Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengidap FOP Kelainan Tulang Langka, Kerangka Orang Ini Dipamerkan di Museum

Tulang merupakan komponen terkeras yang menyusun tubuh manusia. Berkat keberadaan tulang, organ-organ tubuh kita yang lunak tidak berceceran ke mana-mana setiap kali kita bergerak. Tulang juga membantu melindungi organ-organ tubuh yang vital seperti otak, jantung, hingga paru-paru. 

Bagi Carol Orzel, tulang bukanlah satu-satunya komponen keras yang menyusun tubuhnya. Pasalnya wanita ini memiliki salah satu penyakit paling langka di dunia. Penyakit tersebut adalah fibrodysplasia ossificans progressiva (FOP), suatu kelainan di mana jaringan tubuh yang lunak secara perlahan-lahan akan berubah menjadi keras layaknya tulang.

Orzel bukanlah satu-satunya orang yang memiliki kelainan langka tersebut. Saat ia berkunjung ke Museum Mutter di Philadeplhia, AS, pada tahun 1995, ia menyaksikan kerangka Harry Eastlack sedang dipamerkan di sana. Seperti halnya Orzel, Eastlack juga memiliki kelainan FOP sehingga kerangkanya sekarang dipajang di museum untuk keperluan pendidikan. 

Alih-alih merasa ngeri, Orzel justru merasa tergerak saat melihat kerangka Eastlack di hadapannya. Ia pun berujar bahwa jika dirinya suatu hari nanti benar-benar meninggal, ia ingin supaya kerangkanya dipajang di samping kerangka Eastlack. 

Orzel berharap jika suatu hari nanti orang-orang melihat kerangkanya dan kerangka Eastlack, mereka yang awalnya tidak tahu kini jadi tahu kalau ada sindrom langka macam FOP. Orzel juga berharap bahwa kerangka keduanya bisa dijadikan bahan penelitian oleh para ilmuwan untuk menemukan obat yang bisa menyembuhkan FOP.

Tengkorak Harry Eastlack dan Carol Orzel
Tengkorak Harry Eastlack dan Carol Orzel di museum mutter
Bulan Februari 2018 lalu, Orzel meninggal dunia dalam usia 58 tahun. Sebagai bentuk penghormatan atas permintaannya di masa lampau, mayat Orzel diserahkan ke pihak Museum Mutter. Sekarang kerangkanya terpajang bersama dengan kerangka Eastlack di ruang pameran dengan dilindungi oleh kotak kaca yang tebal.

Sudah Diketahui Sejak Abad ke-18
Walaupun belum banyak yang diketahui oleh ilmuwan mengenai FOP, ternyata penyakit ini sudah diketahui sejak beberapa abad yang lalu. FOP pertama kali diketahui pada tahun 1740 oleh dokter bedah Inggris, Jon Freke. Ia pertama kali menjumpai kelainan ini saat memeriksa seorang remaja berusia 14 tahun yang mengalami pembengkakan pada bagian rusuk dan tulang punggungnya. 

Menurut informasi yang sejauh ini sudah diketahui oleh ilmuwan, FOP disebabkan oleh kelainan genetis sehingga jaringan sendi penderitanya secara perlahan mengalami pengerasan. Dari total milyaran orang yang hidup di dunia sekarang, penyakit ini diperkirakan hanya diderita oleh kurang lebih 900 orang.


Informasi mengenai penyebab FOP semakin menemukan titik terang setelah pada tahun 2006, ilmuwan Frederick Kaplan dan Eileen Shoore menemukan kalau FOP dipicu oleh reseptor protein bernama activin A yang mengalami mutasi. Akibatnya, saat terjadi peradangan pada bagian tubuh tertentu, terjadi pengerasan pada jaringan sendi yang menghubungkan tulang-tulang sehingga penderitanya jadi sulit bergerak.

Kaplan juga menjelaskan kalau kerangka yang dimiliki oleh penderita FOP cenderung lebih ringan dibandingkan kerangka yang dimiliki oleh orang normal. Hal tersebut turut diamini oleh Anna Dhody saat ia memeriksa kerangka milik Orzel.

“Saya tidak bisa menggambarkan bagaimana lembutnya tulang miliknya,” kata Dhody seperti yang dilansir oleh National Geographic. “Kami membayangkannya seolah-olah ada yang mengambil gula-gula kapas dan kemudian mengeraskannya sedikit.”

Karena FOP menyerang bagian persendian, kehidupan sehari-hari penderita FOP pun jadi terasa berat. Pasalnya bagian persendian yang mengeras menyebabkan mereka lebih sulit bergerak dan harus sering-sering mengambil posisi yang sama hanya untuk sekedar bersantai. Meskipun begitu, dengan bantuan kecanggihan teknologi dan orang-orang di sekitarnya, penderita FOP tetap bisa menjalani kehidupan normal.

