karena para hacker memasang sebuah sistem yang mencegah penarikan uang kembali. Kasus ini hingga saat ini masih belum terpecahkan dan merupakan kasus perampokan kripto terbesar di Jepang.

Kasus Inspektur Kesehatan

Kasus Inspektur Kesehatan

26 Januari, 1948 seorang pria paruh baya yang mengaku sebagai Inspektur Kesehatan masuk ke Bank Kerajaan, tepat sebelum waktu bank tutup. Pria ini kemudian menumpulkan semua orang yang ada di bank dan menjelaskan bahwa dirinya dikirim oleh pihak pemerintah Amerika untuk memberi vaksin disentri pada orang-orang yang ada di bank. Karena saat itu Jepang memang sedang dalam masa peralihan dan sedang di duduki oleh Amerika, maka ke 16 orang yang ada di bank itu pun percaya saja dengan apa yang dikatakan oleh orang ini. Sayangnya setelah memimun beberapa tetes cairan dan pil yang diberikan oleh pria ini, satu persatu orang yang ada di bank mulai tumbang dan tak sadarkan diri. Setelah itu pria yang rupanya merupakan seorang perampok ini dengan leluasa mengambil semua yang ada. 12 orang tercatat tewas termasuk seoran anak kecil, keseluruh korban ini dinyatakan meninggal akibat terkena racun sianida. Penggunaan racun alam perampokan bank tentu merupakan hal yang sangat kejam, karena itu kasus ini mendapatkan perhatian khusus dari pihak kepolisian.

Sayangnya mereka menghadapi kesulitan dalam pengungkapan kasus ini, karena hanya menemukan sebuah kartu nama milik seorang bernama Shigeru Matsui di tempat kejadian perkara. Tapi anehnya pemilik kartu nama ini ternyata memang ada dan orang tersebut juga bekerja di Departemen Kesehatan, hanya saja selama masa penyelidikan Shigeru Matsui akhirnya terbukti tak bersalah karena memiliki alibi pada saat perampokan terjadi. Titik terang kasus ini baru muncul lewat pengakuan Shigeru Matsui yang memberikan kartu namanya pada 593 orang.

Kini Polisi punya 593 tersangka untuk dilacak, untungnya karena kebiasaan oran Jepang yang mencacat secara rinci dengan siapa mereka bertukar kartu nama, jadi 593 orang ini dengan mudah dapat dilacak. Setelah melakukan penyelidikan jumlah tersangka ini akhirnya bisa dikerucutkan menjadi 8 orang. Salah satu dari 8 tersangka ini bernama Sadamichi Hirasawa yang merupakan seorang pelukis. Sahabat anehdidunia.com tak lama kemudian Hirasawa ditetapkan sebagai tersangka, karena saat diinterogasi oleh Polisi dan di tanyai tentang keberadaan kartu nama milik Shigeru Matsui, ia sudah tak memiliki kartu nama itu lagi dan mengaku dirinya kecopetan sehari sebelum peristiwa perampokan terjadi. Polisi kemudian meyakini jika kartu nama yang mereka temukan di bank merupakan kartu nama yang diberikan Shigeru Matsui pada Hirasawa.

Dalam penyelidikan lanjutan Hirawasa tak bisa memberikan alibi saat perampokan terjadi, Polisi juga menemukan catatan penipuan bank yang pernah dilakukan oleh Hirasawa dan saat mengecek akun Hirasawa, Polisi juga menemukan jumlah uang yang sesuai dengan uang yang dirampok. Saat ditanyai tentang darimana uang itu berasal Hirasawa juga menolak untuk menjelaskan dengan alasan pribadi. Hal ini tentu menambah kecurigaan Polisi apalagi setelah itu 2 korban yang selamat menyatakan Hirasawa sebagai perampok yang mereka lihat. Tak berselang lama Hirasawa akhirya memberikan pengakuan tertuls bahwa dia melakukan perampokan tersebut. Hrasawa kemudian ditahan dengan tuduhan perampokan dan pembunuhan, tak lama kemudian pada tahun 1950 Hirawasa akhirnya dijatuhi hukuan mati dengan cara di gantung. Kasus ini akhirnya selesai dan terpecahkan, tapi apakah benar begitu?

Setelah proses peradilan selesai banyak orang justru ragu jika Hirasawa merupakan tersangka yang sesungguhnya. Terlebih lagi belakangan diketahui pengakuan Hirasawa sebagai tersangka meupakan hasil dari penyiksaan saat interogasi. Pengakuan dua orang saksi yang menyatakan Hirasawa sebagai juga diragukan karena mereka hanya melihat sekilas wajah tersangka. Hal ini memunculkan kecurigaan pada pihak Polisi yang terkesan buru-buru saat menyelesaikan kasus ini dan mengabaikan pengakuan Hirasawa tentang pencopetan yang terjadi. Jumlah uang dalam akun Hirasawa yang tak bisa djelaskan belakangan juga diketahui merupakan hasil penjualan lukisan begituan yang dibuat oleh Hirasawa sebagai bisnis sampinganya. Hirasawa menolak mengakui hal ini pada masa interogasi karena dapat mencoreng nama baiknya sebagai seorang pelukis.

Fakta lain yang membuat orang ragu adalah karena racun yang digunakan dalam perampokan ini rupanya adalah racun tinggkat tinggi yang biasanya hanya dimiliki oleh pihak militer. Racun seperi ini tentu mustahil untuk didapatkan oleh seorang pelukis, kecurigaan warga kemudian mengarah pada "Unit 731" sebuah kelompok pasukan khusus yang merupakan spesialis dalam pembuatan racun pemusnah massal yang dibentuk kekaisaran Jepang pada masa perang dunia ke II. Kecurigaan ini rupanya juga sampai ke telinga Mentri Kehakiman yang juga meragukan Hirasawa sebagai tersangka perampokan. Alhasil selama bertahun-tahun Mentri Kehakiman yang menjabat selalu menolak untuk menandatangi surat putusan hukuman mati Hirasawa. Akibatya Hirasawa harus mendekam selama 32 tahun dipenjara sebagai tahana  hukuman mati tanpa ada kejelasan. Hirasawa sendiri akhirnya meninggal pada 10 Mei 1987 akibat Pneumonia di rumah sakit penjara.

Disamping putusan hukum yang sudah ada, banyak orang menganggap kasus ini belum terpecahkan dan jika saja Polisi mau lebih teliti mungkin tersangka yang sebenarnya bisa tertangkap.

Sahabat anehdidunia.com itulah kasus perampokan bank di Jepang yang belum terpecahkan dan masih menjadi misteri hingga saat ini.

Referensi:
https://www.youtube.com/watch?v=gbeN-2ErxBw
https://kodzan.blogspot.com/2010/03/kasus-300-juta-yen-kasus-perampokan.html