Orzel contohnya, selama 36 tahun terakhir ia tinggal di sebuah panti jompo Philadelphia. Menurut kesaksian Dawn Waller, Orzel memiliki kebiasaan berpergian bersama teman-temannya dengan menggunakan kursi roda. Orzel diketahui gemar mengunjungi tempat-tempat seperti museum seni, pusat perbelanjaan, hingga sekedar rumah makan.

Orzel juga memiliki hobi mengoleksi perhiasan. Koleksi pribadinya mencakup anting, gelang, mahkota kecil, kalung, hingga cincin. Saat Orzel akhirnya wafat, koleksi perhiasaannya tersebut turut dipamerkan di dekat kerangkanya. 

Penyakit Langka yang Mematikan

Kelainan FOP

Walaupun penderita FOP masih memiliki peluang untuk menjalani keseharian layaknya orang normal, penderita FOP tetap memiliki resiko kematian yang tinggi. Pasalnya saat kelainan yang menimpa mereka ini sudah menjalar hingga ke organ-organ vital semisal paru-paru dan jantung, penderita FOP bisa meninggal karena organ tubuhnya terkurung oleh lapisan yang keras.

Hal tersebut juga turut berlaku untuk Orzel. Selama tiga tahun menjelang kematiannya, ia hanya bisa berbaring di kasur sebelum akhirnya meninggal akibat gangguan pada saraf ototnya. Menurut data yang dikutip oleh National Geographic, usia harapan hidup rata-rata penderita FOP adalah 56 tahun. Orzel sendiri meninggal dalam usia 58 tahun.

Meskipun sejauh ini FOP masih belum bisa disembuhkan, sudah ada 3 obat berbeda yang bisa digunakan untuk mengurangi dampak negatif FOP. Ketiga obat tersebut adalah rapamycin, anti-activin A, dan palovarotene. Menurut Kaplan, ketiga obat tersebut memiliki peranannya masing-masing dalam menghambat pengerasan di jaringan tubuh tertentu.

Kaplan pertama kali bertemu dengan Orzel pada tahun 1984. Sejak itu, ketertarikan Kaplan akan penyakit FOP mulai tumbuh dan ia mengabdikan waktunya untuk meneliti FOP sambil merawat Orzel. “Saya memiliki rasa hormat yang sungguh besar kepadanya. Saya mengenal Carol (Orzel). Ia sangat murah hati dan merupakan sosok pembimbing yang amat hebat,” ujar Kaplan saat menyaksikan kerangka Orzel untuk pertama kalinya di museum.

Walaupun baik Orzel maupun Eastlack sama-sama menderita FOP, keduanya menunjukkan perkembangan penyakit yang berbeda. Jika Eastlack meninggal pada tahun 1973 dalam usia 39 tahun, maka Orzel meninggal pada usia 58 tahun. Eastlack memiliki postur yang tinggi, sementara Orzel berpostur pendek. Keduanya juga mengalami pengerasan di bagian tubuh yang berbeda.

“Saat saya melihat kerangka Carol (Orzel), saya belum pernah melihat kerangka yang seperti ini pada orang lain,” jelas Kaplan. “Seluruh bagian tulang belakangnya terlihat menyatu. Mulai dari leher hingga ke tulang ekor.” Kondisi yang nyaris serupa juga dapat ditemukan pada bagian sendi lutut Orzel.

Kaplan kemudian menambahkan bahwa penelitian yang dilakukannya bukan hanya berguna untuk mereka yang menderita FOP. Tetapi juga untuk penderita gangguan tulang yang lain semisal osteoporosis, suatu kondisi di mana tulang menjadi lebih rapuh dari biasanya. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan FOP, kasus osteoporosis jauh lebih sering terjadi di seluruh dunia. “Saat anda mempelajari bagaimana harusnya tulang tidak tumbuh, maka anda juga bakal mendapat informasi mengenai bagaimana harusnya tulang bertumbuh,” papar Kaplan. 

“Saya berharap saya bisa lebih mengenalnya lagi di kehidupan nyata,” kata Anna Dhody selaku pengelola Museum Mutter yang memamerkan kerangka Orzel. “Dia terdengar seperti orang yang sungguh-sungguh hebat. Saya sedih dia meninggal dunia. Namun dia sebenarnya tidak benar-benar meninggalkan dunia. Warisan dan keinginannya akan terus hidup dan menjadi sumber informasi bagi ratusan ribu orang yang mendatangi museum ini.”

Sumber :
https://www.nationalgeographic.com/science/2019/02/what-happens-when-tissue-turns-to-bone-carol-orzel-mutter-museum